Medan (pewarta.co) – Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I Sumut mengingatkan program studi (prodi) yang tidak terakreditasi atau yang sudah kadaluarsa untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menggunakan instrumen lama sampai batas 31 Maret 2019. Pasalnya, jika 1 April 2019 sudah harus menggunakan instrumen baru Permenristekdikti.
“Jadi, untuk perguruan tinggi sudah diberlakukan sejak 1 Oktober 2018. Kewajiban-kewajiban itu harus sudah dipenuhi enam bulan sebelum masa kadaluarsa. Termasuk ketika menerima SK untuk pembukaan izin prodi maupun izin perguruan tinggi.
Dua tahun setelah dapatkan SK harus sudah mengajukan akreditasi,” tutur Sekretaris Pelaksana LLDikti Wilayah I Sumut Dr Mahriyuni M.Hum, Minggu (30/12/2018).
Mahriyuni menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Ristek dan Dikti (Permenristekdikti) No 51 Tahun 2018 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta pengganti Permenristekdikti No 100 Tahun 2016, ada perubahan beberapa pasal.
Disebutkannya, perubahan itu antara lain terkait dengan jumlah dosen. Dulu, enam dosen per program studi. Sekarang cukup lima dosen, terdiri dari tiga dosen tetap, dua dosen tak tetap. Sedangkan untuk membuka universitas cukup lima prodi saja, meliputi tiga eksakta dan dua ilmu sosial.
“Kalau institut dulu diperlukan enam prodi. Sekarang dengan instrumen yang baru cukup tiga prodi saja. Yang penting linier atau satu rumpun,” jelasnya.
Untuk dosen tidak tetap, kata Mahriyuni, harus ada MoU dengan kampusnya yang mengirimkan dosennya. Dosen yang mengajar tak boleh melebihi beban 12 sampai 16 SKS yang untuk tridharma perguruan tinggi.
“Itu jadi pertimbangan juga. Dan itu sudah berlaku untuk pembukaan izin prodi baru, terakhir 24 November lalu,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT) pun sekarang sudah menyesuaikan terkait dengan kebijakan-kebijakan di Permenristekdikti itu.
Terkait pelaporan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), kata Mahriyuni, saat ini BAN PT pun dalam mengeluarkan SK akreditasinya merujuk pada PDPT perguruan tinggi itu, baik itu berkaitan dengan dosen maupun adanya perubahan SK yang tidak sesuai di PDPT-nya yang tertulis dengan SK yang dikirimkan oleh institusinya.
Menurutnya hal-hal seperti itu menjadi kendala dalam mengeluarkan SK oleh BAN PT.
Dicontohkannya, ada perguruan tinggi yang mengupload SK-nya itu tidak mengajukan SK yang sama yang tertulis nama institusinya di PDPT-nya. Sehingga, PDPT harus dibenahi dulu, baru BAN PT keluarkan SK akreditasi atau meneruskan akreditasinya, kalau nama perguruan tinggi dan SK pendiriannya sama.
Dia meyakini dengan perubahan ini perguruan tinggi lebih tertib, terarah dan disiplin dalam pelaporan PDPT.
Kalau dulu EPSBED (Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri), perguruan tinggi bisa memasukkan nama prodi tanpa ada SK, juga mengganti nama prodinya pun bisa sendiri. Sekarang yang di PDPT, penamaan prodi ataupun izin prodi harus sesuai SK.
“Kalau tidak, diperbaiki dari sekarang. Ini agar PDPT lebih tertib, teratur, terarah. Lagipula, kalau PDPT tidak aktif, BAN-PT tidak bisa lakukan assesment,” tukasnya.
Dalam mengimbau prodi kadaluarsa untuk menyelesaikan kewajibannya dan perguruan tinggi yang belum lapor 2017 II PDPT, LLDikti Wilayah I Sumut telah mengundang 90 perguruan tinggi di lingkungan lembaga itu untuk hadir di kantor LLDikti Jalan Setiabudi Tanjung Sari Medan, Rabu (26/12/2018) lalu.
Namun demikian, dari 90 perguruan tinggi yang diundang, hanya 30 yang menghadirinya. Untuk itu, LLDikti menyesalkan masih banyak perguruan tinggi yang tidak datang.
“Padahal itu untuk perbaikan mereka,” kata Mahriyuni.
Mahriyuni memaparkan beberapa kendala yang ditemukan dalam pertemuan digelar LLDikti Wilayah I Sumut itu. Disebutkannya, terdapat plagiat, auto plagiat atau frekuensi similarity (kemiripan) kata-kata yang muncul dalam borang. Itu juga menyebabkan terhalang akreditasinya karena butuh waktu utk perbaikinya, sehingga keburu kadaluarsa. Kemudian, pelaporan PDPT-nya belum benar sehingga PDPT-nya tidak aktif.
Kendala lainnya, mereka (perguruan tinggi) cari dosen rasio akibat dosen yang sering pindah homebase. Pasalnya, kalau kekurangan doaen, jika mau upload tidak bisa diakses. Menurutnya dengan adanya Permenristekdikti yang baru tersebut memberi kemudahan dalam hal dosen tetap.
Mahriyuni juga mengungkapkan, kadaluarsa prodi terjadi karena masalah administrasi SK-nya belum sesuai di PDPT-nya sehingga BAN PT menahan SK administrasinya.
Selain itu, operator yang sering berganti-ganti sehingga data itu diambil atau dibawa pergi tanpa diberikan kepada penggantinya, mengakibatkan datanya hilang, dan tak bisa ajukan akreditasi.
Secara terpisah, Kepala LLDikti Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto menyebutkan akreditasi prodi yang berstatus kadaluarsa atau tidak terakreditasi dari BAN-PT memiliki konsekuensi bahwa program studi tersebut tidak dapat menyelenggarakan proses belajar mengajar. Selain itu tidak diperbolehkan menerima mahasiswa baru. Kemudian, tidak diperbolehkan meluluskan mahasiswa ataupun menyelenggarakan wisuda.
“Berdasarkan konsekuensi itu, dimohon pimpinan perguruan tinggi memperhatikan status akreditasi program studi pada perguruan tingginya,” kata Dian Armanto. (gusti/red)