Medan (Pewarta.co) – Sakit dirasakan menghantam tubuh yang seakan meremukkan tulang-tulangnya, menurut Anita tak seberapa, dibandingkan menanggung kesedihan akibat tak bisa memeluk anak-anaknya.
Anita Sinuhaji, ibu dua anak ini harus merelakan hari-harinya tak lagi berjalan penuh warna bersama keluarga kecilnya dalam 14 hari ke depan sejak ia mendapati dirinya positif Covid-19.
“Sedih rasanya, anak-anak enggak bisa lendotan, enggak bisa peluk-peluk. Si Jihan minta mau dipeluk aja. Kalau Ray rindu main Ultramen sama ayahnya begumul-gumul,” ungkap Anita ketika dihubungi via whatsapp, Jumat (25/6/2021).
Anita menuturkan, sejak Sabtu 12 Juni 2021 ia sudah merasakan tak enak badan dan mulai meriang dan batuk mencekat leher. Kemudian, pada Selasa, 15 Juni 2021 ia mengeluhkan batuk kering.
“Seluruh tubuh terasa lemas, berat, beserta pegal linu, ditambah meriang dan sakit kepala pusing berat” ujarnya.
Anita juga mengaku pangkal lidahnya terasa kebas. Indra perasanya hambar dan tak berselera makan.
Mencurigai dirinya terkena Covid-19, Anita dan suami memutuskan melalukan rapid antigen. Selain Anita, suaminya juga mengalami gejala yang hampir sama dengannya. Suaminya mengeluh terus-terusan mual terus, tapi tidak sampai kehilangan penciumannya.
Test rapid antigen disertai juga swab PCR dilakukannya pada 16 Juni 2021 di Labkes Provsu Jalan Pancing Medan.
“Hasilnya awak minta tanggal 18 Juni 2021. Dan disitu ditulis tanggal 17 Juni 2021 hasil swab keluar dinyatakan positif Covid-19,” ujarnya.
Ternyata hasil dari swab suaminya, M.Idris Firdausy, juga menyatakan positif Covid. Anita dan Idris yang sama-sama berprofesi sebagai jurnalis ini, langsung melapor ke pihak kecamatan agar melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan tempat tinggal mereka.
Sejak 3 hari pascaswab atau 7 hari pascagejala batuk dimulai, ia merasakan penciumannya mulai samar menghilang.
Menurutnya, bau bawang merah dan bawang putih yang begitu menyengat tak ada dirasakannya. Aroma minyak kayu putih pun demikian.
“Ini kepala masih berat, suara bindeng karena flu tapi gak ada lendir di hidung. Penciuman baru tadi pagi mulai hilang. Batuk juga masih ada, mulut masih pahit tapi masih bisa merasa baik itu rasa manis, asin, pedas. Badan juga masih linu-linu. Sekarang kami memilih isolasi mandiri di rumah,” jelasnya.
Setelah mencurigai dirinya terpapar virus corona itu, ia dan suaminya tidur terpisah dengan anak-anak yang biasanya masih satu kamar dengan mereka.
Ia dan suaminya menempati kamar mereka berdua di depan, sedangkan anak-anak ditemani sang nenek di kamar belakang.
Kedua anaknya, Rayyan, 5 tahun 6 bulan, dan Jihan berusia 4 tahun 1 bulan, memahami jika kedua orangtua sedang sakit akibat virus Corona.
“Alhamdulillah, anak-anak ngerti kalau mama sama sama ayahnya kena corona. Setiap jarak dua meter di depan pintu, mereka nanya mama sama ayah udah sembuh? Sambil nutup hidung dan mulut pake bajunya,” tutur Anita menahan tawa mengingat tingkah kedua anaknya.
Namun, tangisnya pecah tak sanggup dihadangnya lagi tatkala si sulung, Rayyan seperti spontan mau menerobos masuk ke kamar tempat Anita isolasi mandiri. Sang mama dipanggil-dipanggil, namun didiamkan saja.
“Netes satu-satu jatuh air mata ini sampe senggugukan nangis. Rindu kali peluk cium mereka. Jihan itu paling mengkek. Gantian pulak krucil-krucil itu memanggil,” kata Anita.
Apalagi, sambung Anita, anak bungsunya nangis-nangis minta dibuatkan susu oleh dirinya. Namun, kerinduannya itu pula yang membangkitkan semangat sehat supaya bisa kembali memeluk dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Di pagi hari, tutur Anita, kedua bocah cilik itu berdiri di depan pintu kamar bertanya apakah mama dan ayah mereka sudah sehat dan bisa diajak bermain bersama lagi. Jihan, si bungsu sambil melemparkan senyum manisnya, ia menyapa sang mama dengan celoteh manjanya.
“Sedih, haru, lucu, campur aduk rasanya melihat tingkah mereka.
Setiap pagi ‘diabsen’ sama anak lajangku, Ultramenku Rayyan.
Ma, Ayah udah sembuh? Setiap pagi depan pintu begitu.
Bahkan bilang udah boleh peluk?
Aku dan ayahnya jawab: sabar ya nakku. Kita tunggu sampe 14 hari sabar ya. Alhamdulillah hari ini semakin sehat. Makanku juga namboh. Dan, tetap kulawan rasa kembung yang datang efek dari obat yang kuminum,” ungkap Anita.
Dukungan semangat sehat juga datang dari keluarga dan rekan-rekan sesama jurnalis.
“Banyak juga teman-teman yang menanyakan kabar kami. Sungguh, benar-benar terharu dan mengucapkan terima kasih kepedulian teman-teman semua. Terutama rekan kerja dan atasan tempat saya bekerja di Harian Mistar,” ucapnya.
Anita juga memohon maaf kepada rekan-rekannya yang merasa ada kontak erat dengannya dalam waktu dua pekan tersebut.
“Semoga Allah memberikan kesehatan pada kita semua.
Harus lawan si Covid. Harus cepat sembuh. Semangat sehat! Doakan, ya,” pungkasnya. (gusti/red)