Tapaktuan (Pewarta.co)-Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) mendesak agar BPKP perwakilan Aceh melakukan audit khusus terkait kondisi keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Yulidin Away (RSUDYA) terkait utang yang mencapai Rp48 Milyar pada tahun anggaran 2024.
“Utang tahun anggaran 2024 mencapai sebesar Rp 48 milyar itu tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja walaupun dibayar secara berangsur pada tahun anggaran 2025 oleh RSUDYA. Untuk itu perlu dilakukan audit khusus untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya utang,” ungkap Koordinator GerPALA, Fadhli Irman, Selasa (29/4/2025).
Menurut Irman, utang yang begitu besar ditimbulkan oleh BLUD RSUDYA menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola keuangan, atau dapat dikatakan kondisi keuangan rumah sakit milik Pemkab Aceh Selatan itu tidak baik-baik saja.
“Mengenai wajar atau tidaknya utang tersebut, ada atau tidaknya indikasi penyalahgunaan anggaran atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum tentunya akan terungkap setelah dilakukan audit khusus tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, selama ini untuk pembangunan infrastruktur atau peralatan pada BLUD RSUDYA dominannya juga mendapat kucuran anggaran baik dari APBK maupun APBA atau sumber lainnya diluar pendapatan asli BLUD. Sehingga, peruntukan pendapatan asli BLUD yang bersumber dari layanan jasa medis baik itu BPJS, Askes, Kerjasama operasional pihak ketiga, asuransi lainnya seperti jasa raharja, BPJS Ketenaga Kerjaan ataupun sumber lainnya murni diperuntukkan untuk operasional BLUD seperti insentif tenaga medis, belanja obat, belanja habis pakai dan belanja lainnya.
“Untuk itu, perlu dicek lebih detail dari item belanja mana yang terjadi pembengkakan anggaran, apakah besaran belanja sudah sesuai dengan rencana bisnis anggaran (RBA) atau RBA perubahan yang ditetapkan. Atau apakah utang tersebut murni disebabkan oleh keterlambatan pembayaran premi BPJS atau Alkes atau seperti apa. Begitupun dengan jasa medis, apakah alokasinya sudah benar sesuai kebutuhan atau tidak. Tentunya ketika dilakukan audit khusus nanti akan ketahuan persoalannya dimana sehingga terjadi utang puluhan milyar tersebut,” jelasnya.
Irman juga menyebutkan, salah satu indikasi yang sering terjadi yakni adanya pembengkakan belanja barang habis pakai dan belanja obat yang sehingga tidak lagi sesuai dengan RBA atau RBA perubahan.
Secara logika, lanjut Irman, terjadi peningkatan belanja barang habis pakai dan belanja obat tersebut salah satu penyebab utamanya dikarenakan peningkatan jumlah pasien.
“Jika terjadi peningkatan jumlah pasien, maka pendapatan rumah sakit yang bersumber premi dari BPJS maupun Alkes mengalami peningkatan. Dalam bisnis kesehatan, semestinya peningkatan jumlah pasien semestinya membuat BLUD tersebut semakin untung bukan justru terutang atau defisit ,”sebutnya.
Dia juga meminta agar dicek secara betul apakah kuantitas produk belanja obat dan belanja habis pakai selama ini sudah sesuai atau justru tidak sesuai volumenya. Hal itu bisa dilihat dari catatan kebutuhan pasien yang berobat. “Hal yang tak kalah penting dicek apakah obat yang dibeli oleh manajemen rumah sakit sudah sesuai ketentuan dan melalui persetujuan Komite medis misalkan. Karena modus operandi yang sering terjadi selama ini di dunia medis yakni jumlah pasien tidak mengalami peningkatan tapi biaya belanja obat ditingkatkan dengan membeli obat-obat yang masa kadaluarsanya pendek. Misalkan jika semestinya obat-obat yang dibeli standar masa kadaluarsa minimalnya 1,5 tahun sejak diserahterimakan oleh penyedia ke pihak rumah sakit, namun agar dapat melakukan penambahan biaya untuk belanja obat, maka dibeli obat dengan masa kadaluarsanya 2-3 bulan lagi. Tindakan-tindakan seperti itu disinyalir bisa saja terjadi, untuk itu perlu dicek lebih lanjut,”tegasnya.
Selain belanja barang dan jasa, Irman juga meminta agar dilakukan pengecekan terhadap belanja pelayanan, belanja pegawai pada BLUD RSUDYA tersebut. “Dalam hal ini juga rawan terjadi permainan atau penyelewengan. Misalkan seperti ini apakah pembayaran honor/insentif tenaga kontrak sudah sesuai, atau bisa saja ada tenaga kontrak yang namanya hanya ada di data, tidak pernah bertugas memberikan pelayanan medis atau tugas lainnya tapi mendapatkan insentif secara rutin dan seterusnya. Makanya, semua itu perlu dicek lebih lanjut,” ucapnya.
Kata Irman, audit khusus tersebut bukan karena sebatas mencari siapa yang terindikasi melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau terindikasi korupsi. Namun, hal itu perlu dilakukan untuk memperbaiki tata kelola keuangan BLUD RSUDYA ke depannya, sehingga tak lagi terjadi utang seperti sebelumnya. “Jadi, tak ada hubungan direktur sudah mundur, sekarang yang tinggal hanya pejabat plt. Persoalan keuangan BLUD tetap menjadi tanggung jawab pihak direksi juga manajemen sesuai tupoksi dan tanggung jawabnya pada tahun anggaran saat terjadinya utang dan defisit pada BLUD tersebut,”lanjutnya.
GerPALA berharap BPKP Perwakilan Aceh sebagai auditor internal Pemerintahan tidak hanya diam dan tutup mata terkait kondisi keuangan BLUD RSUDYA yang mengalami utang puluhan milyar itu. “Semoga saja BPKP Perwakilan Aceh lebih peka, dan sesegera mungkin melakukan audit sesuai tugas dan fungsinya sebagai auditor internal pemerintahan termasuk yang berkaitan dengan pengawasan keuangan BLUD, BUMD dan lain-lain,” pungkasnya. (ril)