MEDAN (pewarta.co) – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan Anugerah Karya Cipta Dokter Indonesia kepada 10 orang dokter peneliti terbaik di Indonesia. Di mana, DR. Dr. Umar Zein, DTM&H, Sp.PD, KPTI, salah satu finalisnya.
Penganugerahan ini dilaksanakan IDI pada Gala Dinner AKCDI 2019, yang berlangsung di Hotel Sheraton Gandaria City, Jakarta, Sabtu (26/10/2019) malam.
Torehan prestasi yang diraih Ketua Prodi FK UISU ini yakni atas keberhasilannya dalam penelitian cacing pita jenis Taenia Asiatica dengan panjang sekitar 10,5 meter lebih dari seorang warga Negeri Mariring, Silau Kahean, Simalungun, bernama Kalekson Saragih (64).
“Alhamdulillah… pencapaian ini merupakan kesuksesan bersama Tim Peneliti Fakultas Kedokteran UISU pada 2017 silam yang lalu saat kami melakukan penelitian cacing pita di Simalungun,” ungkap owner Klinik Penyakit Tropik yang berada di Jalan Denai itu.
Pria yang baru saja meluncurkan film pendek Surat Cinta Buat Tegar ini, tak menyangka penelitiannya masuk menjadi finalis penelitian terbaik.
“Saya ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya melakukan penelitian ini. Ke depan, kita berkeinginan adanya anggaran pemerintah untuk mengalokasikan pembelian obat praziquantel, karena penelitian kita kemarin harus membeli obat tersebut ke Vietnam dan kita berkeinginan agar permasalahan cacing pita di Sumut khususnya di Simalungun ditekan hingga menjadi nol,” harapnya sembari menjelaskan pemeriksaan molekuler terhadap ruas cacing pita ini sudah dilakukan di Jepang.
Seperti yang diwartakan sebelumnya, Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran UISU yang kini menjabat Dekan, dr Indra Janis MKT, menyatakan pihaknya tidak sekadar menemukan cacing terpanjang yang berhasil dikeluarkan dari tubuh penderita, akan tetapi pihaknya bersama Ketua Tim Peneliti Fakultas Kedokteran UISU Dr Umar Zein, Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran UISU Alamsyah Lukito dan staff pengajar UISU, dr Ismurizal serta Analis Kesehatan, Sahat Siregar, datang ke lokasi untuk mengobati para penderitanya.
“Ini bukan siapa duluan atau perlombaan penemuan cacing terpanjang, akan tetapi penemuan pada hari ini memang terpanjang. Ini merupakan rekor bagi para peneliti FK UISU yang dipimpin Dr Umar Zein,” sebut dr Indra.
Indra mengatakan dari hasil penemuan cacing pertama dengan kedua ada ditemukan perbedaan secara morfologinya. Makanya untuk memastikannya, Tim FK UISU akan mengirimkan sampelnya ke laboratorium klinik penyakit tropik dan infeksi. Sedangkan PCR akan dikirimkan ke Universitas Udayana.
“Fakultas Kedokteran UISU dalam hal ini mendukung tim peneliti untuk melakukan penelitian secara Biologi Monokuler. Karena jenis cacing pita mungkin berbeda spesiesnya dengan negara lainnya yang pernah ditemukan. Artinya mungkin dari peneliti katanya bahwa jenis cacing pita kedua ini berjenis Taenia Asiatica Simalungun, dan itu mudah-mudahan itu dapat kita buktikan,” tutur Indra.
“Apabila dari hasil penelitian tersebut menjelaskan ada kecocokan, maka FK UISU lah yang pertama menemukan jenis cacing pita tersebut,” imbuhnya kembali seraya menjelaskan secara makroskopis dan mikroskopis, ini adalah Taenia Asiatica yang memiliki cabang uterus rata-rata 16 dan 17 pasang.
Di lokasi yang sama, dr Umar Zein menuturkan kunjungan tim FK UISU ke puskesmas untuk memastikan kondisi kesehatan yang menderita cacing tersebut sudah sembuh. Sedangkan obat yang diberikan kepada 100 orang warga, untuk melakukan pencegahan dan pengobatan.
Sementara itu, dr Sri Rahayu petugas medis Puskesmas Nagori Dolok mengucapkan terimakasih atas bantuan dari FK UISU dalam membantu masyarakat terutama dengan adanya bantuan obat-obatan yang diberikan.
Senada dengan itu, Kalekson Saragih warga Desa Nagori Maliring, menyatakan sangat berterimakasih dengan adanya bantuan obat-obatan yang diberikan.
Katanya, ia sangat menderita selama 25 tahun lamanya untuk mencari obat atas sakit yang dideritanya. Hingga akhirnya ia bertemu dengan tim FK UISU, setelah meminum obat yang diberikan akhirnya cacing pita sepanjang 10,5 meter keluar dari dalam tubuhnya.
Dirinya menyadari, bersarangnya cacing pita di perutnya itu dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan khas batak Simalungun yang disebut Hinasumba atau daging babi setengah masak.
“Hinasumba ini makanan khas batak Simalungun. Daging babi itu dipotong-potong kecil, terus disiram air panas, habis itu dicampurkan dengan perasan kulit kayu (sikam). Itulah yang kami makan di sini,” bebernya.
Dengan adanya temuan ini, dirinya mengaku akan berhenti mengonsumsi daging babi tanpa dimasak dengan matang.
“Sudahlah. Tak mau lagi aku makan itu. Nanti aku juga bilang ke keluargaku agar jangan makan daging tanpa dimasak dan bukti cacing itu juga akan kutunjukkan,” jelasnya. (fit)