Medan (pewarta.co) – Penasihat hukum (PH) terdakwa Yenny, Johannes M Turnip, menduga pimpinan PT Bank Mega Regional Sumatera Utara (Sumut) dan pegawai PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) Cabang Medan terlibat dalam kasus penggelapan senilai Rp8,6 miliar.
Hal ini diutarakannya saat diwawancarai awak media di depan Ruang Sidang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (21/4/2025) sore, seusai membacakan nota pembelaan (pleidoi).
“Ada yang namanya teori agregasi dan teori kekuasaan, di mana akibat dari kesalahan surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang tidak dibuat, itu merupakan suatu kesalahan dari koorporasi atau perusahaan. Maka, ada direksi yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Dalam hal ini, pihaknya menganggap pimpinan Bank Mega bertanggung jawab penuh karena tidak adanya dasar hubungan kerja untuk melakukan aktivitas Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) terhadap PT Kejar.
Lebih lanjut, Johannes pun menyebut pegawai PT Kejar bernama Irvan Rihza Pratama juga harus diproses hukum karena diduga ikut terlibat dalam kasus penggelapan ini.
“Sesuai dengan dakwaan dan setelah pembuktian yang cukup panjang, serta fakta persidangan, maka sudah selayaknya sebenarnya pegawai dari PT Kejar ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi dua alat bukti,” ujarnya.
Ia pun menjelaskan dua alat bukti yang sudah terpenuhi tersebut di antaranya ialah keterangan para saksi di persidangan dan adanya perbantuan dalam melakukan tindak pidana dari pegawai PT Kejar tersebut.
“Tentu kita meminta proses terhadap semua pihak, bukan hanya kepada Bank Mega dan PT Kejar. Jadi, kita pertanyakan juga pengawasan Bank Indonesia terhadap hal ini,” tutur Johannes.
Menurut Johannes, dalam kasus ini kliennya menjadi tumbal. Sehingga, ia pun berharap majelis hakim PN Medan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada Yenny.
“Tentunya kita berharap kepada majelis hakim untuk bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam hal ini seperti pleidoi yang kami sampaikan bahwa kami minta bebas. Karena ini bukan murni kesalahan terdakwa, melainkan kesalahan pimpinan Bank Mega dan PT Kejar,” tuturnya.
Johannes pun mengeklaim dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya, yaitu Pasal 374 Jo. Pasal 64 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 3 maupun 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak terbukti.
“Pada intinya, substansi pleidoi kita tadi berbicara bagaimana surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang dibuat oleh PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan itu tidak berdasarkan hukum atau sudah kadaluarsa. Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum atau dasar dari hubungan kerja antara PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan,” ujarnya.
Diketahui, dalam kasus ini, Yenny dituntut 10 tahun penjara oleh JPU pada Kejaksaan Negeri Belawan. Jaksa menilai Yenny telah memenuhi unsur melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
Adapun dakwaan alternatif kesatu yang dimaksud tersebut, yakni Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (red)