Medan (pewarta.co) – Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia (WBI) menyatakan siap mendukung pengembangan pengolahan ubi kayu menjadi mocaf (modified cassava flour) atau modifikasi ubi kayu menjadi tepung oleh para petani ubi kayu.
“Kami siap memfasilitasi peralatan, tempat, waktu dan kesempatan pendanaan untuk membantu para petani ubi kayu dalam mengembangkan mocaf sehingga menjadi bernilai lebih,” kata Direktur Politeknik WBI Aldon MHP Sinaga MMA di kampus Jalan Batu Sihombing Medan Estate, Deli Serdang, Rabu (7/11/2018).
Dukungan itu telah diperlihatkan Politeknik WBI yang baru-baru ini melakukan pengabdian kepada masyarakat melalui Program Kemitraan Masyarakat (PKM) untuk meningkatkan pendapatan petani ubi kayu di Desa Namo Suro Baru, Sibiru-biru. Kegiatan PKM dilakukan oleh dosen Politeknik WBI itu didanai Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) Kemenristek Dikti.
Aldon menjelaskan, modifikasi tepung cassava atau tepung ubi kayu itu untuk menyamai sifat fisik tepung terigu.
Menurutnya, pengetahuan tentang modifikasi itu kalau bisa lebih disebarluaskan lagi. Dia memaklumi tahap ini baru masih mengenalkan tentang modifikasi itu kepada sebagian petani.
“Kalau bisa disebarluaskan, jadi lebih banyak orang yang tahu,” ujarnya didampingi Amelira Haris Nasution, dosen Agribisnis Hortikultura Politeknik WBI yang ikut memberi materi pelatihan kepada petani ubi kayu.
Aldon melihat harapan tim peneliti bahwa modifikasi itu bukan hanya bisa dilakukan di pabrik. Akan tetapi, bisa dilakukan di tingkat rumah tangga. Hal ini menurutnya dapat mengembangkan ekonomi berbasis kerakyatan.
“Kita harus punya bayangan bahwa setiap petani cassava, petani ubi kayu, bisa bikin tepung mocaf sendiri yang nanti kalau standarnya sama bisa dikumpulkan, lalu bisa menjadi hasil yang besar. Jadi, bukan harus menyediakan satu pabrik sendiri yang membuat mocaf,” tuturnya.
Diakuinya, saat ini tepung mocaf masih belum terlalu populer di Sumatera Utara. Untuk itu, menurutnya perlu ada yang meneliti dan mengembangkan penggunaannya untuk apa saja.
“Tepung mocaf itu cocoknya untuk apa saja, apakah buat bolu atau tepung pelapis pisang goreng, misalnya.
Sehingga kalau penggunaannya jelas, maka pasarnya pun akan jelas, dan tentu produksinya akan terdorong,” kata Aldon.
Amelira Haris Nasution menambahkan, selama ini biasanya ubi kayu cuma diolah menjadi tepung kanji atau tapioka, masih jarang yang diolah jadi tepung terigu.
“Padahal, daripada impor tepung terigu, lebih baik diversifikasi pangan yang bisa meningkatkan agro industri pertanian,” kata Amelira.
Kehadiran Politeknik WBI di desa tempat pelaksanaan PKM, kata Amelira, melatih para petani ubi kayu untuk mengolah ubi kayu menjadi tepung yang mendekati seperti terigu.
“Ubi kayu dimodifikasi melalui fermentasi menggunakan lactobacillus plantarum. Hasil fermentasi itu diolah jadi tepung,” ungkapnya.
Dia meyakini pengolahan ubi kayu menjadi mocaf itu dapat meningkatkan pendapatan petani ubi kayu di Desa Namo Suro Baru tersebut.
Amelira menilai desa itu merupakan daerah penghasil ubi kayu yang cukup besar di kawasan Deliserdang. Selama ini mereka menjual ubinya ‘mentah’, belum diolah. Padahal jika diolah bisa bernilai lebih tinggi, added value.
Disebutkannya, kegiatan PKM diketuai Nirmala Purba, dosen prodi Akuntasi Perpajakan Politeknik WBI dan juga diikuti dosen lainnya, Hanter.
Tiga dosen yang melakukan PKM, termasuk dirinya, berkali-kali datang ke desa itu memberi pelatihan selama satu tahun berjalan. Hadir juga Ketua LPPM Politeknik WBI Hendra Marbun.
Penyerahan bantuan berupa dua pasang alat penepung dan pencacah ubi kayu dilaksanakan pada 25 agustus 2018 lalu.
“Setelah peralatan diberikan, selanjutkan kami melakukan pendampingan kepada petani mitra,” kata Amelira. (gusti/red)