Medan (Pewarta.co) – Pandemi Covid-19 memberi dampak ekonomi di hampir seluruh sektor, tak terkecuali bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
“Saat pandemi seperti ini kita cukup prihatin. Tapi kondisi itu tidak lantas membuat kita lemah, sebaliknya harus lebih ulet dan semangat,” ungkap owner (pemilik) Galery Ulos Sianipar Medan, Robert Maruli Tua Sianipar SE, Rabu (14/7/2021).
Menurut Robert, ulet dan tahan banting serta semangat tentunya menjadi faktor mendukung maju atau tidaknya UMKM. Karena itu, ia menyatakan pelaku UMKM harus bisa mencari terobosan dalam pemasaran produk-produk yang dihasilkannya.
Robert menuturkan, penjualan offline di galerinya yang terletak Jalan AR Hakim Gang Pendidikan Medan ini mengalami penurunan di masa pandemi. Kondisi itu dimakluminya karena pelanggan mungkin menjaga jarak dan tidak perlu kontak fisik.
Robert pun punya strategi untuk mengatasi kondisi penurunan dalam penjualan dengan platform digital dan memperluas jangkauan ke beberapa sektor.
“Apalagi memang di tengah pandemi ini konsumen juga lebih mengandalkan dunia maya dalam memenuhi kebutuhannya,” tukasnya.
Karena itu, kata Robert, saat ini pentingnya memanfaatkan penjualan online untuk mempertahankan pasar, didukung kurir jasa logistik sebagai garda terdepan pengiriman. Ia menegaskan, pengusaha UMKM harus mengoptimalkan pemasaran secara daring dengan tetap memperhatikan kualitas produk yang baik serta strategi untuk mempertahankan basis pelanggan.
Cara lain dilakukan Robert dalam menyikapi situasi sulit di masa pandemi Covid-19, adalah pentingnya inovasi dan sikap dalam menghadapi kesulitan tersebut.
“Kita harus menyikapinya dengan tenang dan sabar, jangan terlalu grusa-grusu atau tergesa-gesa yang nantinya tidak tentu arah. Untuk pandemi ini kita berfikir bagaimana cara kita membuat inovasi baru,” tuturnya.
Ia menyadari pengusaha cukup banyak di seluruh Indonesia. Karenanya perlu dilakukan pendekatan dengan membentuk desain yang baru, memberikan harga semurah mungkin tapi tidak menjatuhkan harga orang lain. Selain itu, menurutnya juga perlu dilakukan join dengan usaha-usaha lain yang sejenis dengan usaha yang telah didirikannya sejak 28 Juni 1992 itu.
“Ini langkah dan cara yang bisa ditempuh di waktu pandemi Covid ini,” ujarnya.
Robert membocorkan kiatnya bagaimana ulos itu bisa dinikmati semua orang. Menurutnya upaya yang dilakukan itu dengan menghadirkan inovasi baru agar ulos tidak hanya dipakai saat acara adat tapi juga membuat dompet, tas, pernak- pernik lain agar kaum millenial pun tertarik.
Demikian pula inovasi lainnya adalah dari segi kombinasi warna dengan membuat produk ulos warna yang soft ataupun terang menyesuaikan keinginan seluruh segmen masyarakat.
Disebutkan Robert, sebagai UMKM binaan Bank Indonesia (BI), Pertenunan dan Galeri Ulos Sianipar miliknya ini pernah berhasil meraih keuntungan sebesar Rp1,5 miliar per bulan.
Omset tersebut, katanya merupakan pendapatan rata-rata minimal perbulan. Bahkan juga pernah meraup omset sebesar Rp22 miliar pada 2017 dan Rp28 miliar di 2018. Diakuinya, sebelum dibina BI, UMKM ini hanya mampu mendapatkan omset sebesar Rp150 juta hingga Rp300 juta per bulan.
Kendati pernah meraih keuntungan sebesar Rp1,5 miliar per bulan, Robert juga pernah merasakan jatuh terpuruk. Robert mengaku pernah mengalami penurunan omset 90 persen, bahkan sampai membayar karyawan dengan uang sendiri.
“Sebagai pengusaha kita tidak harus berpangku tangan dan tidak memulangkan karyawan,” ucapnya.
Berawal dari toko kecil milik sang ayah, kini Robert Maruli Tua Sianipar sukses berbisnis ulos. Di bawah bendera Galeri Ulos Sianipar, dia membuka sejumlah galeri di luar Medan. Bahkan, hingga Penang, Malaysia.
Tak hanya ulos, Robert juga memproduksi kain tradisional hingga baju siap pakai. Hingga kini, dia masih menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Pusat produksi masih dilakukan di kota Medan. Pertimbangannya, efisien mencari penenun serta biaya produksi lebih murah.
Jumlah penenun yang membantunya dalam tahap produksi ada sekira 200 orang. Dalam sehari, mereka mampu menghasilkan 200 sampai 300 lembar kain tenun.
Hasilnya banyak didistribusikan di sekitar kota Medan, Siantar, Tarutung, Palembang, Jakarta, Lampung, Papua, dan kota lainnya. Selain sudah berseliweran di pasar lokal, tenun miliknya banyak diborong wisatawan mancanegara.
Banderol harga kainnya cukup bervariasi, tergantung ukuran serta desain. Paling murah Rp15 ribu hingga Rp6 juta per helai. (gusti/red)