Medan (Pewarta.co) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I Medan berinisiatif mendatangi Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Medan.
Kedatangan KPPU Kanwil I dipimpin Kepala Kantor Wilayah I KPPU Medan Ridho Pamungkas disambut Kepala Bagian Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Kota Medan, Alexander Sinulingga yang didampingi Kepala pembinaan dan Advokasi Kario Darminto Harahap beserta tim.
Kunjungan itu dilakukan dalam upaya pencegahan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Tender dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, sekaligus mempererat kerjasama antara KPPU dengan Pemerintah Kota Medan,
Pertemuan ini juga sebagai tindak lanjut atas temuan indikasi persekongkolan tender oleh KPPU pada pengadaan ‘lampu pocong’ yang secara resmi dinyatakan sebagai proyek gagal oleh Walikota Medan Bobby Afif Nasution beberapa waktu lalu.
Ridho Pamungkas menuturkan, tender yang kompetitif akan menarik minat banyak peserta untuk menawar. Dengan demikian maka Pokja memiliki semakin banyak pilihan untuk mendapatkan penawaran yang terbaik. Dalam pengadaan Lansekap Kota Medan, hanya ada satu penawar untuk tiap paket.
“Memang diperbolehkan, namun jadi tanda tanya, apakah ada persyaratan atau ketentuan yang membatasi, atau tender telah diatur sedemikian rupa, sehingga tidak ada yang memasukan penawaran,” jelas Ridho.
Terkait dengan proses pemilihan penyedia, Ridho mengungkapkan, selama ini KPPU sering mendapati Pokja tidak memiliki kewenangan dalam mendeteksi adanya persekongkolan dalam tender. Akibatnya, terjadi persaingan semu antar peserta tender.
”Salah satu bentuk yang ditandai sebagai persaingan semu adalah keikutsertaan perusahaan fiktif atau perusahaan yang hanya dipinjam yang secara kapasitas teknis dan administratif tidak layak ditetapkan sebagai pemenang,” ujar Ridho.
Menanggapi hal tersebut, Kario Darminto Harahap mengakui kewenangan Pokja hanya sebatas evaluasi terhadap dokumen administrasi tanpa melakukan pemeriksaan fisik terhadap peralatan, personil, dan lain-lain.
“Dulu pernah kami cek fisik peralatan yang akan digunakan oleh peserta. Setelah itu kami dilaporkan ke PTUN, dan kami dikalahkan karena tidak ada kewenangan Pokja untuk memeriksa fisik peralatan,” ungkapnya.
Kario sangat berharap ada regulasi yang melarang adanya pinjam meminjam perusahaan. Dengan adanya regulasi tersebut akan memperkuat posisi pokja untuk menggugurkan peserta yang terbukti hanyalah perusahaan yang disewa atau dipinjam.
”Kami pernah coba membuat database perusahaan kontraktor yang telah terverifikasi, namun peraturan yang baru terkait kemudahan berusaha membuat kami semakin sulit mengetahui mana yang perusahaan biasa dipinjam dan mana yang memang bonafide atau bermodal,” kata Kario.
Sependapat dengan Kario, Ridho menjelaskan bahwa KPPU juga telah beberapa kali memberikan surat saran dan pertimbangan (sarpem) terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah kepada LKPP. Salahsatunya Sarpem terkait Rencana Revisi Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018.
“Salah satu usulan KPPU adalah untuk mengubah ketentuan mengenai pembuktian kualifikasi yang sebaiknya dilakukan di awal proses pengadaan,” kata Ridho.
Menurutnya, hal ini untuk mencegah keikutsertaan perusahaan fiktif yang tidak didukung oleh alamat dan gedung kantor yang representatif, serta dukungan tenaga ahli untuk jenis pekerjaan yang diikuti.
Ridho menyebut, dalam banyak perkara persekongkolan tender yang selama ini ditangani KPPU, ditemukan fakta Pokja tidak melakukan prosedur pembandingan dan klarifikasi terhadap dokumen penawaran peserta tender untuk menyimpulkan adanya indikasi persekongkolan.
”Biasanya Pokja hanya check list kelengkapan persyaratan berdasarkan dokumen yang ada. Padahal dalam dokumen pengadaan sudah dicantumkan terkait indikasi persekongkolan,” ujarnya.
Menutup pertemuan, KPPU mengajak Pokja untuk lebih mencermati berbagai indikasi dalam persekongkolan tender, karena ketika terjadi kegagalan tender, mau tidak mau pokja akan ikut terseret.
Disamping itu, KPPU berharap adanya koordinasi yang lebih intens dengan para stakeholder seperti bagian pengadaan barang dan jasa, guna meminimalisir terjadinya persekongkolan tender. (gusti)