Medan (Pewarta.co) – Korupsi dana bagi hasil (DBH) pajak bumi dan bangunan (PBB), mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharuddin Syah Sitorus alias H Buyung dituntut 1 tahun 6 bulan penjara di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (10/1/2022).
Selain itu, tim JPU dari Kejati Sumut Hendri Edison Sipahutar juga menuntut terdakwa agar dipidana denda Rp100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana) 3 bulan kurungan.
“Terdakwa Kharuddin Syah Sitorus terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” ujar JPU.
Yakni secara bersama-sama secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ada padanya karena jabatan yang dapat merugikan keuangan negara.
Mantan orang nomor satu di Pemkab Labura tersebut, dinilai penuntut umum terbukti bersalah terkait pembagian uang insentif dalam 3 tahun berturut-turut sejak tahun 2013 dari hasil pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan.
Hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
H Buyung sebelumnya April 2021 lalu pernah divonis (terpidana) 1,5 tahun penjara juga di Pengadilan Tipikor Medan karena terbukti bersalah memberikan suap kepada staf di Kemenkeu RI agar usulan pembangunan RSU yang baru di Aekkanopan ditampung dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) TA 2017 dan APBN TA 2018.
“Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, sopan selama persidangan dan telah mengembalikan kerugian keuangan. Namun pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus suatu perbuatan tindak pidana,” urainya didampingi Desi Situmorang.
Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim diketuai Saut Maruli Tua Pasaribu dengan hakim anggota Immanuel Tarigan dan Ibnu Kholik melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda penyampaian nota pembelaan baik oleh terdakwa maupun tim penasihat hukumnya (PH).
Dalam dakwaan, tiga Tahun Anggaran (TA) berturut-turut Pemkab Labura menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan total Rp2.510.937.068.
Namun setahu bagaimana terdakwa H Kharuddin Syah Sitorus selaku bupati bekerja sama dengan Ahmad Fuad Lubis ketika itu menjabat Kepala DPPKAD Kabupaten Labura TA 2014 dan 2015.
Maupun bersama Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada dinas tersebut (lebih dulu disidangkan dan sudah divonis bersalah) menyusun pembagian biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan TA 2013 yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Kabupaten Labura dengan Nomor : 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013.
Selanjutnya terdakwa mengeluarkan SK Nomor : 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB sektor Perkebunan Tahun 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sektor Perkebunan sebagai uang insentif.
Di TA 2014 terdakwa selaku bupati kembali menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014 di mana dalam penggunaan biaya pemungutan PBB sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut digunakan dengan cara dibagi-bagikan atau disalurkan kepada pihak-pihak tidak berhak.
Faizal Irwan Dalimunthe selaku Kepala DPPKAD Labusel menerbitkan SK Nomor: 973/1150/DPPKAD-II/2014 tertanggal 3 November 2014 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Tahun 2014.
Di Tahun 2015 terdakwa kembali menerbitkan SK tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak alias tidak sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. (red)