Sumut, Pewarta.co
Kepariwisataan merupakan salah satu program pemerintah pusat yang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Program Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) 10 daerah wisata yang akan terus dibangun oleh Pemerintah Pusat. Salah satu dari 10 KSPN ada di Sumatera Utara tepatnya kawasan Danau Toba.
Melihat keseriusan Pemerintah Pusat terhadap pengembangan kepariwisataan di Indonesia, Lembaga Kajian Masa Depan Indonesia (LKMDI) melihat potensi lainnya yang perlu menjadi bahan kajian dan pembahasan serius. LKMDI juga meyakini bahwa untuk menjalankan dan menyukseskan agenda dan program KSPN Danau Toba tidaklah dapat di selesaikan dalam waktu dekat. Perlu banyak pihak yang terlibat dan memikirkan keberlangsungan pembangunan KSPN Danau Toba, ditambah posisi Wisata Danau Toba saat ini sudah dikategorikan sebagai Destinasi Superperoritas.
LKMDI berupaya ikut terlibat dalam penyuksesan pembangunan KSPN Danau Toba dengan melahirkan satu konsep strategis pembangunan yang bertujuan untuk membangun kepariwisataan di Sumatera Utara yang lebih baik dan terintegrasi dengan Program Kepariwisataan Nasional. Gagasan atau Konsep pembangunan yang dimaksud ialah Pembangunan Kawasan Punggung Kabupaten DESIKA Sebagai Segitiga Emas Penyangga KSPN Danau Toba.
Pembangunan DESIKA merupakan upaya dan terobosan pembangunan kepariwisataan dengan fokus pada kawasan punggung kabupaten yang berfungsi sebagai penyangga KSPN Danau Toba. DESIKA sendiri merupakan akronim dari 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Deli Serdang, Simalungun dan Karo. Wilayah yang menjadi fokus pembangunan , meliputi Kecamatan STM Hulu, Gunung Meriah di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun dan Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo.
Secara geografis keempat wilayah kecamatan tersebut saling berhubungan, bertemu sebagai punggungnya kabupaten. Jika ditarik garis dalam peta wilayah, titik punggung kabupaten diwilayah itu dapat digambarkan sebagai segitiga. Didalamnya terdapat potensi kepariwisataan yang hampir sama, ditambah lagi potensi dalam pertanian, perikanan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, DESIKA sebagai jalur transit atau rest area kepariwisataan memungkinkan menjadi satu rute alternatif strategis menuju Induk
Kepariwisataan KSPN Danau Toba.
Rute yang mungkin dilalui oleh wisatawan lokal, nasional maupun internasional diantaranya melalui Bandara Kuala Namo- Tj.
Morawa- Patumbak- STM Hilir- STM Hulu- Barus Jahe – Seribu Dolok. Kedua, Medan-Deli Tua- STM Hilir-STM Hulu- Gunung Meriah-Seribu Dolok.
Jalur Transit atau rest area kepariwisataan maksudnya adalah lokasi wisata dimana nantinya wisatawan akan dimanjakan dengan spot-spot kepariwisataan, pertanian, perikanan dalam perjalanan sebelum atau sekembalinya dari Danau Toba. Hal itulah yang mendasari DESIKA disebut sebagai”Segitiga emas penyangga KSPN Danau Toba”
Secara karakteristik budaya, penduduk di wilayah tersebut sangat heterogen sebagai dampak terjadinya pertemuan budaya, bahasa, dan perilaku hidup yang saling berhubungan sejak dulu kala.
Jika dilihat dari sudut pandang sejarah, Kawasan DESIKA memiliki potensi sejarah yang masih belum dieksplorasi dengan serius. Padahal wilayah tersebut menjadi salah satu lintasan peradaban dan kehidupan, berdasarkan keterangan penduduk lokal pada saat LKMDI melakukan tinjauan ke lapangan.
Sebagai upaya mengurangi ketimpangan dalam pembangunan di Sumatera Utara, pembangunan Kawasan Punggung Kabupaten DESIKA sebagai Segitiga Emas Penyangga KSPN Danau Toba menjadi penting untuk mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat dan mendorong terjadinya pemerataan pembangunan.
Konsep pembangunan kawasan DESIKA sendiri akan menjadi nomenklatur kepariwisataan oleh pemerintah pusat dengan status Destinasi Penyangga KSPN Danau Toba. Dengan demikian, keberpihakan dan dukungan program dan anggaran dari masing-masing pemerintah kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat sangat dibutuhkan. ()
Penulis, Andi Junianto Barus (Direktur Eksekutif LKMDI)