Medan (Pewarta.co)-Kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) kian terorganisir. Bahkan tidak jarang, kasusnya terjadi lintas negara (Transnational Crime).
Perlu sinergitas lintas lembaga untuk mengungkapnya. Namun yang terpenting adalah untuk meminimalisir angka kasus yang terus ada.
Peran jurnalis tentunya cukup penting dalam mengawal berbagai kasus atau pun penindakan di lapangan. Publikasi yang masif akan menjadi salah satu cara untuk mengampanyekan soal bahaya kejahatan TSL. Baik bagi keberlangsungan ekosistem dan isinya.
Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) dan Yayasan Orangutan Sumatra Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) beraudiensi kepada Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, di kantor mereka, Jalan Suka Eka, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Rabu (1/9/2021).
Kedua lembaga non-pemerintah ini langsung bertemu dengan Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera, Subhan.
Dalam paparannya, YOSL-OIC menghimpun data Tindak Pidana Kehutanan (Tipihut) sepanjang 2015 – 2021. Angkanya masih cukup tinggi.
Dalam kurun waktu itu tercatat ada 52 kasus Tipihut. Sebanyak 24 kasus sudah dijatuhi vonis hukuman, selebihnya menjalani pembinaan. Ada 92 pelaku yang ditangkap, 37 di antaranya vonis penahanan.
Kasus perburuan satwa liar menempati angka tertinggi. Jumlahnya mencapai 38 kasus. Sedangkan kasus pembalakan liar dan perambahan hutan, jumlahnya masing-masing 8 dan 6 kasus.
“Selama ini YOSL-OIC terus berupaya memberikan dukungan dalam hal penindakan di lapangan. Begitu juga untuk pencegahan. Baik dari sisi sosialisasi kepada masyarakat hingga patroli bersama petugas yang berwenang,” ujar Ketua Dewan Pembina yang juga pendiri YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo.
Ke depan, kata Panut, kolaborasi lintas lembaga ini perlu digalakkan. Sehingga semakin ada efek jera kepada para pelaku. Paling tidak bisa semakin mengurangi angka kasus.
Direktur STFJ Rahmad Suryadi dalam kesempatan itu juga mengatakan, lembaganya siap mengawal kasus-kasus TSL yang ada. Bahkan hingga pada tahap pengadilan.
“Kami di STFJ adalah sejumlah jurnalis yang concern pada isu-isu lingkungan. Harus ada publikasi yang baik terkait isu ini. Sehingga masyarakat perlahan bisa teredukasi. Bisa memahami pentingnya menjaga alam tetap lestari,” ungkapnya.
Rahmad pun berharap, STFJ bisa dilibatkan dalam pengungkapan berbagai kasus TSL yang ada. Sehingga para jurnalis bisa menggali narasi yang lebih dalam lagi terkait upaya pemberantasan perdagangan TSL.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Subhan mengapresiasi apa yang dilakukan oleh STFJ dan YOSL-OIC. Subhan pun menilai pentingnya peran STFJ dalam mengawal isu-isu lingkungan.
“Kehadiran STFJ ini sangat baik. Ke depan kita bisa sama-sama bersinergi untuk mengawal kasus-kasus TSL,” ungkap Subhan.
Soal sinergi lintas lembaga ini, kata Subhan, sangat penting dilakukan untuk memburu aktor intelektual dalam suatu kasus. Belakangan, modus kejahatan TSL pun kian berkembang. Bahkan hingga pada pemanfaatan media sosial. Ini juga yang menjadi salah satu tantangan Gakkum dalam melakukan penindakan.
Dalam penanganan kasus, kata Subhan, pihaknya lebih memprioritaskan pada pengungkapan aktor intelektual. Sehingga bisa lebih memberikan dampak yang luas. Meskipun, para pelaku lapangan tetap dilakukan penindakan.
“Intinya bagaimana kami selesaikan persoalan. Jangan cuma sekadar selesaikan pekerjaan,” jelasnya.
Subhan pun tidak menutup kemungkinan akan melibatkan para jurnalis dalam pengungkapan kasus. Sehingga pengawalannya berjalan optimal.(red)