Jakarta (pewarta.co)– Gelar profesor resmi disandang Kapolri Jenderal Pol. H. Muhammad Tito Karnavian, MA, Ph.D, Kamis (26/10/2017 ) pagi.
Pria asal Palembang (Sumatera Selatan) yang banyak meraih segudang prestasi itu dikukuhkan sebagai guru besar ilmu kepolisian, di auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) – Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Prosesi acara pengukuhan guru besar dimulai pada pukul 08.30 WIB, diawali pembukaan sidang oleh Ketua Senat STIK-PTIK, pembacaan surat keputusan Menristekdikti, dan orasi ilmiah Tito Karnavian tentang “Peran Polri Dalam Penanganan Terorisme di Indonesia”.
Diantara undangan yang hadir, tampak antara lain Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Panjaitan, Menristekdikti Moh. Nasir, Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, mantan Kapolri Prof. Dr. Awaloedin Djamin, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo, pengamat pertahanan dan keamanan Dr. Connie Rakahudini Bakrie, seluruh Kapolda, dan aktivis senior Bursah Zarnubi. Hadir juga istri Tito Karnavian, Ir. Tri Suswati beserta salah satu putranya.
Dalam orasi ilmiahnya, Tito memaparkan secara komprehensif perkembangan politik global sejak Perang Dunia I, fenomena menguatnya peran non-state actor, uraian tentang insurgensi sebagai bentuk perang non konvensional dengan menggunakan sumber daya politik dan militer untuk mengambil alih kekuasaan negara, gelombang liberalisme dan konstruktivisme yang berefek pada bangkitnya radikalisme dan terorisme di sejumlah negara, perkembangan terorisme di tanah air, serta peran Polri dalam penanganan terorisme.
Tentang strategi penanganan terorisme, Tito Karnavian antara lain mengacu pada debat antara Marc Sageman dan Bruce Hoffman. Sageman mengklaim bahwa penyelesaian akar masalah lebih penting daripada menindak jaringan teror, sedangkan Hoffman yakin bahwa menghancurkan jaringan dan organisasi, seperti jaringan AI Qaeda, dapat menetralisir gangguan terorisme.
Pada bagian akhir, Tito menyampaikan rekomendasi tentang apa saja pemahaman yang perlu disosialisasikan di masyarakat, penguatan payung hukum dalam penanganan terorisme, koordinasi antar instansi terkait, hingga peningkatan kemampuan personil Brimob dan teknis di lapangan. Tito juga mengajukan rekomendasi agar Polri mempunyai Pusat Pengkajian Radikalisme dan Terorisme yang dapat dijadikan salah satu kajian di STIK-PTIK.
Tito menutup orasi ilmiahnya dengan mengutip kata-kata Joseph Stycos dalam buku Louis Richardson: What Terrorists Want: “If theory without policy is for academics, then policy without theory is for gamblers.” (Jika teori tanpa kebijakan adalah untuk para akademisi, maka kebijakan tanpa teori adalah untung-untungan). Tito tidak menerjemahkan kata for gamblers sebagai para penjudi, tapi ia perhalus dengan istilah untung-untungan
Maka, kata Tito: “Jadilah praktisi yang juga akademisi agar membuat kebijakan yang dilandasi analisis akademik yang kuat, bukan untung-untungan.”
Tito Karnavian adalah Kapolri kedua yang bergelar profesor. Kapolri pertama yang menyandang gelar Profesor adalah Jenderal Polisi (Purn) Prof. Awaloedin Djamin, Ph.D, yang dikukuhkan sebagai guru besar tidak tetap oleh FISIP Universitas Indonesia pada 12 Juni 1982. Pidato pengukuhan guru besar Awaloedin Djamin berjudul Praktek Administrasi Negara Republik Indonesia dan Perkembangan Ilmu Administrasi.
Ahli Penanganan Terorisme
Penanganan terorisme adalah salah satu spesialis Tito Karnavian. Ia meraih gelar Ph.D. dengan predikat Magna Cum Laude pada tahun 2013 dari S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapore, di bidang Strategic Studies dengan interes pada Terrorism and Islamist Radicalization. Sedangkan gelar Master of Arts (MA) di bidang Police Studies, diperoleh Tito dari University of Exeter, United Kingdom, pada tahun 1993.
Disertasi doktor (S-3) Tito di Nanyang Technological University, kemudian dibukukan dengan judul “Explaining Islamist Insurgencies: The Case of al-Jamaah al-Islamiyah and the Radicalisation of the Poso Conflict, 2000-2007“, dan diterbitkan pada tahun 2015 oleh penerbit kelas dunia, Imperial College Press, London.
Buku karya Tito tentang terorisme lainnya adalah “Indonesian Top Secret: Membongkar Konflik Poso”, yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pada 2008. Selain topik terorisme, Tito juga membuat beberapa buku dan karya tulis di jurnal internasional tentang kepolisian dan demokrasi.
Materi dalam buku dan karya tulis Tito Karnavian di berbagai jurnal internasional, tentu tidak terlepas dari pengalaman yang ia peroleh selama bertugas di kepolisian sejak lulus Akpol tahun 1987 dengan predikat terbaik dan meraih Bintang Adhi Makayasa, hingga menjabat Kapolri sejak 13 Juli 2016.
