Medan (Pewarta.co) – Tidak lama lagi para investor di pasar modal Indonesia akan menutup tahun 2021 dan menggantikannya dengan tahun Macan Air 2022.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution menuturkan, hingga pertengahan Desember 2021 pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari level 5.979,07 pada 30 Desember 2020 menjadi ke level 6.662,87 atau menguat 11,44% (YTD) per 13 Desember 2021.
“Fluktuasi terjadi sepanjang tahun sebagaimana karakter dari perdagangan saham,” kata Pintor, dalam keterangan tertulis diterima Pewarta.co, Jumat (17/12/2021).
Ia menyebut, sempat menyentuh titik terendah di level 5.760,58 pada 19 Mei 2021, untuk kemudian bergerak naik kembali dengan riak-riak kecil sampai sedang. Tentu saja, menurutnya, fluktuasi IHSG yang mencerminkan pergerakan harga saham ada yang mendatangkan capital gain kepada para investor saham.
“Namun pasti ada saja yang mengalami kebakaran, alias portofolionya berwarna merah. Portofolio adalah saham-saham yang dimiliki seorang investor,” tukasnya.
Ia menjelaskan, warna merah menggambarkan kerugian dalam bentuk potential loss, sedangkan warna hijau menunjukkan keuntungan atau potential gain. Keduanya masih berupa potensi yang belum terealisasi sampai investor benar-benar melakukan aksi jual untuk mendapatkan capital gain atau cut loss jika melakukan penjualan saat mengalami potential loss.
Pintor mengungkapkan yang perlu dilakukan menjelang akhir tahun. Menurutnya, ada tiga langkah yang perlu dilakukan para investor. Pertama, melakukan evaluasi. Kuartal terakhir setiap tahun merupakan waktu bagi para investor untuk kembali melakukan evaluasi atas portofolio investasi.
“Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, mengevaluasi perkembangan hasil investasi. Langkah berikutnya adalah mencari informasi mengenai outlook pasar finansial, sehingga bisa melakukan penyesuaian komposisi portofolio,” katanya.
Selanjutnya, mengevaluasi apakah komposisi portofolio saat ini masih sesuai dengan jangka waktu dan tujuan investasi yang ingin dicapai.
Setelah evaluasi dilakukan, maka hasilnya akan menjadi dasar untuk melakukan rebalancing.
“Contoh, di awal tahun komposisi portofolio Anda sebanyak 70% saham dan 30% obligasi. Pada kuartal ketiga menjelang akhir tahun ternyata potential gain saham melebihi keuntungan dari investasi di obligasi, sehingga dari total dana investasi ditambah potential gain berubah menjadi 90% dana dalam bentuk saham, dan 10% dana obligasi,” rincinya.
Pada proses evaluasi ini, investor harus memperhatikan apakah dana investasinya telah berkembang sesuai dengan harapan dan tujuan keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika posisi portofolio sudah berubah, maka harus disesuaikan kembali pada awal tahun.
Kedua, melakukan penyesuaian portofolio untuk memenuhi tujuan keuangan. Untuk mengatur portofolio agar sesuai dengan kebutuhan keuangan dan profil risiko masing-masing investor, bisa berdiskusi dengan penasihat keuangan yang ada di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening, atau dibantu penasihat keuangan independen.
Menurutnya, seiring berjalannya waktu perubahan dapat terjadi pada profil risiko, portofolio investasi, tujuan, dan jangka waktu investasi. Oleh karena itu perlu dilakukan rebalancing portofolio secara berkala untuk menjaga agar portofolio kita tidak menyimpang dari profil risiko, serta tujuan dan jangka waktu investasi.
Rebalancing portfolio bisa dilakukan dengan cara pemindahan (switching) antar kelas aset, ataupun penambahan dana baru secara berkala (dollar cost averaging). Dalam tahap ini, perlu menyesuaikan pilihan produk investasi dengan profil risiko masing-masing investor.
“Bagi investor dengan profil risiko moderat yang ingin mengejar ketertinggalan, bisa memasukkan sedikit porsi saham untuk menggenjot imbal hasil pada portofolio,” ujarnya.
Sementara untuk investor yang konservatif, sebaiknya tidak memasukkan produk saham ke dalam portofolionya. Dan untuk investor tipe agresif, bisa mengisi semua portofolio dengan instrumen saham, atau mengalokasikan sedikit ke surat utang negara atau obligasi korporasi sebagai pengaman jika pasar saham sedang terguncang.
Ketiga, pemilihan produk investasi menjelang akhir tahun. Terdapat tiga katalis positif yang mendukung pasar saham. Pertama, fundamental kinerja saham emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang semakin baik, seiring pemulihan ekonomi setelah wabah Pandemi Covid-19.
Kedua, optimisme pemulihan aktivitas investor domestik yang ditunjukkan makin bertambahnya jumlah investor yang bertransaksi di BEI. Ketiga, prospek investasi di masa depan yang memberikan peluang di pasar saham untuk dimanfaatkan oleh para investor untuk mewujudkan tujuan keuangan jangka panjangnya. (gusti/red)