Riau (Pewarta,co) – Kepala Bidang Investigasi DPP LSM Komunitas Pemberantas Korupsi, Zosa Wijaya SH, mendesak Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani perkara kasus dugaan gratifikasi (suap) Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin (Terdakwa) harus berani memberikan sanksi tegas kepada saksi, Riki Rihardi SSTP MSi yang memberikan keterangan tidak benar (palsu), Kamis (03/09/2020). Pasalnya, Riki yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagai saksi telah memberikan pernyataan yang meleset dalam keterangannya di BAP penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Semua jelas terlihat dan terbukti keterangan-keterangannya Riki Rihardi yang tidak berkualifikasi sebagai saksi. Bahkan hampir semua keterangan yang diberikannya diduga kesaksian palsu yang patut ditindak tegas. Karena dia, Riki sebagi saksi tersebut sebelum menyampaikan kesaksian dihadapan hakim, sudah disumpah, kata Zosa Wijaya .
Ditegaskan Zosa, saksi yang terbukti memberikan keterangan palsu di depan sidang patut diduga sebagai saksi bohong atau palsu. Dimana pidana bagi saksi yang memberikan keterangan palsu sebagaimana termaktub dalam pasal 242 ayat (2) KUHP dapat dipidana dengan hukuman penjara 7 tahun, katanya.
Sementara, pakar hukum pidana Dr. Muhammad Nurul Huda, SH. MH menyikapi persoalan sikap kesaksian Riki yang diduga palsu atau bohong dihadapan hakim tipikor PN Pekanbaru menerangkan, “Saksi punya kewajiban untuk bicara dengan benar dan ada resiko bagi saksi yang tidak bicara benar,” dimana Riki ini bisa diancaman dengan Pasal 22 jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ujar Dosen Pascasarjana UIR ini.
Diketahui, Riki Rihardi bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (03/09/2020). Camat Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis itu dihadirkan oleh JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangannya dalam perkara yang membuat Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin sebagai Terdakwa di Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru.
Dugaan peristiwa perkara, terkait kasus gratifikasi dari dana proyek jalan paket Duri-Sei Pakning yang dikerjakan oleh PT Citra Gading Asritama (CGA) senilai Rp498 miliar lebih dan gratifikasi dari dua orang pemilik pabri sawit (PT.Mustika Agung Sawit Sejahtera dan PT.Sawit Anugrah Sejahtera).
Riki Rihardi SSTP MSi yang merupakam mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setda Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau itu diketahui merupakan adik kandung Amril Mukminin (Terdakwa).
Dalam persidangan, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Feby Dwi Andospendy SH menanyakan soal penggledahan yang dilakukan oleh tim KPK di rumah Dinas Bupati Bengkalis beberapa waktu lalu. Dimana saat itu, Riki Rihardi tinggal di Rumah Dinas Bupati Bengkalis.
Pada waktu penggledahan, ditemukan uang sebanyak Rp805 juta di kamar yang saudara tempati di rumah dinas Bupati Bengkalis, dengan rincian uang Rp100 ribu 5.000 lembar, Rp50 ribu 6.100 lembar ditemukan di belakang lemari di kamar saudara. Itu uang apa? tanya KPK.
“Itu uang pak Amril yang diserahkan secara bertahap kepada saya,” jawabnya.
“Untuk apa uang itu,” tanya jaksa KPK lagi.
“Kepentingan bantuan untuk anak yatim dan fakir miskin,” jawab Riki.
Tidak sampai disitu, jaksa KPK juga menanyakan terkait buku berwarna merah muda yang disita oleh tim KPK saat penggeledahan. Yang mana isinya tentang catatan keuangan dan kegiatan Penunjukan Langsung (PL).
“Betul itu ada,” tanya jaksa KPK.
“Betul,” jawab Riki singkat.
KPK lantas mengejar Riki mengenai uang Rp805 juta yang disimpannya di belakang lemari di kamarnya. Penjelasan mengenai uang hampir Rp1 miliar itu juga dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat dirinya diperiksa sebagai saksi oleh KPK. Dimana, di dalam BAP itu, Riki mengaku bahwa uang yang dimaksud miliknya.
“Saat saya di BAP saya teringat abang saya, Amril Mukminin, yang sudah menjaga saya dari kecil. Saya bermaksud meringankan dan membantu abang Saya. Makanya Saya sampaikan saat di BAP itu uang Saya,” terangnya.
“Di BAP, uang itu saya bilang uang yang saya kumpulkan dari hasil PL (Penunjukan Lansung). Termasuk uang terima kasih dari Adrizal, salah satu kontraktor di Bengkalis, setelah selesai kerjakan PL,” sambungnya.
Mendengar hal itu, jaksa KPK langsung menanyakan mengenai BAP yang disusun penyidik KPK saat Riki diperiksa sebagai saksi. Terkait hal ini, Riki mencabut BAP-nya.
“Jadi mana yang benar,” tanya jaksa KPK.
“Yang saya sampaikan hari ini,” jawab Riki.
Mendengar pernyataan Riki tersebut, Jaksa KPK langsung mengingatkan Riki mengenai adanya ancaman bagi seorang saksi yang memberikan keterangan palsu. “Keterangan saudara ini aneh bagi saya. Sulit dimengerti. Nanti kami nilai lagi,” ujar Jaksa KPK.
Tidak sampai disitu, Feby kemudian menanyakan mengenai Adrizal yang disebut sebagai kontraktor di Bengkalis.
“Kenapa kambing hitamkan Adrizal,” tanya Feby.
“Itu yang terpikir,” jawab Riki.
Jaksa KPK kemudian menanyakan uang yang disimpannya di belakang lemari.
“Kenapa disimpan di belakang lemari,” tanya Feby Dwi Andospendy.
“Itu yang paling aman menurut saya,” jawab Riki.
Riki ini bisa diancaman dengan Pasal 22 jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (Enam Ratus Juta Rupiah).
Dalam surat dakwan kedua yang disusun JPU KPK, saat awal persidangan terungkap, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari kedua pengusaha sawit yaitu PT.Mustika Agung Sawit Sejahtera dan PT.Sawit Anugrah Sejahtera.
Uang diterima terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200 dengan jumlah sebesar Rp23 miliar lebih. (J.LBS/red)