Medan (pewarta.co) – Sidang Pra Peradilan (Prapid) kasus pembunuhan Indra Gunawan alias Kuna, yang diajukan tim kuasa hukum tersangka Siwaji Raja alias Raja Kalimas di Pengadilan Negeri Medan, Senin 7 Agustus 2017, berakhir ricuh dengan. Keluarga korban mengamuk di dalam ruang sidang.
Kericuhan ini dilatarbelakangi Hakim Tunggal Morgan Simanjuntak saat membaca putusan gugatan Prapid dengan suaran pelan tanpa menggunakan micropone, meski di ruang sidang dilengkapi alat tersebut. Putusan mengabulkan prapid tersebut tidak bisa didengar dengan jelas oleh keluarga korban yang hadir dalam sidang.
Usai Hakim Tunggal membacakan putusan yang mengabulkan gugutan yang diajukan tim kuasa hukum Raja, membuat keluarga Kuna marah-marah dan mengamuk yang mengakibatkan seluruh kursi di dalam ruang sidang menjadi pelampiasan keluarga korban.
“Pengadilan Anj*** ini, pangadilan B*** ini, tidak tau kami menjadi korban, dengan muda memutuskan si Raja otak pelaku pembunuhan itu bebas. Kalau membebaskan otak pelaku pembunuhan tutup aja Pengadilan ini,” teriak seorang pria mengaku dari keluarga korban.
Tak sampai di situ, anggota keluarga dan kerabat korban terus mencaci maki putusan majelis hakim. Yang dinilai ada indikasi permainan antara hakim dan tim kuasa hukum.
“Ini uang ku, siapa mau ku matikan. Kau mau ku matikan. Biar aku bayar hakim-hakim itu aku bebas. Pengadilan gilak, sudah tak waras klen. Sudah jelas polisi mengatakan Raja otak pelakunya, malah dibebaskan dia,” ucap pria itu, dengan nada keras.
Massa korban yang berjumlah puluhan orang itu terus berteriak di gedung PN Medan. Tak sampai di situ, keluarga korban membantingi kursi-kursi, bingkai dan pot bunga. Namun, aksi anarkis itu berlangsung lama meski ada polisi yang dibantu sejumlah sekuriti.
Kalah jumlah kekuatan, keluarga korban tambah beringas dan mencari keberadaan Hakim Tunggal, Morgan Simanjuntak. Pihak sekuriti menjadi sasaran dan sempat terjadi baku hantam di gedung PN Medan.
“Sini kau biar ku matikan, abistu ku bayar hakim itu,” ucap keluarga korban sambil mengejar sekuriti yang menghalangi agar mereka tidak lagi membuat kerusahan.
Ironisnya, aksi brutal keluarga korban tidak mendapatkan respon dari pihak PN Medan dengan memberikan penjelasan terhadap putusan prapid yang mengabulkan soal penahanan dan penyidikan tersebut.
“Di mana hakim semuanya, beri kami penjelasan kenapa seperti itu,” ucap keluarga korban menangis bercampur emosi.
Keluarga korban melampiaskan emosi dengan menghancurkan barang-barang yang di PN Medan. Di luar gedung anak korban menangis dan membacakan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.
Di hadapan para awak media, anak korban bernama Krisna Gaura membaca surat untuk mencari keadilan atas kematian Ayahanda tercinta itu.
“Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membuka pintu bapak hakim yang mulia untuk hukuman yang setimpal bagi otak pembunuhan ayah saya tercinta (Raja). Yang meninggalkan kami tanpa ada pesan atau kesan disampaikan kepada kami anak-anak dan istrinya. Inilah kekejaman Raja yang sampai hati membunuh orang tua kami tanpa ada sebab yang jelas,” ucap Krisna.
Dengan tetas air mata, anak ketiga dari empat saudara itu terus membacakan surat terbuka mencari keadilan. Krisna meminta keadilan. Bukan melainkan membebaskan Raja sebagai otak pelaku pembunuhan tersebut.
“Karena kekayaannya (Raja) berusaha membeli hukum melalui Pra Peradilan ini untuk bebas. Kalau begini, mohon kepada keluarga, bapak-bapak atau ibu-ibu serta abang yang ada di sini antarkan saya ke Jakarta menjumpai Presiden RI untuk meminta keadilan bapak hakim jangan bebaskan Raja. Karena uang tetapi hukum atas perbuatannya. Terima kasih semuanya,” kata anak korban yang terus meneteskan air mata.
Paman korban, Rada Krisna dengan tegas mengatakan hakim menyidangkan Prapid itu terindikasi menerima suap dari tim kuasa hukum Raja. Mereka pun, mempunyai bukti hal itu. Dengan itu, pihak keluarga korban akan melaporkan penyuapan itu, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Bubarkan aja pengadilan ini, bila di dalamnya terdapat Hakim dan jaksa sebagai mafia peradilan yang menerima uang suap sebesar Rp5 miliar dari si Raja. Apakah mereka tidak menghargai kerja dari pihak kepolisian mengungkap kasus ini,” sebut Rada.
Pihak keluarga pun sudah mengetaui bahwa Hakim Tunggal akan mengabulkan Prapid yang diajukan tim kuasa hukum Raja dengan menerima suap Rp5 miliar tersebut.
“Salah seorang pengecara Raja, dengan lantamnya juga mengatakan Raja akan bebas. Itu dibilangnya Jumat lalu. Ini namanya pengadilan untuk mencari keadilan aja tidak ada di Pengadilan ini,” katanya.
Sementara itu, dengan putusan itu Raja akan kembali menghirup udara bebas untuk kedua kalinya. Ia saat ini, ditahan Rutan Klas IA Tanjung Gusta Medan.
“Untuk saat ini, kita belum menerima pemberitahuan atas putusan itu. Nanti kalau ada saya kabari kembali,” ungkap Kepala Pengamanan Rutan Tanjung Gusta Medan, Nimrot Sihotang kepada wartawan.
Dalam Prapid ini, Raja menggugat Polrestabes Medan dan Kejari Medan. Dalam prapid mengajukan prihal penahanan dan penyidikan dilakukan kedua instansi penegak hukum itu.
Prapid ini, untuk kedua kali dimenangkan tim kuasa hukum Raja. Pertama pada prapid di PN Medan Selasa 14 Maret 2017, lalu. (art/drc/red)