Jakarta (Pewarta.co)-Baru saja diselenggarakan seminar yang membahas pemanfaatan limbah atau abu bakaran batu bara, yang populer dengan sebutan FABA, Fly Ash Bottom Ash. Seminar yang dihelat pada Jumat, (9/4/2021) ini, dilangsungkan atas kerja sama Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), komunitas penggunanya seperti PT Bukit Pembangkit Innovative (BPI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Selama ini belum banyak yang mengetahui atau bahkan memahami FABA. Apa itu FABA, Fly Ash Bottom Ash? FABA merupakan limbah padat hasil pembakaran batu bara di pembangkit listrik tenaga uap, boiler, dan tungku industri untuk bahan baku konstruksi.
FABA selama ini dimasukkan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun, atau B3. Namun, sejak Februari 2021 lalu, pemerintah menghapusnya dari golongan limbah B3. Presiden Joko Widodo sudah menanda tangani Peraturan Pemerintah ( PP) Nomor 22 Tahun 2021 yang mengeluarkan FABA dari golongan limbah beracun dalam kategori B3.
MKI dan BPI selama ini gigih memperjuangkan betapa FABA sangat bisa dimaanfaatkan untuk bahan baku konstruksi, semen, bahkan bisa untuk pertanian dan perkebunan. Ringkasnya, FABA bisa dimanfaatkan untuk industri berat, menengah dan ringan.
Seminar dengan pola virtual melalui zoom-meeting ini secara umum dimaksudkan sebagai sosialisasi dan pencerahan kepada masyarakat, dan secara khusus ditujukan kepada para pelaku ekonomi.
Webinar yang diselenggarakan MKI, BPI dan PWI ini menjadi bagian dari Forum PWI Jaya Series, mengambil tema “Mengoptimalkan Pemanfaatan FABA untuk Pembangunan Ekonomi”.
Setelah sambutan dari Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari di Sekretariat PWI Pusat, webinar “Mengoptimalkan Pemanfaatan FABA untuk Pembangunan Ekonomi” ini dibuka resmi oleh Ketua Umum Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) Wiluyo Kusdwiharto secara virtual.
“Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia mengapresiasi dukungan jajaran PWI atas legalitas yang didapat FABA sebagai limbah yang tidak beracun, sebagaimana sudah ditetapkan oleh pemerintah,” ucap Wiluyo Kusdwiharto, yang tak lupa menyapa jajaran pimpinan PWI Provinsi yang juga hadir secara daring.
Sri Andini, Komisaris Utama PT Bukit Pembangkit Innovative (BPI), menjadi satu-satunya pembicara yang hadir secara offline di PWI Pusat, antara lain bersama Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah dan Irmanto, wakil ketua bidang kesra PWI Jaya yang juga ketua panitia kegiatan Forum PWI Jaya Series ini.
PT BPI sendiri adalah perusahaan penyedia listrik swasta, dan memiliki PLTU di Lahat, Sumatera Selatan. Sri Andini, 64 tahun, adalah inisiator sekaligus pendiri BPI ini.
Webinar yang juga disajikan secara live melalui facebook PWI DKI Jakarta ini menampilkan empat pembicara. Tiga pembicara lainnya di samping Sri Andini adalah Dr.Eng Januarti Jaya Ekaputri, ST, MT (Dosen ITS, peneliti pemanfaatan FABA untuk infrastruktur), Dr.Ir.Nani Hendiarti, M.Sc (Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi), dan Prof.Dr.Ir.H Fachrurrozie Sjarkowi, M.Sc (Akademisi, pengamat masalah lingkungan hidup). Diskusi menarik ini dipandu oleh Brigita Manohara, presenter TvOne, yang mampu menghidupkan suasana diskusi.
“Terima kasih kepada Bapak Joko Widodo yang telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 itu, yang memastikan FABA bukan lagi bagian dari limbah atau bahan beracun dan berbahaya, B3,” papar Sri Andini seusai webinar.
Tentunya, kata dia, saya juga berterima kasih kepada pimpinan PWI, baik di pusat dan daerah yang turut melakukan pencerahan dan menyososialisasikan pemanfaatan FABA ini.
“Terus terang saya senang menggandeng PWI. Pada berbagai kesempatan dan acara-acara pertemuan PWI saya membahas permasalahan limbah B3, khususnya FABA yang tak lagi dikategorikan limbah B3,” papar Sri Andini.
