Surabaya (Pewarta.co)- Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, melanjutkan kegiatan resesnya di Jawa Timur dengan mengunjungi Pondok Pesantren Darul ‘Ulum di Desa Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.
LaNyalla juga mengunjungi Pondok Pesantren Al-Mimbar di Dusun Sambongsukuh, Desa Sambongdukuh, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Kamis, (24/2/2022).
Di kedua pondok pesantren tersebut, Senator asal Jawa Timur itu memaparkan pentingnya peran ulama dalam kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelumnya, LaNyalla beserta rombongan terlebih dahulu ziarah ke makam pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari di lingkungan Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. LaNyalla juga melakukan ziarah kubur ke makam Presiden RI Keempat, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di kompleks pemakaman yang sama.
LaNyalla kemudian melanjutkan ziarah makamnya ke makam salah satu pendiri NU yang juga oencipta lagu Syubbanul Wathon, KH Abdul Wahab Chasbullah.
Di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, sebelum menyerap aspirasi Senator asal Jawa Timur itu juga melakukan ziarah kubur terlebih dahulu. Begitu juga ketika tiba di Pondok Pesantren Al-Mimbar.
Di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, LaNyalla diterima langsung oleh Gus Zahrul Jihad atau yang karib disapa Gus Heri dan Gus Zainul Ibad atau yang akrab disapa Gus Ulip. Sementara di Pondok Pesantren Al-Mimbar, LaNyalla ditemui oleh Abdul Hakam yang merupakan kerabat pengasuh Pondok Pesantren Al-Mimbar, KH Imron Rosadi.
Pada kesempatan itu, LaNyalla menyebut jika pesantren memiliki peran yang sangat besar terhadap kemajuan Indonesia.
“Kalau saya ditanya, apa peran pondok pesantren dalam kemajuan Indonesia? Saya akan jawab dengan dua kata saja, yaitu banyak sekali!” tegas LaNyalla.
Dikatakannya, pesantren adalah institusi masyarakat madani yang mandiri. Bahkan, pesantren menjadi problem solver bagi masyarakat.
“Hal ini sudah berlangsung sejak lama. Dahulu, masyarakat akan datang ke pesantren kalau ada yang sakit. Mereka minta doa ke kiai. Masyarakat yang tidak punya beras pun datang ke pesantren. Ada yang punya masalah, minta nasihat kiai, dan seterusnya,” ujarnya.
Masih kata LaNyalla, ulama dan kiai pengasuh pesantren pun memilik catatan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Ulama dan kiai se-Nusantara turut memberikan pendapat dan masukan kepada Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang kemudian menjadi PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
“Termasuk sikap legowo para ulama dan kiai, yang demi keberagaman, setuju mengganti dan menghapus anak kalimat ‘Piagam Jakarta’ yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan kalimat Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,” sambungnya.
Puncak dari perjuangan di masa itu adalah lahirnya Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi itu dikeluarkan 22 Oktober 1945 oleh Kiai Haji Hasyim Asy’ari di Surabaya.
Di era modern, LaNyalla menilai peran pesantren tetap besar. Alasannya, pesantren tetap menjadi prototype institusi masyarakat madani.
“Pesantren hidup mandiri dan masih menjadi solusi bagi masyarakat sekitarnya. Baik solusi pendidikan, maupun solusi untuk menjaga kearifan lokal dalam pembangunan. Dan kalau kita bedah dari analisa ideologi, ekonomi, sosial dan budaya, pesantren masih menjadi institusi yang paling konkret memberikan sumbangsih,” terangnya.
Dari sisi ideologi, kata dia, Pancasila jelas menempatkan Ketuhananan Yang Maha Esa di sila pertama, dan di Pasal 29 ayat 1. Dan ini menjadi domain utama Pesantren sebagai penjaga akhlak dan adab atau moral generasi bangsa ini.
Sementara dari sisi ekonomi, selain sebagai institusi mandiri, pesantren saat ini sudah memasuki ruang ekonomi melalui koperasi pesantren dan usaha-usaha di sektor pertanian, peternakan dan lainnya.
“Apalagi jika pesantren memanfaatkan peluang pasar produk halal yang sekarang sedang digalakkan pemerintah dan sejumlah negara. Sehingga pasarnya bisa menembus manca negara, khususnya negara-negara yang membutuhkan produk halal,” katanya. (ril)