Medan (Pewarta.co)-Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu) Dr Hj Sabrina meluncurkan (soft launching) Sistem Aplikasi Andalan Lima Tahunan (Siak Andaliman).
Aplikasi itu sebagai alat monitoring pelaksanaan dan implementasi Grand Disain Pembangunan Kependudukan (GDPK) di Sumut.
Program ini sebagai suatu rumusan untuk mengukur apakah satu daerah mendapatkan bonus demografi dengan usia produktif penduduk sebesar 70 persen.
Hal itu disampaikan Sekdaprov Sabrina saat membuka kegiatan Pertemuan Peningkatan Jejaring Kemitraan Pemanduan dan Sinkronisasi Kebijakan Pengendalian Penduduk Melalui Penyediaan dan Implementasi Grand Disain Pembangunan Kependudukan di Hotel Saka, Selasa (6/11/2018).
Hadir diantaranya Direktur Kependudukan, Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Bappenas Utin Kiswanti, Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Ria Nofida Telaumbanua, Ketua Koalisi Kependudukan Sumut Prof Heru Santoso serta sejumlah akademisi dari berbagai kampus.
Dalam hal ini, Sabrina menyebutkan bahwa Bappenas mempoyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa. Diperhitungkan pula, pada 2020-2035 jumlah penduduk produktif akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya 30 persen adalah penduduk non produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun).
Saat itu disebutkan Indonesia memasuki era Bonus Demografi, yang terjadi sekali dalam sejarah suatu bangsa. Karenanya peluang emas bagi negara ini, jika usia kerja berkualitas, punya pendidikan dan keterampilan yang baik.
“Jika tidak, maka bonus demografi menjadi bencana (disaster) karena diprediksi tingginya angka pengangguran dari penduduk usia produktif. Jadi tidak kita dapatkan ‘window of opportunity’ itu,” ujar Sekdaprov.
Dari proyeksi tersebut lanjut Sekdaprov, bonus demografi di Sumut sudah dimulai sejak 2012 lalu dan titik terendah rasio ketergantungan terjadi pada 2028-2031. Sampai 2018, terdapat empat daerah yang telah memasuki era tersebut yakni Kota Medan, Binjai, Tebingtinggi dan Pematangsiantar. Kemudian dalam lima tahun mendatang, akan menyusul yakni Kabupaten Deliserdang, Langkat, Serdangbedagai dan Kota Sibolga.
Namun juga ada 11 lainnya tidak akan mendapatkan bonus dimaksud hingga 2035 yakni Humbahas, Nias, Taput, Dairi, Nisel, Pakpak Bharat, Samosir, Paluta, Palas, Nias Utara dan Nias Barat.
“Kesebelas daerah ini sampai 2017 berdasarkan data BPS memiliki angka ketergantungan di atas 70 persen. Diakibatkan masih tingginya angka kelahiran total dan tingginya migrasi keluar penduduk produktif,” jelas Sabrina, yang berpendapat perlunya sinergitas dan komitmen untuk saling bekerjasama antar sektor, antar pemerintah serta dukungan masyarakat.
Grand disain (GDPK) sendiri kata Sekdaprov, adalah suatu rumusan perencanaan pembangunan kependudukan daerah untuk jangka waktu 25 tahun kedepan yang berisi tentang parameter pembangunan kependudukan, isu-isu penting pembangunan kependudukan dan program pembangunan kependudukan yang dapat memprediksi suatu daerah mendapatkan bonus demografinya.
“GDPK diperlukan karena tiga hal, pertama sebagai arah kebijakan pelaksanaan pembangunan kependudukan. Kedua, pelaksanaan pembangunan kependudukan menjadi lebih terukur oleh karena tersusunnya road map parameter dan ketiga sebagai alat sinergitas dan konektivitas antara pemerintah pusat dan daerah menjadi utama dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan kependudukan,” jelas Sekdaprov.
Sehingga dalam keberlanjutannya, perlu ada evaluasi dan monitoring. Jadi bukan sekadar membuat kebijakan tetapi tidak pernah dicek.
“Sehingga saya sangat mengharapkan pertemuan ini mampu membangun komitmen untuk mendukung penyediaan dan implementasi GDPK di Sumut, serta pengunaan Siak Andaliman sebagai sarana monitoring dan evaluasi,” ujarnya.
Target Tahun ini 20 Kabupaten/Kota
Sementara Kepala Dinas PP&KB Ria Nofida Telaumbanua menyampaikan bahwa tahun ini mereka menargetkan 20 kabupaten/kota untuk penyusunan GDPK.
Aplikasi ini dirancang sebagai sarana informasi dan komunikasi, antara Pemprov dan daerah untuk memonitoringnya dalam jangka 25 tahun kedepan. (Chl)