Medan (pewarta.co) – Personel Ditreskrimum Polda Sumut menggagalkan dua kasus perdagangan manusia (human trafficking) di Sumut. Petugas mengamankan 16 tersangka penyelundupan puluhan orang pria dan wanita ke Malaysia melalui jalur tikus untuk dipekerjakan secara ilegal.
Kapolda Sumut, Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel, Jumat (5/5/2017) petang mengungkapkan, dua kasus perdagangan manusia yang terungkap itu dalam prakteknya menggunakan modus serupa, yaitu menawarkan pekerjaan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan upah yang tinggi.
“Modusnya serupa, yaitu menawarkan pekerjaan kepada masyarakat dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, baik laki-laki maupun perempuan dengan upah yang menggiurkan. Para korban kemudian diberangkatkan secara ilegal dengan jalur penyelundupan ke Malaysia,” jelas Rycko didampingi Direktur Reskrimum, Kombes Nurfallah.
Dijelaskan Rycko, dua kasus perdagangan manusia tersebut terungkap pada 7 April 2017 dan 3 Mei 2017 lalu. Awalnya, dilakukan penangkapan di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai, Kabupaten Asahan dengan menangkap tujuh tersangka dan lima korban.
Pengungkapan selanjutnya dilakukan di kawasan Sei Pasir, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan. Dari lokasi tersebut petugas mengamankan 9 tersangka bersama 25 korban yang akan diselundupkan.
“Peran para tersangka berbeda-beda, ada sebagai tekong laut untuk menyediakan transportasi menuju Malaysia. Ada juga yang bertugas sebagai tekong darat menyediakan akomodasi selama menunggu para korban diberangkatkan. Sebagai koordinator perekrut juga ada. Mereka (perekrut) sudah ada hampir di seluruh Sumatera dan Jawa,” sebut jenderal bintang dua tersebut.
Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Nurfallah menambahkan, berdasarkan hasil penyidikan sementara, dua penyalur TKI ilegal yang turut diamankan pihaknya dalam kasus itu diketahui sudah beroperasi lebih dari sepuluh tahun.
Para korbannya sebagian besar berasal dari pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sumut yang umumnya terhimpit masalah ekonomi.
“Para tersangka (perekrut) ini, biasanya sering memanfaatkan kondisi ekonomi calon korbannya agar mudah terpedaya,” sebut Nurfallah. (red)