Selama bertugas di kepolisian Tito Karnavian banyak menangani kasus bom dan terorisme di berbagai wilayah Indonesia. Kasus bom menonjol yang pernah ia tangani lebih dari 14, antara lain kasus bom BEJ, Bom J.W Marriot (2003), Bom Bali II (2005), Bom pasar Tentena Poso (2006), Bom Hotel Ritz Carlton dan J.W. Marriott, Jakarta (2009), hingga Bom Bunuh Diri di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat (2016), saat ia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Sedangkan kasus terorisme menonjol yang pernah ia tangani, antara lain operasi pengungkapan latihan paramiliter teroris di Aceh (2010), dan Operasi Tinombala dalam rangka Pemberantasan Jaringan Teroris Santoso, Poso, Sulteng (2016).
Perwira Polisi Komplit
Karir Tito Karnavian di kepolisian sesungguhnya tidak hanya berkutat menangani kasus bom dan terorisme. Penugasan yang pernah ia jalani sangat beragam, di satuan reserse, Kapolsek, Kapolres, Sespri Kapolda, Sespri Kapolri, Densus 88 Bareskrim Polri, Asrena Polri, Kapolda Papua dan Metro Jaya, terakhir Kepala BNPT ((Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebelum diangkat menjadi Kapolri.
Dengan prestasi akademis yang cemerlang dan pengalaman berdasarkan penugasan yang beragam itu, Tito bisa disebut sebagai perwira polisi yang komplit: cemerlang di bidang akademis sekaligus tangguh dan punya sederet prestasi sebagai praktisi.
Ketangguhan Tito sebagai akademisi sekaligus praktisi, tercermin dari sederet prestasi dan penghargaan yang pernah ia raih. Saat mengikuti pendidikan di PTIK (1996), Tito adalah lulusan terbaik peraih Bintang Wiyata Cendekia, juga peserta terbaik Lemhannas RI PPSA XVII (2011) peraih Bintang Seroja. Sepanjang karirnya sebagai polisi, ia telah menerima 11 Satyalencana, Bintang Bhayangkara Pratama dari Kapolri, serta Bintang Bhayangkara Nararya dan Bintang Bhayangkara Utama dari Presiden RI.
Yang lebih hebat, Tito tiga kali mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa (KPLB), yakni dari Komisaris Polisi (Kompol) menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (2001), dari Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) menjadi Komisaris Besar Polisi (2005), dari Komisaris Besar (Kombes) menjadi Brigadir Jenderal Polisi (2010).
Diantara lulusan Akpol angkatan 1987, ada beberapa orang yang sudah menembus bintang dua, yakni Irjen Pol. Arief Sulistyanto kini Asisten SDM Kapolri, Irjen Pol. Royke Lumowa (Kakorlantas Polri), Irjen Pol. Lucky Hermawan (Wakabaintelkam Polri), dan Irjen Pol. Agung Budi Maryoto (Kapolda Jabar). Tito Karnavian (Kapolri) menyandang empat bintang, menyalip beberapa angkatan di atasnya.
Dalam sebuah acara ramah tamah dengan pemain klub sepakbola Bhayangkara FC yang dihadiri Kapolri, belum lama ini, Irjen Pol. Royke Lumowa secara terbuka memuji kecerdasan Tito Karnavian sejak menjadi Taruna Akpol.
“Taruna Akpol yang lain belajar setengah mati, sementara Pak Tito belajarnya tenang-tenang saja, cukup berkeliling dari kelompok belajar yang satu ke kelompok yang lain,” kata Royke. Tito Karnavian hanya senyum simpul mendengar cerita Royke.
Irjen Arief Sulistyanto, teman satu barak Tito Karnavian di ksatrian Akpol, mengaku mendapat tugas khusus saat diangkat menjadi Asisten SDM Kapolri yang bertanggung jawab atas pembinaan personil anggota Polri di seluruh Indonesia.
Menurut Arief, jajaran Polri saat ini melakukan sejumlah langkah perbaikan atau reformasi untuk mewujudkan visi Kapolri Tito Karnavian yang disebut Promoter (profesional, modern, terpercaya). Intinya, untuk mendapatkan kepercayaan publik atau public trust, polisi menyadari harus semakin kompeten, berintegritas, mengayomi masyarakat, juga tegas dalam penegakan hukum sehingga memberi rasa aman, kepastian hukum, dan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Secara internal, kata Arief, langkah penting yang telah dilakukan Polri di masa kepemimpinan Tito Karnavian adalah menindak tegas anggota yang melanggar hukum, meningkatkan kualitas penyidik melalui sertifikasi, dan para pengelola SDM di semua level sudah meneken komitmen bebas KKN.
Sedangkan untuk memberi pelayanan yang lebih cepat ke masyarakat, sejumlah Polda dan Polres telah memperkenalkan aplikasi panic button, menerapkan sistem online dalam perpanjangan SIM, STNK, BPKB, termasuk tilang secara online.
Dalam rangka semakin mendekatkan polisi dengan masyarakat, Tito Karnavian rajin bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan tokoh agama. Ia juga sering datang memenuhi undangan ceramah atau diksusi dari perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakatan.
Dalam catatan Sayangi.Com, sejak menjabat Kapolri, Tito sudah memberikan kuliah umum di 20 lebih perguruan tinggi, diantaranya Universitas Jayabaya, UIC, UNJ, Untirta Serang, Unair Surabaya, UTM Bangkalan, Untan Pontianak, Universitas Indonesia, UGM, ITB, dan UIN Raden Fatah Palembang.
Akhirul Kalam, selamat untuk Profesor H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. Teruslah berprestasi dan mengabdi untuk kejayaan negeri.(sc/red)