Medan (Pewarta.co) – Kepala Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara, Budi Cahyanto, memastikan isu beras oplosan yang tengah ramai di tingkat nasional tidak terjadi di wilayah Sumut. Penegasan itu disampaikan langsung Budi Cahyanto kepada wartawan di Medan, Kamis (31/7/2025).
Ia pun menyatakan bahwa seluruh distribusi dan penjualan beras di Sumut dikawal ketat.
“Isu beras oplosan memang jadi perhatian secara nasional, tapi kami pastikan tak beredar di Sumut,” tegasnya.
Budi menjelaskan, kualifikasi beras premium ditentukan dari tingkat patahan (broken) 0–15 persen, sedangkan beras medium maksimal 25 persen. Jika di atas itu, maka masuk kategori di bawah medium.
Ia menuturkan, seluruh pihak ketiga yang ditunjuk untuk menjual beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) juga tunduk pada aturan ketat, termasuk larangan membuka segel. Jika terbukti melanggar, sanksinya tak main-main, denda hingga Rp250 juta dan ancaman pidana lima tahun penjara.
“Dengan sanksi seberat itu, sangat rentan kalau ada yang coba-coba mengoplos,” ujarnya.
Untuk memastikan distribusi beras SPHP berjalan tepat sasaran, Bulog memanfaatkan enam jalur utama yang dirancang efektif dan terkendali. Penyaluran dilakukan melalui toko pengecer dan outlet binaan pemerintah daerah, termasuk kios pangan dan Rumah Pangan Kita (RPK) yang telah diverifikasi.
“Saat ini, tercatat ada 1.625 RPK yang aktif menyalurkan beras SPHP,” sebutnya.
Distribusi juga menggandeng koperasi desa dan kelurahan, outlet BUMN seperti PT Pos, PTPN, RNI, dan PIHC, serta digelar langsung lewat Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai titik. Tak ketinggalan, gudang-gudang dan kantor Bulog sendiri turut menjadi titik penyaluran.
“Dengan saluran distribusi ini, kami bisa menjangkau sekitar 16–17 persen kebutuhan bulanan masyarakat Sumut yang mencapai 110.000 ton,” jelasnya.
Sejak peluncurannya pada 12 Juli 2025, penyaluran beras SPHP telah menembus lebih dari 300 ton, dengan target bulanan sebesar 15.700 ton. Untuk menjaga kestabilan harga di pasaran, GPM kembali akan digelar serentak pada 9–10 Agustus mendatang.
Setiap warga diperbolehkan membeli maksimal dua kantong (10 kg), sementara untuk wilayah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal), kuota pembelian ditingkatkan hingga 50 kg per orang.
Dalam kesempatan itu, Budi juga mengungkapkan kondisi penyerapan gabah dari petani. Saat ini, harga gabah di tingkat petani telah mencapai Rp6.500 per kg.
“Kalau harganya di atas itu, Bulog memang tidak menyerap, karena pemerintah mendorong agar petani mendapatkan harga terbaik,” katanya.
Dari target serapan 21.200 ton tahun ini, Bulog belum melakukan pembelian dalam sebulan terakhir karena harga gabah di lapangan relatif tinggi.
“Kondisi ini tetap kami pantau, karena tujuan akhir kami adalah menjaga stabilitas harga sekaligus melindungi kesejahteraan petani,” pungkasnya. (gusti)