Semarang (pewarta.co) – Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri, Komjen Arief Sulistyanto mempimpin upacara Sertijab Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) dari Irjen Rycko Amelza Dahniel kepada Irjen Achmat Juri di Akpol, di Semarang, Sabtu (4/5/2019) kemarin.
Dalam acara yang dihadiri oleh gubernur Jawa Tengah, para Gubernur Akademi Militer, AAU, dan AAL, seluruh perangkat Akademi Kepolisian, dan para taruna itu Arief mengingatkan pentingnya mengelola dan melaksanakan pendidikan pembentukan perwira polisi di Akpol.
“Akpol adalah tempat pembentukan perwira pertama Polri yang bersumber dari pemuda pemudi setelah melalui proses yang ketat, mereka dididik di Akpol untuk menjadi perwira profesional, berkualifikasi first line
supervisor yang mahir dalam melaksanakan teknis dan taktis serta
terampil melaksanakan manajerial dan kepemimpinan tingkat pertama
operasional kepolisian,” kata Arief dalam keterangan tertulis yang diterima pewarta.co, Minggu (5/5/2049).
Dikatakan mantan Kapolda Kalimantan Barat ini bahwa masa pendidikan di Akpol selama empat tahun merupakan masa pendidikan yang
panjang.
“Pembentukan Perwira di Akpol berbeda dengan pembentukan perwira lain di lingkungan pendidikan Polri. Masa selama empat tahun merupakan suatu
proses yang intensif untuk mempersiapkan para Taruna-Taruni untuk bisa menjadi perwira pertama (Pama) yang memiliki ketangguhan, ketanggapan, dan integritas,” ujar Komjen Arief.
Oleh karena itu, lanjut dikatakan mantan Staf Ahli Manajemen Kapolri ini bahwa dengan pengelolaan pendidikan yang tepat akan dapat mencetak Pama yang tanggap, tanggon, dan trengginas, yang
profesional dalam bertugas, modern dalam berpikir, bersikap dan
berperilaku.
“Hal ini bukan yang mudah karena banyak yang harus dibenahi
yang menyangkut standar kompetensi pendidikan dan aspek lain yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar dan pengasuhan di Akpol,” lanjut Komjen Arief.
Pria yang pernah menjabat Asisten SDM Kapolri ini menjelaskan jika dia ditugaskan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam prioritas perbaikan dan revitalisasi Lembaga Pendidikan Polri berupa pembenahan kurikulum pada semua tingkat pendidikan dan jenis pendidikan termasuk di Akpol.
“Maka dari itu, Akpol sebagai pendidikan vokasi harus lebih berorientasi pada kegiatan-kegiatan belajar mengajar kegiatan keterampilan, sehingga mampu melahirkan sarjana kepolisian terapan yang terampil dalam menjalankan
tugas kepolisian. Ini merupakan tantangan bagi Juri sebagai pejabat baru,” jelas Komjen Arief.
“Bersama-sama dengan jajaran Lemdiklat Polri, kita membenahi
Lemdiklat Polri karena Lemdiklat Polri adalah sumber pembangunan
budaya kepolisian, pusat penanaman nilai-nilai etika profesi, tempat
indoktrinasi doktrin-doktrin kepolisian sebagai bekal para taruna
untuk menjadi perwira dan sebagai tempat proses enkulturasi, kultur-
kultur profesi kepolisian. Sehingga mereka nantinya akan mampu
menjalankan tugas profesi kepolisian secara profesional,” beber Komjen Arief.
Jenderal bintang tiga ini berpesan Gubernur Akpol yang baru bisa mengelola seluruh sumber daya yang ada.
“Tiga aspek atau tiga komponen penting yang dikelola dalam Akpol harus dapat disiapkan dengan baik. Pertama adalah para penyelenggara pendidikan baik itu dosen, tenaga pendidik, pembina maupun pengasuh. Kedua, aspek sistem dan metode yang merupakan pedoman dalam proses belajar mengajar dan pengasuhan yang menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan pendidikan. Dan ketiga adalah para taruna sebagai objek pendidikan dan pelatihan,” urai Komjen Arief.
Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri ini mengatakan bahwa ketiganya harus dikelola dengan baik, sehingga akan bermuara pada hasil pendidikan yang berkualitas dan bermutu, bukan hanya formalitas saja.
“Jadi, Taruna berasal dari berbagai macam latar belakang, ada anak pejabat
TNI, Polri, dan pejabat pemerintah. Ada anak pengusaha, petani, supir,
dan tukang ojek. Semua menjadi satu dan semua diberlakukan sama. Tidak
ada kelebihan bagi yang lain, semua sama,” ucap Komjen Arief seraya mengingatkan.
Kalau memang berprestasi, sambung Alumni Akpol Tahun 1987, akuilah prestasi itu dengan baik. Kalau memang melanggar lakukan tindakan disiplin agar tidak terulang kembali dan diikuti yang lain.
“Obyektifitas penilaian menjadi salah satu tolak ukur dalam menilai
prestasi para taruna dan akan menentukan masa depan para taruna karena penilaian obyektif akan menentukan obyetivitas para perwira yang diluluskan,” terang perwira dengan pangkat tiga bintang emas di pundaknya ini.
Para taruna, tambah Komjen Arief, bahwa yang didik bukan hanya menjadi Ipda, tapi dididik untuk harus
tertanam mempersiapkan diri menjadi pemimpin Polri masa depan.
“Khusus pada para pembina, tenaga pendidik dan instruktur, saya berharap lakukan proses pendidikan dan pelatihan dengan baik, sehingga akan tercipta iklim pendidikan yang saling asah dan asuh. Para taruna sudah berikrar dihadapan saya untuk membangun suatu tradisi yang baik dan menghilangkan tradisi yang tidak baik,” tandas Kalemdiklat Polri, Komjen Arief Sulistyanto. (Dedi/rel)