Medan (pewarta.co) – Meski sawit merupakan tanaman yang populer di Sumatera Utara, namun pengetahuan masyarakat tentang seluruh seluk-beluk sawit masih sangat minim.
“Masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang seluk-beluk sawit ini masih menjadi salah satu tantangan dalam pengembangan sawit untuk terus menjadi penopang utama ekonomi,” ungkap Ketua Forum Wartawan Perkebunan (Forwabun) Sumatera Utara Hendrik Hutabarat di Gedung Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jalan Brigjen Katamso Medan, Kamis (27/6/2019).
Hendrik mengungkapkan hal itu dalam acara Dialog Publik Biodiesel 50 yang dirangkai dengan Deklarasi Forwabun Sumut.
Hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Dinas Perkebunan Sumut Hj Herawati, GM Bahan Tanaman PPKS DR Edy Supriyanto, selaku mewakili Dirut PPKS DR Iman Yani Harahap, Bagian Promosi PPKS Muhamad Akmal Agustira, Dosen Senior USU Erwin Masrul Harahap, Syahrial Pulungan dari Dinas Perkebunan Sumut, dan kalangan mahasiswa dari berbagai universitas di Kota Medan.
Hendrik menilai kondisi itu juga bahkan dinilai menjadi bahan kampanye negatif oleh negara-negara asing seperti uni Eropa untuk melancarkan kampanye hitam tentang sawit.
Padahal, kata dia, banyak sekali hal positif dari sawit yang langsung menyentuh kebutuhan kita dalam menjalani kehidupan.
“Industri hulu hingga hilir sawit seluruhnya menunjukkan bahwa sawit menjadi komoditi utama yang mampu mensejahterakan Indonesia,” ujarnya.
Hendrik mengakui sosialisasi terhadap kelapa sawit mulai dari industri hulu hingga industri hilir menjadi sebuah keniscayaan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang komoditas perkebunan penopang utama ekonomi Indonesia ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Sumut Herawati menegaskan industri sawit mulai dari hulu hingga hilir saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah. Menurutnya salah satu pengembangan utama yakni menjadikan produk dari sawit sebagai bahan untuk menghasilkan energi seperti produksi biodiesel yang tujuannya mengurangi penggunaan BBM yang bersumber dari fosil.
“Ada B20 dan sekarang B30 sedang dikembangkan. Bahkan kedepan para ahli juga sedang mengembangkan B50,” sebutnya.
Dia meyakini jika hal ini berhasil, maka dipastikan sawit Indonesia tidak lagi menggantungkan nilai ekonomisnya dari sisi ekspor CPO.
“Justru nilai ekonomisnya akan semakin tinggi berkat produk turunan yang dihasilkan,” ucapnya.
Bahkan, kata dia, jika sudah menerapkan B100 misalnya, tentu sawit kita tidak perlu ekspor lagi. Karena akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi biodiesel di Indonesia. Sehingga tidak perlu lagi tergantung dari aturan-aturan dari negara lain seperti uni eropa yang masih menolak sawit Indonesia.
Sedangkan GM Bahan Tanaman PPKS, Edy Supriyanto mengatakan Sumatera Utara menjadi salah satu sentra kelapa sawit yang memegang peran penting dalam meningkatkan produksi sawit.
“Keberadaan PPKS senantiasa mendukung berbagai upaya pemerintah untuk mewujudkan peningkatan kualitas sawit,” ujarnya.
Dari sisi keilmuan, kata dia, PPKS menurutnya memiliki peneliti-peneliti yang sangat kompeten dalam mencari peluang apa saja produk yang dapat dihasilkan sawit.
Namun diakuinya hal itu tidak akan sampai kepada masyarakat jika tidak disosialisasikan.
“Dalam hal inilah peranan media massa sangat dibutuhkan,” ucapnya. (gusti/red)