Medan (Pewarta.co)-Seratusan buruh dari 31 elemen melakukan aksi demo ke Kantor Gubernur Sumut di Jalan Diponegoro Medan, Selasa siang (8/8/2023).
Massa buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Berjuang untuk Keadilan (GEBRAK) Sumut ini diantaranya, GSBI, SBSI 1962, SBNI dan SPSI.
Para buruh menuntut pemerintah mencabut UU No 6 tahun 2003 tentang Cipta Kerja.
Dalam orasi yang digelar oleh Ketua, Sekretaris dan beberapa Pengurus Serikat Buruh menyuarakan sejumlah tuntutan, termasuk meminta kepada Gubernur Sumut menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan UMK tahun 2024, naik 50 persen.
Ketua DPD Serikat Buruh Indonesia Sumut Ahmad Syah FN mengatakan, kedatangan massa ke kantor Gubernur Sumut membawa tuntutan bagaimana Presiden Jokowi bisa mencabut UU No 6 tahun 2003 tentang Cipta Kerja, karena buruh melihat UU itu pro terhadap investasi, tetapi mengabaikan hak-hak kaum buruh di Indonesia.
“Bukan kita anti investasi, tetapi kita berharap lahirnya suatu UU yang memberikan jaminan kepastian kerja, jaminan hak dan upah layak, serta jaminan kepastian hukum yang memberikan efek jera terhadap perusahaan yang jahat yang tidak memberlakukan aturan tersebut,” katanya.
Massa juga meminta kepada Kadisnaker Sumut agar benar-benar memilih petugas di lapangan khusus untuk UPT Pengawasan yang benar-benar menjalankan kerja yang benar, karena angka kecelakaan kerja semakin tinggi terjadi.
“Saat ini banyak hak-hak buruh termasuk Jamsoste perusahaan yang tidak menjalankan peraturan akibat tupoksi pegawai pengawas tidak maksimal bekerja atau karena tenaga yang minim,” katanya.
Kedua, meminta kepada pemerintah agar mencabut UU Omnibus Low Kesehatan yang baru disahkan, karena muatan dari UU Omnibus Low dinilai tidak memberikan hal yang baik dalam peningkatan jumlah dokter spesialis di dalam negeri. Begitu juga dengan biaya kesehatan yang tinggi hendaknya dibuat rendah, kemudian fasilitasi kesehatan khususnya alat-alat medis pada RSU yang ada hendaknya dilengkapi.
Begitu juga keberadaan RSU jangan menumpuk di kota-kota, harus tersebar di seluruh daerah termasuk jumlah tenaga medis agar banyak sehingga memberikan manfaat. Tetapi nyatanya UU Omnibus Low Kesehatan ini dinilai justru memberi celah dokter asing praktek di dalam negeri ini,” teriaknya.
Ahmad juga menyoroti dan meminta kepada pemerintah untuk memberikan jaminan stok ketersediaan gas elpiji 3 kg, karena belakangan terjadi kelangkaan. Dalam hal ini buruh sebagai konsumen gas elpiji 3 kg mengalami kesulitan mendapatkan.
Oleh karenanya bukan hanya ketersediaan gas yang harus ada, tetapi gas dapat dibeli dengan harga murah, karena upah buruh di tahun belakangan ini mengalami penurunan daya beli. Meski angka bertambah, tetapi daya beli semakin turun itu menjadi soal bagi pertumbuhan ekonomi.
Menurut Ahmad, aksi itu juga sebagai rangkaian aksi nasional yang puncaknya 10 Aguatus di Jakarta. Terkait rencana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan dikeluarjan, kaum buruh berharap MK dalam hal ini benar-benar menetapkan keputusannya dari kebutuhan rakyat Indonesia khususnya kaum buruh. Keputusan MK itu bisa membatalkan dan mencabut UU No 6 tahun 2003 karena tidak layak dijadikan UU.
“Kalau MK tidak dipenuhi maka buruh, tetap melakukan perjuangan perbaikan sosial ekonominya. Kalau seandainya diputuskan MK tidak sesuai dengan kebutuhan kita, maka akan ada perjuangan berikutnya dengan turun ke lapangan,” tutupnya. (red)