Atas kegigihannya memperjuangkan FABA ke luar dari B3, Sri Andini dan Wiluyo Kusdwiharto dianugerahi “PWI Jaya Award”, penghargaan prestiseus untuk individu, figur atau tokoh dari berbagai latar belakang, yang dinilai memberi kontribusi besar dan berjasa di bidangnya masing-masing. Anugerah “PWI Jaya Award” kepada keduanya diserahkan oleh Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah dan Ketua Panitia Tetap (pantap) “PWI Jaya Award” Cak Herry Sarsongko Ludiro.
Sri Andini menjelaskan, meski sudah ada PP Nomor 22 Tahun 2021, namun harus terus dilakukan sosialisasi bahwa FABA bukan limbah beracun. “Regulasi itu harus terus disosialisasikan. Bahwa FABA tidak lagi masuk kategori B3. Sosialisasi ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu seminar-seminar dan penelitian. Hasilnya kemudian dipublikasikan agar masyarakat tahu,” ujar Sri Andini.
“Saya sebagai komisaris utama PT BPI melihat bahwa biaya penanganan FABA sangat besar sekali karena FABA dikategorikan sebagai limbah B3, bahan beracun dan berbahaya,” terang Sri Andini.
Ia menjelaskan, bertahun-tahun mencari informasi detail mengenai limbah batu bara hasil pembakaran PLTU ini, dan mendapatkan hasil bahwa di Cina, Jepang, AS, bahkan Singapura, tidak mengkategorikan FABA sebagai limbah B3.
“Saya meminta staf BPI melakukan uji laboratorium pada berbagai lembaga penelitian. Kesimpulannya, FABA tidak mengandung zat-zat beracun seperti Mercury dan zat-zat beracun lainnya,” ujar Sri Andini.
Kesimpulan tersebut tentunya menjadi kabar baik bagi Sri Andini dan kalangan lain yang sudah memanfaatkan FABA. Pasalnya, Sri Andini masih mendapatkan info bahwa beberapa PLTU tidak bisa beroperasi karena FABA-nya melebihi jumlah yang diizinkan. Padahal, di sisi lain, rakyat sangat membutuhkan listrik.
“Saya senantiasa gelisah dan berpikir, alangkah akan mahal biaya pembangkitan listrik ini akibat pengelolaan limbah B3 yang sangat mahal. Hal ini akan menghambat rencana pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur bidang penyediaan energi,” terang komisaris utama PT BPI itu.
Berpikir untuk tujuan nasional, Sri Andini bertekad terus maju, melakukan sesuatu yang berarti tentang pemanfaatan limbah batu bara tersebut. Misalnya, bagaimana ia terus melakukan komunikasi dengan para ahli dan mantan direksi PLN untuk membuat aliansi limbah batu bara. Aliansi ini menyuarakan kebenaran atau fakta bahwa FABA tidaklah beracun. Bahkan di Cina FABA digunakan untuk berbagai keperluan seperti batako atau bahan bangunan kualitas tinggi; pembuatan semen, gipsum, dan sebagai material utama dalam pembuatan jalan-jalan yang berkualitas tinggi. Juga berbagai produk lainnya.
“Saya sudah mengunjungi sejumlah tempat pemanfaatan FABA di Cina,” kata Sri Andini.
Komisaris Utama PT Bukit Pembangkit Innovative ini menjelaskan lebih jauh, betapa ia, misalnya, melakukan sesuatu untuk BPI sendiri agar bisa dilihat PLTU lainnya di Indonesia.
“BPI melakukan uji laboratorium tentang kandungan zat-zat yang ada pada FABA. Kami juga meminta bantuan Prof.Dr.Ir.Facrurrozie, M.Sc dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang untuk melihat pemanfaatan zat-zat tersebut, di antaranya adalah sebagai bahan untuk penyubur tanaman atau pupuk, kemudian sebagai bahan untuk menurunkan kadar keasaman air, untuk bahan pengeras jalan, dan lain lagi,” Sri Andini menjabarkan.
Yang sudah direalisasikan, sambungnya, adalah pembuatan batako.
“Mesin atau peralatan pembuatannya sudah dibeli, sekarang sedang diurus izinnya,” katanya.
Di samping itu, urai Sri Andini, FABA BPI sudah rutin digunakan dalam pembuatan Semen Baturaja walau jumlahnya masih sedikit. Saat ini FABA BPI juga sedang diteliti pakar dari ITB untuk dimanfaatkan untuk bahan penurunan air asam di tambang batu bara PT BA.
“Masih banyak rencana saya untuk mengoptimalkan pemanfaatan FABA secara nasional,” ujar Sri Andini berbinar-binar. (ril)