Jakarta (Pewarta.co)-Agung sebagai ketua Paguyuban buruh garment Jawa Barat (PBGJB) didampingi pengurus lainnya yaitu Aceng dan juga Reri, disambut baik oleh Ibu Kementrian Tenaga Kerja Ida Fauziah di ruang kerjanya.
Sementara para pengurus lainnya menunggu di lobby bawah, dikarenakan pembatasan akibat pandemi covid.
Dalam pertemuan tersebut secara khusus yang dihadiri oleh Ibu Menteri Dra.Ida fauziyah. M.S.i, Stafsus menteri Ibu Dita, dan Stafsus Ibu Dinar bidang pengupahan, serta Pak Bambang Direktorat Biro Hukum, bersama 15 orang perwakilan dari paguyuban buruh garment jawa barat.
Pertemuan tersebut sengaja membahas tentang bagaimana keberlangsungan nasib para buruh garmen yang sudah terancam hilang mata pencariannya terkait UMK yang sangat tinggi.
Menteri Ida menyinggung, dirinya mengatakannya bahwa telah mengeluarkan surat edaran no 3 bulan Maret Tahun 2020, yang mana sudah cukup sebagai dasar hukum bagi pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten untuk keberlangsungan usaha,” jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut ketua paguyuban, Agung mengatakan bahwa surat edaran ini realitanya tidak di anggap apalagi kepada buyer buyer besar.
Agung menegaskan bahwa surat edaran ini bukan bagian dari hirarki hukum di Indonesia, beda dengan pp atau dengan perda.
Ditambahkan Agung dalam keterangannya, kebijakan pengupahan yang tidak sesuai aturan di masa lalu ini menjadi penyebab tutupnya pabrik, ditambah lagi wabah corona, jelas memperburuk situasi.
Ditambah dengan banyaknya karyawan yang dirumahkan sampai sudah berbulan-bulan, seperti halnya Ibu Reri, yang dalam pertemuan menangis, dirinya telah 6 bulan dirumahkan dan kedepan kabarnya mengatakan pabrik akan ditutup.
Menteri Ida menyayangkan, katanya persoalan ini kenapa baru sekarang buruh garment mengungkapkannya. Namun aceng mengatakan, buruh garment realitanya memang dituntut untuk bekerja. Produktivitas paling penting karena mereka rata rata bukan pekerja intelektual. Yang dibutuhkan produktivitas mereka.
“Sebagai solusi, Ibu Dita selaku staf khusus menyarankan sepertinya perlu di buka suatu forum yang mana isinya ada kementrian tenaga kerja, Perindustrian. Perekonomian. Kadin. Gubernur. Bupati. Dewan Pengupahan Nasional, dan kedua paguyuban kumpulkan data tentang pabrik pabrik yang akan tutup,” katanya.
Paguyuban mempertanyakan tentang data data ini bukankan ada kemenaker di wilayah? Namun dibalas dengan gelengan kepala.
Dari hasil pertemuan tersebut, Agung mengungkapkan kepada wartawan, pada Senin (8/2/2021) bahwa pertemuan bersama Kemenaker sepertinya sia-sia.
“Kami berencana untuk mengadukan nasib kami berdemonstrasi di sekretariat negara dan kantor presiden,” bebernya. (AVID)