MEDAN (pewarta.co) – Terbukti melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor), Mantan Kepala Desa Batu Sundung, Mardan Goda Siregar divonis 5 Tahun penjara dengan denda 200 juta dan subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim juga mengharuskan terdakwa untuk membayar uang pengganti senilai Rp385 juta dengan jangka waktu 1 bulan dan bila tidak diganti selamat waktu yang tetapkan maka akan diganti dengan penjara selama 1 tahun.
“Dengan ini, majelis hakim menjatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta dengan subsider 3 bulan kurungan, dan barang bukti harus dikembalikan ke desa Batu Sundung,” vonis, ketua majelis hakim yang diketuai Sri Wahyuni, di Ruang Cakra II, Jumat (7/8).
Menurut hakim, terdakwa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke- 1 KUHP.
Lebih lanjut, dalam pertimbangan majelis, hal yang memberatkan, kerugian negara tidak digantikan oleh terdakwa dan tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi.
“Sedangkan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa juga mengaku perbuatannya dan tidak pernah dihukum,” tutur hakim.
Diketahui juga, vonis majelis hakim lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Paluta, Hindun Harahap yang menuntut Mantan Kepala Desa Batu Sundung itu dengan hukuman 7 tahun penjara dengan denda Rp200 juta dan subsider 3 bulan kurungan.
Kembali di persidangan, atas putusan majelis hakim, baik terdakwa dan jaksa meminta waktu untuk pikir-pikir selama 7 hari kedepannya.
“Nanti saya akan laporkan hasil persidangan kepada pimpinan dan kami akan menggunakan waktu selama 7 hari itu untuk pikir-pikir,” ucap Jaksa Penuntut Umum yang juga sebagai Kasi Pidsus di Kejari Paluta.
Sebelumnya, dalam dakwaan, jaksa menuturkan, bahwa terdakwa tidak mampu mempertanggungjawabkan dalam pengerjaan kekurangan volume pada tembok penahan tanah dan kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara sebesar Rp385.326.590 yang berasal APBDesa Tahun 2018.
Terungkap juga selama persidangan, dalam pengelolaan anggaran terdakwa melakukannya sendiri tanpa melibatkan unsur pemerintahan desa lainnya.
Semenjak jabatannya berakhir pada Desember 2018 hingga Juni 2019 terdakwa yang diminta pertanggungjawaban oleh pihak Pemkab Paluta tidak pernah hadir hingga kemudian kasus tersebut dilaporkan ke Kejari Paluta.
Dalam proses penyidikan di Kejari Paluta terdakwa dipanggil tiga kali namun tak hadir. Ternyata untuk menghindari jeratan hukum terdakwa kabur, namun sekitar November 2019 terdakwa diketahui keberadaan di Bengkulu.
Tepatnya pada 25 November 2019, lokasi persembunyian terdakwa di daerah Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, berhasil ditemukan dan saat itu Tim Kejar Paluta langsung melakukan penangkapan dan penahanan. (red)