Manado (pewarta.co) – Aneh bin ajaib. Seperti permainan sulap saja, setelah gedung kos-kosan mewah selesai dibangun, tiba-tiba papan informasi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung tersebut langsung terpasang. Fenomena sim salabim abrakadabra IMB yang serta-merta terpasang di gedung setelah kelar dibangun itu hanya terjadi dan boleh berlaku pada bangunan gedung kos-kosan mewah milik Ketua PN Manado, Djamaluddin Ismail, SH, MH. Yang bersangkutan memang seorang hakim yang hebat!
“_Don’t try it at home_ Sobat. Berani coba, gedung Anda langsung rata oleh bulldozer petugas Satpol-PP. Pemasangan papan informasi IMB setelah bangunan sudah jadi itu hanya boleh dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum jagoan yang saat ini menjabat Ketua PN Manado,” ujar Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, Kamis, 23 Desember 2021.
Pemasangan IMB di dinding depan bangunan kos-kosan mewah yang berada di Jl. Pomurow, Kelurahan Banjer, Kecamatan Tikala, Kota Manado, Sulawesi Utara itu dilakukan karena ramainya pemberitaan yang mempertanyakan keabsahan pembangunan gedung tersebut. Beberapa persoalan yang mencuat atas munculnya gedung yang menelan biaya pembangunan lebih dari 1,5 miliar rupiah ini antara lain terkait sumber dana pembangunan yang cukup fantastis [1], status kepemilikan tanah, persyaratan teknis dan administratif bangunan gedung, serta IMB.
Beberapa waktu lalu, wartawan mengkonfirmasi soal IMB itu ke pemiliknya, Djamaluddin Ismail, SH, MH, dan dijawab ‘sudah ada’. Ketika ditanya mengapa tidak dipasang papan informasi terkait IMB bangunan tersebut, sang Ketua PN Manado menjawab pernah terpasang namun sudah rusak, lapuk, dan hancur. Sebuah alibi yang oleh anak TK saja dengan mudah memahaminya sebagai alasan asbun belaka. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, papan informasinya sudah hancur. Terbuat dari apakah papan informasi IMB gedung kos-kosan mewah itu? Kardus!
“Gedung selesai terbangun, IMB-pun muncul dan bertengger manis di dinding depan bangunan. Suatu trik mempermaikan aturan hukum yang cukup cantik yang menunjukan sikap arogan seorang penegak hukum yang bisa berbuat seenaknya di negeri ini. Sementara, bagi masyarakat biasa, hal seperti itu pasti mendapatkan sanksi, dari sanksi administratif, denda, hingga bangunan dirobohkan petugas dan pidana,” tambah Lalengke yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu dengan perasaan miris.
Pihak-pihak terkait perizinan dan pengawasan terhadap aktivitas pendirian bangunan gedung di Kota Manado pun seakan tak berdaya terhadap oknum hakim yang (tidak) mulia itu. Mereka terlihat gamang dalam menyikapi masalah ini, diduga tidak pernah mempertanyakan tentang pembangunan gedung usaha kos-kosan tersebut.
Bahkan, setelah publik ramai mempertanyakan keberadaan bangunan ini, para pihak terkait –dengan alibi “sesama forkompinda harus saling menjaga perasaan”– terkesan berkolaborasi saling bantu dengan pemilik gedung kos-kosan agar persoalan yang ditanyakan masyarakat dapat terjawab dengan sempurna. Hal itu dapat dilihat dari munculnya plang informasi IMB bangunan itu secara tiba-tiba saat publik mempertanyakannya. Masyarakat dapat saja berasumsi bahwa IMB buru-buru dibuatkan agar sang konco sesama forkompinda bebas dari peranyaan kritis warga.
Merespon dugaan tersebut, Wilson Lalengke mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat ke-2 ke Pemerintah Kota Manado melalui Kepala Dinas PM-PTSP (Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Kota Manado yang meminta data lengkap berupa salinan dokumen persyaratan yang bertalian dengan penerbitan IMB atas gedung kos-kosan itu. “Kita sudah kirim surat permohonan informasi kedua ke Pemkot Manado, meminta salinan berkas-berkas dokumen persyaratan penerbitan IMB. Ini penting sekali untuk memastikan bahwa tidak terjadi proses ‘industrialisasi hukum’ dalam persoalan pembangunan gedung kos-kosan milik Ketua PN Manado itu,” beber lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, ini.
Lalengke kemudian menjelaskan juga bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka masyarakat berhak atas informasi terkait data-data dan informasi lengkap atas bangunan gedung kos-kosan Ketua PN Manado itu. “Kasus gedung kos-kosan ini telah menjadi perbincangan publik Kota Manado dan sudah menjadi isu nasional, sehingga Pemerintah Kota Manado berkewajiban untuk memberikan informasi secara komprehensif terkait masalah tersebut kepada masyarakat,” jelasnya.
Dalam suratnya yang kedua, Wilson Lalengke juga meminta kepada Kadis PM-PTSP, Jimmy Charles Rotinsulu, agar memberikan segala informasi dan data atau salinan dokumen terkait dengan persetujuan tetangga dan persyaratan lengkap pendirian bangunan gedung dimaksud. “Kita meminta keterangan terkait persetujuan sempadan bangunan itu, serta semua informasi dan data yang menjadi persyaratan teknis dan administratif pendirian gedung kos-kosan itu sebagaimana dimaksudkan pada Bab IV, Pasal 7 sampai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002,” imbuhnya.
Informasi dan data yang lengkap dan detail tersebut, sambung Lalengke, diperlukan dalam rangka mengklarifikasi informasi dari warga masyarakat yang selama ini mengklaim bahwa tanah tempat gedung kos-kosan itu didirikan adalah termasuk dalam wilayah tanah milik keluarga besar mereka, yakni keluarga almarhum Pahlawan Nasional, Laksamana Pertama TNI-AL John Lie [2].
Menutup keterangannya, tokoh pers nasional yang anti korupsi itu mengatakan bahwa apabila Pemerintah Kota Manado tidak bersedia memberikan data dalam bentuk salinan dokumen persyaratan yang dipersyaratkan dalam pembangunan gedung kos-kosan milik Djamaluddin Ismail tersebut, maka pihaknya akan mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Publik. “Tidak boleh ada yang abu-abu terkait pejabat publik, kita yang gaji mereka. Termasuk celana dalam istrinya Ketua PN Manado itu dibelikan oleh rakyat. Karena itu rakyat berhak dan harus mengawasi serta mengontrol mereka, kita berhak tahu darimana dia dapat uang untuk bangun gedung kos-kosan mewah itu,” tegas Wilson Lalengke. (APL/Red)