Medan (Pewarta.co)-Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo mengungkapkan, ancaman terbesar yang dihadapi orangutan saat ini adalah kehilangan habitat.
Padahal, masa depan satwa endemik berstatus Critically Endangered atau kritis itu sangat mempengaruhi masa depan umat manusia. Begitupun sebaliknya.
Hal itu dikatakan Panut saat memberi materi pada pelatihan jurnalistik lingkungan yang digelar Sumatera Tropical Forest Journalism di Explore Sumatera Sei Bingai, Langkat, Sumatera Utara, Selasa (24/5/8/2021).
“Ancaman terbesar orangutan adalah hilangnya habitat mereka,” ujar Panut.
Panut memaparkan peta yang memperlihatkan penyusutan habitat orangutan dari waktu ke waktu. Melihat berbagai faktor, Panut bahkan pesimis habitat orangutan mampu bertambah secara signifikan. Di sisi lain, invasi manusia terus berkembang.
“Maka melihat itu, saya sering bilang bahwa peningkatkan habitat itu tidak mungkin, tapi kerusakan sudah pasti,” kata Panut.
Panut menuturkan pengalamannya saat mendapati sejumlah individu Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) di luar dataran rendah.
Selama ini, orangutan biasa hidup di dataran yang berada di bawah 500 meter dari permukaan laut. Akan tetapi, terdapat jenis orangutan yang juga hidup di tempat yang lebih tinggi. Seperti Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Namun, Orangutan Sumatera kebanyakan tinggal di dataran rendah. Penemuan Panut itu mengisyaratkan adanya migrasi orangutan ke tempat yang lebih tinggi.
“Jadi bisa saja lama-lama orangutan nanti sampai hidup di dataran tinggi karena habitatnya di dataran rendah sudah habis,” kata Panut.(AVID)