Medan (Pewarta.co) – Isu lingkungan hidup dan perubahan iklim selalu menjadi topik yang penting untuk dibahas secara regional dan global. Sebab, bumi yang menjadi satu-satunya tempat bergantungnya manusia harus dijaga dengan baik dengan kesadaran yang tinggi. Ini mengingat perubahan iklim yang sekarang ini cukup memprihatinkan.
Manager The Climate Reality Project Indonesia, Dr. Amanda Katili Niode mengatakan lingkungan hidup dan perubahan iklim menjadi dasarnya manusia, rumah satu-satunya yang dimiliki manusia yang disebut sebagai The Blue Planet yang menjadikan para aktivis lingkungan bergerak dari berbagai negara karena Bumi ada batasnya dan mulai berusaha mempelajari mengenai apa yang sedang terjadi di Bumi ini terutama perubahan iklim.
“Perubahan iklim ini menjadi masalah lokal, regional dan global. Situasinya sekarang kita hanya punya satu Bumi tempat kita bernafas dan mengambil air secara gratis sehingga kita tidak peduli sumber daya alam tanpa mempedulikan generasi yang akan datang. Ditambah dengan banyaknya kegiatan manusia sehingga banyak, mengeluarkan gas-gas atau bahan kimia dengan karbon yang menyebabkan pemanasan global sehingga iklim berubah memang proses berubah sangat lama dan berdampak pada kehidupan dan penghidupan,” katanya dalam diskusi yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) secara virtual, Sabtu (9/10/2021) dengan tema climate change, bahaya lebih besar dari Covid-19.
Lanjutnya, Bumi yang telah diselimuti oleh atmosfer banyak gas tadi menyebabkan lapisan Bumi semakin tebal. Sinar matahari yang seharusnya masuk akhirnya keluar lagi akibat ada gas-gas yang makin banyak terperangkap di bumi maka bumi makin panas. Dan memang tahun-tahun terpanas berdasarkan catatan yakni tahun 2000 an.
“Jadi makin kesini makin panas. Maka 2021 ini juga sangat panas,” sebutnya.
Berdasarkan buku yang cukup populer yang pernah dibaca Dr. Amanda berjudul The Final Warning bercerita tentang menghitung dampak bumi makin panas 1 derajat bila dibandingkan dari tahun revolusi industri (1850 an) maka kebakaran hutan dan badai semakin banyak.
“Jadi, kalau naik suhunya di 3 derajat maka dunia akan kehabisan makanan dan jutaan orang akan terancam kelaparan. Bagaimana pula kalau naik 6 derajat maka akan terjadi kepunahan massal. Bumi akan punah. Jadi peradaban bisa punah.
Nah, paling mengerikan perbedaaan cuaca di 2020 tepatnya Amerika pada saat musim dingin dan musim panas di Australia suhunya sampai 90 derajat celcius bedanya, padahal diwaktu yang sama. Itulah disebut perubahan iklim. Tentunya banyak sekali kasus di Indonesia salah satunya yakni Siklon Seroja di NTT, kekeringan dan banjir juga yang lainnya. Kalau bumi makin panas maka kebakaran akan makin banyak,” terangnya.
Apalagi saat ini di Indonesia yang paling tinggi emisi gas yang keluar dari sektor kehutanan dan sektor energi. Berdasarkan data dari BMKG Indonesia semakin lama makin meningkat suhu di Indonesia. Bahkan, menurut para peneliti kira-kira tahun 2060 cuaca akan meningkat 2,2 derajat celcius. Bisa berdampak di Indonesia musim kemarau akan lebih panjang dan musim hujan lebih pendek tapi intens.
Bila dikaitkan dengan kesehatan akan lebih berbahaya akan saling terkait mulai dari penyakit menular, cuaca ekstrim, air kesehatan mental, polusi udara dan termasuk yang paling terkena imbasnya pada lansia dan anak-anak yang mempunyai gangguan kesehatan mental lalu penyakit menular dari hewan yang baru muncul ke manusia seperti Covid-19 yang sekarang sudah dirasakan.
“Memang hingga saat ini apakah perubahan iklim menyebabkan Covid-19? belum ada bukti sampai sekarang. Tetapi mempengaruhi cara kita untuk menanggulangi yang terkena dampak pandemi. Bagaimana kita merawat mereka kalau kita sedang kena banjir atau sedang badai dan lainnya,” katanya.
“Jadi ini saatnya kita kita harus bisa berbuat. Maka gaya hidup tentunya harus dirubah. Sumber-sumber gas-gas yang keluar dari kegiatan manusia seperti industri, dari pertanian dan terutama transportasi bisa diperlambat atau dengan mitigasi yakni memperlambat proses perubahan iklim ini atau adaptasi bagaimana melindungi manusia dan ruang agar agar tidak berdampak buruk. Atau kita tidak mau berbuat apa-apa sehingga bisa memusnahkan manusia. Maka, secara global seluruhnya harus bersatu untuk merubah atau menjaga iklim ini,” pungkasnya. (gusti)