P. Susu (Pewarta.Co) – Limbah pembakaran batubara, Fly Ash and Bottom Ash (FABA) yang dihasilkan dari aktifitas PLTU Pangkalan Susu sudah sangat meresahkan. Hal itu pun sudah berlangsung cukup lama. Banyak warga di sekitar pembangkit listrik berdaya 2 x 200 MW itu yang mengalami batuk, diare bahkan menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Hal itu disampaikan Ustah Jemaha (42), salah seorang warga Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat sembari menunjukkan bahwa fly ash yang keluar dari cerobong PLTU. “Tiap hari, itu lah (fly ash) keluat dari cerobong PLTU,” bebernya, Jum’at (3/4) sekira jam 21.00 WIB.
Jemaha menambahkan, akibat dari abu sisa pembakaran batubara PLTU yang terletak di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu itu, tak jarang warga yang mengalami gangguan pernafasan dan gangguan kesehatan lainnya, seperti diare dan gatal-gatal pada kulit.
Selain itu, limbah abu batubara yang jatuh ke permukaan air laut, juga sangat meresahkan warga Desa Sei Siur yang sebahagian besar adalah nelayan tradisional. “Sejak ada PLTU ini paluh kami tercemar, pendapatan kami menurun drastis hingga 50 persen. Terpaksa kami agak ke tengah sana untuk menangkap ikan,” lanjutnya.
Dampak dari pencemaran itu, dikhawatirkan akan sangat berbahaya bagi kesehatan para nelayan di sekitar PLTU. Mengingat, limbah hasil pembakaran Batubara (FABA) yang berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 tahun 2014 menyebutkan bahwa, FABA merupakan jenis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Disamping itu, disekitar lokasi PLTU juga terlihat hutan mangrove yang disebu-sebut rusak akibat mega proyek pembangunan pembangkit litrik beberapa waktu lalu. Akibatnya, ekosistem menjadi tak seimbang. Biota laut pun tampak berkurang drastis.
Jemaha berharap, semoga pemerintah daerah maupun pusat dapat segera mencari solusia, agar pencemaran demi pencemaran tidak terjadi lagi. “Janganlah tambah beban kami. Dah lah negri ini sedang dilanda Corona, disitu pula pencemaran menggangu kesehatan dan nafkah kami,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Investigasi Srikandi Lestari, Bambang Tri Atmaja mengatakan, menurut data dari Puskesmas Beras Basa, Kecamata Pangkalan Susu tahun 2019, penderita ISPA mencapai 700 orang/3 bulan. “Angkanya cukup fantastis, sampai kapan mau dibiar-biarkan,” kesalnya.
Aktifis pemerhati kesehatan dan pencinta lingkungan ini, mendesak agar pihak-pihak terkait untuk bergerak cepat menanggulangi masalah limbah tersebut. “Pemerintah jangan tutup mata, ini menyangkut kesehatan dan nafkah hidup orang banyak,” ketusnya.
Dirinya berharap, agar pihak PLTU mau lebih peka dan perduli lagi dalam menyikapi permasalahan limbah batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. “Kalau tidak segera diatasi, kami akan surati Presiden,” kesalnya
Hawa air laut disekitar conveyor batubara terasa panas meskipun tidak disentuh langsung. “Ditambah lagi abu batubara yang berjatuhan di permukaan air laut, apa mungkin dengan kondisi demikian biota laut bisa hidup,” pungkasnya.
Sementara terlihat di photo, Abu batubara PLTU Pangakalan Suau yang berjatuhan di permukaan air laut.(AVID)