Kisaran (Pewarta.co)-A.H.Y.R dan Partners mendaftarkan gugatan permohonan praperadilan atas penangkapan dan penetapan tersangka oleh penyidik Jatanras Satreskrim Polres Asahan yang disinyalir tidak sesuai prosedur terhadap 3 orang kliennya ke PN Kisaran.
“Pada gugatan kita sebagai termohon I Kapolres Asahan, termohon II Kapolda Sumatera Utara dan termohon III Kapolri,” ungkap Amos Cadu Hina SH, MH, dalam konferensi pers, Senin (9/9/2024) di Kisaran.
Dijelaskan Amos, 3 orang kliennya masing-masing bernama Raya Loberto Gultom (22), Adi Putera Sinaga (25), Daniel Silaban (18). Ketiganya merupakan warga Desa Tomuan Holbung Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan.
Ketiganya ditangkap personil Jatanras Satreskrim Polres Asahan, di Jalan Provinsi Kelurahan Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan, ketika membawa getah karet menggunakan truck colt diesel.
Mereka dibawa ke Mapolres Asahan untuk diperiksa. Ketiganya sempat ditahan satu malam, lalu ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 107 huruf d Jo. Pasal 111 UU RI Nomor 39 Tahun 2014, tentang Perkebunan dan Pasal 263 ayat (1) ke-4e Pasal 480 KUHP.
Penyidik lalu meningkatkan pemeriksaan ke tingkat penyidikan, serta mengirim SPDP ke Kejari Asahan atas nama Adi Saputra Sinaga, Raya Loberto Gultom, pada hari maupun tanggal yang sama yakni 19 Agustus 2024.
Lanjut Amos, hasil penelusuran diketahui penangkapan didasari adanya laporan dari Wahyudi. perwakilan perusahaan perkebunan PT BSP. Namun anehnya, laporan dibuat setelah kliennya ditangkap. Selain itu, menjadi kejanggalan surat penangkapan terhadap kliennya tanpa dilekati tanggal keluar surat.
Menurut Amos, pengenaan pasal terhadap kliennya tentu harus didasari bukti-bukti kepemilikan karenanya bisa diketahui siapa yang berhak (legal standing). Berdasarkan data dan dokumentasi yang diperoleh, izin HGU PT BSP sudah habis dan sampai saat ini diperpanjang oleh pemerintah, sehingga perusahaan tersebut secara otomatis tidak memilki hak atas tanah dimaksud.
Amos menyebutkan, terkait pasal yang dikenakan pada kliennya, haruslah didasari bukti-bukti permulaan seperti bukti kepemilikan lahan berupa izin usaha dan HGU. Andai hal itu tidak bisa diperlihatkan, maka tidak ada kewenangan polisi melakukan penangkapan.
Amos menambahkan, pengenaan pasal secara tidak sah memanen, memungut hasil perkebunan tidak berdasar atas hukum. Hal tersebut dikarenakan, lokasi pengambilan getah karet oleh kliennya, masih milik nenek moyang mereka, dan tidak ada pihak lain person atau badan hukum, yang mempunyai hak atas tanah dimaksud.
“Kita ragu penyidik memenuhi 2 alat bukti untuk menetapkan status tersangka. Jika benar, maka penangkapan dan penetapan tersangka klien kami tidak sah. Selain itu, merupakan tindakan sewenang-wenang dan melanggar hak azasi masyarakat, serta bertentangan dengan azas kepastian hukum,” tegasnya.
Terkait hal ini, Kasat Reskrim Polres Asahan AKP Rianto, ketika dikonfirmasi wartawan, Selasa (10/9/2024) mengatakan, praperadilan merupakan hak tersangka.
Namun, katanya, untuk kasus ini dirinya memastikan penyidik telah memenuhi 2 alat bukti, sebelum dilakukan penetapan tersangka.
“Sudah terpenuhi, ada pelapor, saksi dan barang bukti. Kita tunggu saja persidangannya, karena kewenangan hakim memutuskan sah atau tidaknya penetapan tersangka itu,” ucapnya.(mora)