Medan (pewarta.co) – Elyana (37) warga Jln. Sutrisno, Medan Area tidak bisa menahan kesedihannya saat dijerat dengan pasal 351 ayat (1) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nur Ainun. Wanita berparas cantik ini didakwa telah melakukan penyiraman air kopi kepada ibu mertuanya, Carissa Yang.
Dalam sidang yang digelar di ruang Cakra VII, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (5/12/2017), JPU Nur di hadapan Ketua Majelis Hakim, Riana Pohan didampingi hakim anggota Mian Munthe,SH.MH dan Sontan Merauke.
Ketua majelis hakim menunda sidang eksepsi terdakwa. Sementara JPU menyebutkan tetap pada dakwaannya menanggapi nota keberatan (eksepsi).
Sementara itu, Tim Penasehat Hukum terdakwa menuturkan seyogianya Jaksa Penuntut harus cermat dan teliti tidak boleh salah dalam menyusun dakwaannya. Sebab, hal ini menyangkut hukum dan hak azasi manusia.
“Dakwaan JPU tidak cermat. Awalnya Elyana dilaporkan oleh Suwito kemudian Carissa Yang melaporkan klien kami persis pada tanggal dan hari yang sama tepatnya 17 Juli 2017. Anehnya, nama Suwito tidak disebutkan dalam dakwaan.” Ujar Suharmansyah SH MH didampingi Dedek Gunawan SH MH dan Didik Heru Arbiantoro SH MH di ruang sidang Cakra 7 Pengadilan Negeri Medan.
Seharusnya, kata Suharmansyah, dalam dakwaan itu, jaksa menyebutkan nama Suwito selaku pelapor sesuai Laporan Polisi Nomor : LP/1420/K/VII/2017/SPKT Restabes Medan tanggal 17 Juli 2017 atas nama pelapor Suwito. Bukan Carissa Yang. Kalau katanya diperbolehkan karena kuasa harusnya Jawaban JPU harus ditulis dalam dakwaannya.
“Lantas, atas dasar apa JPU menyebut pelapor Carissa Yang ? Kalau Suwito yang melapor tentu kami selaku Penasehat Hukum tidak melakukan Eksepsi pada sidang kedua kemarin. Itu harus diingat lho. Sebab, waktu yang bersamaan, korban melaporkan sementara Suwito sudah melaporkan berarti korban sesungguhnya bisa melaporkan lantas menjadi tanda tanya besar kenapa diterbitkan Laporan Pengaduan (LP), Inilah jelas cacat hukum. Untuk itu Ketua Majelis Hakim harus objektif dalam memutuskan perkara ini,” katanya.
Senada dengan itu, Dedek menambahkan, berdasarkan tujuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, surat dakwaan jaksa tersebut, kami menilainya cacat hukum. Sebab, kopi yang disiramkan ke tubuh korban merupakan kopi yang sudah dingin karena sudah terseduh selama 45 menit. Artinya, berbanding terbalik dengan hasil visum ET Revertum.
“Dari mana kopi yang sudah disajikan 45 menit lamanya bisa membuat kulit manusia melepuh. Dan kedua, pasal yang dipersangkakan kepada terdakwa terkesan dipaksakan, ada mengisahkan fakta hukum berbeda dari fakta yang sesungguhnya,” tambah Dedek.
Pantauan selama mengikuti proses persidangan, tampak terdakwa yang memiliki dua orang anak ini meneteskan air matanya. Saat diwawancarai, terdakwa mengatakan kejadian itu awalnya gara-gara fitnah. Dirinya dituduh berselingkuh dengan pria lain oleh korban.
“Saat itu, kami pun cekcok mulut. Selanjutnya didamaikan di rumah keluarga kami bernama Ahui. Di situ, dia malah semakin menjadi-jadi. Memaki-maki Saya dengan kata – kata kasar. Spontan, kopi yang sudah terseduh selama kurang lebih 45 menit di atas meja langsung Saya siramkan ke tubuhnya,” kata Elyana
Lebih lanjut dijelaskannya, ia tidak menampik bahwa menyiramkan kopi ke ibu mertuanya. “Benar Saya siramkan itu sekitar kurang lebih 45 menit setelah kopi tersebut disajikan. Karena, sebelum aku datang, kopi sudah ada dan isi kopi tersebut tinggal setengah gelas. Oleh sebab itu, dirinya berharap majelis hakim membebaskannya dari dakwaan jaksa.
Usai pembacaan tanggapan keberatan terhadap surat dakwaan, majelis hakim menutup persidangan dan melanjutkannya pekan depan dengan agenda putusan sela. (red)