Kisaran (Pewarta.co)-Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Asahan Djonner ED Sipahutar menyebut sekitar 25 hektar hutan mangrove Desa Sei Tepurung yang disulap jadi lahan sawit.
Penegasan itu disampaiakan Djonner saat memberikan klarifikasi atau penjelasan terkait berita ratusan hektar kawasan hutan mangrove di Dusun I Desa Sei Tempurung Kecamatan Sei Kepayang Timur Kabupaten Asahan yang diduga dirambah secara ilegal kemudian disulap menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Bukan ratusan. Hanya sekitar 25 hektar,” ujar Djonner didampingi Kepala Polhut TR Nainggolan, kepada Pewarta.co dan sejumlah awak media lainnya, Kamis (20/7/2023) di ruang kerjanya.
Dijelaskan Djonner, perambahan pada kawasan hutan mangrove di Desa Sei Tempurung merupakan tindakan keterlanjuran.
Menurutnya, saat ini, tindakan keterlanjuran itu telah didaftarkan sebagai subjek hukum. Hal tersebut sesuai Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan turunannya.
Artinya, perorangan atau korporasi yang terlanjur merambah atau mencaplok diberi kesempatan mendaftarkan ke Kementerian Kehutanan permohonan agar lahan dibebaskan.
Djonner melanjutkan, ketika nantinya sudah menjadi subjek hukum maka tidak ada sanksi pidana, melainkan sanksi administrasi dan denda. Untuk sampai ke tahap ini, ada mekanisme yang harus dipenuhi.
Karenanya, Kementerian Kehutanan akan membentuk tim terpadu melakukan penelaahan dan mengambil data.
Hingga akhirnya nanti, katanya, pada kesimpulan penilaian, layak atau tidak lahan yang dimohonkan dibebaskan.
“Namun kewenangan ini tidak ada pada kabupaten ataupun provinsi. Melainkan pusat,” jelasnya.
Bila melihat regulasi UUCK terkesan adanya pembiaran bahkan melindungi perambahan atau pencaplokan kawasan hutan.
Namun menyangkut perihal tersebut, Djonner menerangkan, masalah perambahan dan pencaplokan kawasan hutan tidak hanya terjadi di Asahan tapi di seluruh Indonesia.
“Ini sudah merupakan masalah nasional, dan pada UUCK serta turunannya telah diatur pola penyelesaiannya,” sebutnya.
Ditanya, apakah ada batas waktu pendaftarannya? Djonner menjawab ada.
“Batas waktu pendaftaran dimaksud di bulan Oktober 2023. Jika limit waktu ditentukan lewat, maka pendaftaran permohonan tidak diterima atau sudah tutup. Bila sudah seperti ini, maka akan dilanjutkan ke proses hukum,” tegasnya.
Djonner menambahkan, tindakan perambahan atau pencaplokan kawasan hutan memang banyak terjadi di seluruh Indonesia. Bahkan pemerintah menyebutkan kurang lebih 3 juta hektar kawasan hutan beralih fungsi.
Hal ini masih ditolerir dan diatur pola penyelesaiannya ketika tindakan itu terjadi pada saat pra keluarnya UUCK. Namun tidak ada pengampunan, setelah disahkannya UUCK.
“Beritahukan kepada kami apabila ada melihat perambahan atau pencaplokan kawasan hutan saat ini. Kita akan langsung mengambil tindakan hukum untuk menangkapnya,” kata Djonner.
Sementara TR Nainggolan menyampaikan pihaknya mengetahui di wilayah terjadinya tindakan keterlanjuran dimaksud.
Dipastikannya, tindakan keterlanjuran itu sudah didaftarkan sebagai subjek hukum. Dia juga membenarkan tindakan keterlanjuran itu dilakukan AKW yang tak lain anak PJ
PJ sendiri, kata TR Nainggolan, pernah mereka tangkap dan dilakukan penahanan terkait kasus dugaan perambahan kawasan hutan. Diyakini melakukan perbuatan melawan hukum hingga diproses, namun ternyata hakim berpendapat lain. Sempat ditahan selama 10 bulan penjara, Pj akhirnya divonis bebas hakim baik ditingkat PN, PT maupun MA.
“Saya pastikan tidak ada saat ini ,” jawab TR Nainggolan ketika ditanya apakah masih ada aktivitas perambahan maupun pencaplokan kawasan hutan di Kabupaten Asahan.
Sebagaiamana diketahui, ratusan hektar kawasan hutan mangrove di Dusun I, Desa Sei Tempurung, Kecamatan Sei Kepayang Timur Kabupaten Asahan diduga dirambah secara ilegal kemudian disulap menjadi perkebunan kelapa sawit.(mora)