Medan (Pewarta.co)-Akademisi Sumut, Teguh Satya Wira menegaskan Walikota Medan wajib mundur dari jabatannya apabila telah ditetapkan sebagai calon gubernur.
Selain itu, menurut Teguh, Bupati Asahan, Surya yang berpasangan dengan Walikota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut juga harus mundur dari jabatannya.
“Ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan pasangan ini sabagai Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumut 2024, maka keduanya wajib mundur,” tegas Teguh dalam dialog publik yang diselenggarakan Gerakan Masyarakat Nusantara dan Aktual Grup dengan tema ‘Menggagas Transformasi Positif’ di Coriz Kafe, Jalan HM Jhoni Medan, Selasa, (10/9/2024).
Dalam dialog yang dihadiri oleh Anggota KPU Sumut, Kotaris Banurea dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sumut, Aswin Diapari Lubis serta akademisi sosial politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar, Teguh Satya Wira meminta penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu jangan salah menafsirkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 tahun 2024 Ayat 2 Huruf O.
“Ini special cash. Bupati enggak berhenti dan walikota tidak berhenti kalo di daerah yang sama. Ini konyol jadinya. Tidak ada celah lagi, Bobby dan Surya wajib mundur dari jabatannya sebagai walikota. Dia masuk wilayah lain, yakni otoritas kekuasaannya lebih tinggi,” jelas Teguh.
Untuk itu, Teguh menegaskan, ia mewakili masyarak Sumut meminta ketegasan dan kearifan penyelanggara Pemilu dalam menyikapi persoalan ini.
“Kita minta ketegasan Bawaslu dalam menjalankan tugas-tugas pengawasannya. Jika nanti Walikota Medan dan Bupati Asahan tidak mundur dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut pada Pilkada 2024 ini, maka kita akan menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Shohibul Anshor Siregar yang didaulat sebagai narasumber dalam dialog tersebut menyampaikan bahwa KPU dan Bawaslu tidak perlu berbeda pendapat soal PKPU Nomor 8 tahun 2024 Ayat 2 Huruf O itu.
“Regulasi ini merugikan atau tidak ?. Sejatinya, regulasi itu dibuat memberikan kesempatan bagi semua orang untuk kalah dan menang. Nah, dalam hal ini, Bobby dan Surya diuntungkan oleh regulasi. Mari kita sama-sama berpikir,” kata Shohib.
Selain itu, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, hal-hal seperti inilah yang telah memangkas dan menunjukkan bahwa Demokrasi Indonesia ‘Muallaf’.
“Demokrasi Indonesia dipangkas dan dirampok oleh Partai Politik. Demokrasi Indonesia sedang ‘Muallaf’.
29 tahun demokrasi Indonesia tetap muallaf. Karena hanya sebatas demokrasi procedural,” katanya.
Sementara itu, anggota KPU Sumut, Kotaris Banurea mengatakan bahwa Walikota Medan serta Bupati Asahan tidak perlu mundur dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut.
“Berdasarkan PKPU 8 tahun 2024 Ayat 2 Huruf O, Bobby Nasution tidak harus mundur dari jabatannya ketika ditetapkan menjadi calon tetap. Penafsirannya ialah, masih di wilayah yang sama yaitu masih di Provinsi Sumut,” kata Kotaris.
Kendati demikian, katanya, pihaknya dalam hal ini KPU hanya sebatas menjalankan regulasi.
“Kami hanya sebatas menjalankan regulasi. Tapi begitupun, kami masih mendiskusikan ini. Tafsirnya masih wilayah yang sama. Tidak harus mundur,” pungkasnya.
Berbeda dengan Kotaris, Ketua Bawaslu Sumut, Aswin Diaapari Lubis justru menyatakan Walikota Medan serta Bupati Asahan yang bertarung sebagai Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut harus mundur dari jabatannya.
“PKPU 10 2024 menyatakan harus mundur. Kendati demikian, pemahaman soal Bobby dan Surya harus mundur masih dikonsultasikan ke Bawaslu RI. Tujuannya agar tidak ada pemahaman keliru terkait pemaknaan wilayah lain,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua PW Ikatan Sarjana Alwasliyah (Isarah) Sumut, Abdul Tahib Siahaan mengatakan, masih banyak lagi hal-hal atau regulasi terkait Pemilu dan Pemilihan yang harus diperbaiki.
“Antara lain ialah ambang batas dukungan calon, termasuk ambang batas dukungan maksimal,” katanya.
Tujuannya, kata Abdul, ialah untuk menghindari calon tunggal atau kotak kosong karena seluruh partai telah diborong oleh calon kepala daerah.(red)