Medan (Pewarta.co)–Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi jangan terjebak dalam polemik, namun tetap fokus, konsentrasi menyukseskan Pekan Olahraga Nasional (PON) mendatang.
Sehingga atlet Sumut bisa dan berhasil menorehkan prestasi olahraga yang bersejarah dan membanggakan provinsi ini.
Apalagi, PON mendatang dilaksanakan di Sumut dan Aceh.
Hal itu disampaikan Akademisi Sosial Politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar kepada wartawan, Senin (3/1/2021), terkait polemik yang terjadi seputar dunia olahraga di Sumut.
Menurutnya semua pihak punya persepsi berbeda terhadap dinamika yang terjadi. Termasuk jika satu persoalan kemudian dibawa ke ranah hukum, tidak masalah.
“Tetapi saya ingin bergerak melangkah dari situ, dan tidak ingin berlama-lama. Saya ingin memberi pesan kepada Sumatera Utara untuk melihat beberapa hal yang harus kita tandai sebagai legacy (peninggalan/warisan) yang nanti terkait nama seseorang untuk dikenang oleh masyarakat di masa depan, saat jabatannya berakhir,” ujar Shohibul.
Menurutnya, sejarah mencatatkan bahwa Indonesia punya pengalaman masuk Piala Dunia pada 1938 dan 1957 (Kualifikasi Piala Dunia 1958) yang didiskualifikasi karena menolak bertanding melawan Negara Israel, sebagai sikap politik negara saat itu. Sehingga situasi itu, menjadikan negara ini memiliki gengsi tersendiri di bidang olahraga, termasuk cabang olahraga lainnya yang mendunia.
Catatan kedua, lanjut dosen yang akrab disapa Bang Shohib ini, adalah dua nama Gubernur Sumut terdahulu yakni Abdul Hakim (1951-1953) yang berhasil membangun Stadion Teladan Medan dan kemudian membawa PON III di tahun 50’-an. Bahkan setelahnya, belum ada fasilitas yang serupa dan sebanding dengan itu.
“Sekarang ini 2022. Ini kita siap-siap menerima kembali penyelenggaraan PON bersama Provinsi Aceh. Bayangkan berapa lama jaraknya (waktunya). Artinya kita punya reputasi bagus, rekam jejak yang luar biasa,” jelas Shohib.
Berikutnya, kata Shohib, ada nama Marah Halim Harahap (Gubernur Sumut Periode 1967-1978) sebagai tokoh sepakbola. Membuat turnamen dengan namanya, dan itu masih teringat dan tercatat sebagai sejarah yang patut dibanggakan warga Sumut.
“Sekarang Gubernur kita (Edy Rahmayadi) sedang membuat Sport Centre. Kita berharap itu bisa memfasilitasi kegiatan olahraga yang akan berlangsung di Sumut dan Aceh (PON XXI/2024). Tentu dia akan berpikir ke arah sana. Pertama fasilitas yang menjadi representasi dari semua yang bisa mewadahi pelaksanaan PON,” kata Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sumut periode 1986-1988 ini.
Dari momentum yang akan datang itu, Shohib melihat perlu ada potensi yang digenjot agar Sumut bisa menorehkan prestasi membanggakan di PON mendatang, terlebih sebagai juara.
Sehingga persiapannya harus dimulai sejak awal. Sedangkan saat ini, waktunya tidak begitu lama lagi.
“Karena itu harus ada perhatian, bukan hanya soal anggaran. Tetapi keseriusan untuk itu. Ini yang harus menjadi pertimbangan, daripada ribut sana-sini, mari kita memberikan usul dan saran kepada Gubernur, bagaimana supaya olahraga kita memberikan catatan yang baik dalam sejarah kita (Sumut),” sebutnya.
Sedangkan terkait pengaduan seorang pelaku olahraga ke ranah hukum yang melibatkan Gubernur Sumut, menurut Shohibul hal itu tidak perlu menjadikan Edy Rahmayadi terganggu. Sebab tugas kepala daerah, kewenangan, tanggung jawab dan kewajiban adalah bagaimana memberikan yang terbaik bagi provinsi ini di sepanjang kepemimpinannya.
“Kalaupun ada yang membawa persoalan dinamika ini ke renah hukum, silakan. Jangan terganggu dengan itu. Irama (program pembangunan olahraga) besar ini harus jalan terus, jangan terganggu konsentrasi, tugasmu besar, tugasmu memilki sejarah. Jika Abdul Hakim dan Marah Halim bisa mengukir legacy, mengapa seorang mantan Ketua PSSI tidak bisa membuat lagi di daerahnya. Saya mendorong dan menantang dia (Edy) membuat catatan yang baik,” pungkas jebol Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini. (red)