Medan (pewarta.co) – Kasus dugaan pemalsuan dokumen yang berujung pada penyerobotan lahan milik Emeritus Bishop Gereja Methodist Indonesia (GMI), RPM Tambunan seluas 690 meter persegi, Jalan Bunga Rinte, Kecamatan Medan Selayang, memasuki babak baru.
Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw secara tegas menyatakan kasus itu tidak boleh dihentikan (SP3) dan harus ditindaklanjuti. Bahkan, Paulus blak-blakan meminta agar penyidik Kompol Winter Simanjuntak untuk diganti atau dicopot.
Menyikapi sikap Irjen Paulus, Kesatria Tarigan selaku Kuasa Hukum RPM Tambunan mengatakan, jajaran pejabat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut sebaiknya segera menjalankan perintah tersebut.
“Irjen Paulus sudah memerintahkan, kasus ini tidak boleh dihentikan dan harus segera dituntaskan. Makanya kita mendesak supaya jangan lagi berlama-lama menuntaskan kasus ini. Termasuk pula perintah agar penyidik kasus ini untuk diganti atau dicopot, itu juga harus segera dilakukan. Supaya penanganan kasus ini lebih profesional,” tegasnya via seluler, Minggu (13/8/2017).
Sementara kuasa hukum RPM Tambunan lainnya, Rinto Maha menegaskan 3 orang terlapor dalam kasus ini Teguh Kaban, diduga mafia tanah, kemudian Momon Perangin-angin, kepala lingkungan (kepling) dan Arman Perangin Angin berpeluang menjadi tersangka.
Hal ini tertera dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Ditreskrimsus Polda Sumut yang dikirim ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara No. B/314/VI/2017/Ditreskrimum tanggal 14 Juni 2017.
“Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada 2, kasus itu dihentikan atau SP3 atau ada penetapan tersangka. Ini sudah ada SPDP, artinya kasus ini sudah meningkat dari penyelidikan ke penyidikan. Setelah itu, maka akan ada penetapan tersangka. Kita mendesak itu, karena kasus ini sudah lama, sudah 1 tahun,” timpalnya.
Dia mengakui ada hal aneh yang dikemukakan Teguh Kaban, terduga mafia tanah yang menjual lahan milik RPM Tambunan tersebut pada gelar perkara yang dilakukan di Aula Lantai 2, Gedung Ditreskrimum Polda Sumut, Rabu (9/8/2017).
“Jadi Teguh Kaban bilang gini, dia merasa jadi korban. Katanya, dia beli sama si Tumiar bodong itu, waktu itu Tumiar bodong turun dari becak ketemu di jalan. Terus, besoknya dibawa ke kantor lurah setempat dan disitu langsung pembayarannya. Jual tanah macam jual kacang goreng,” kata Rinto Maha menirukan ucapan Teguh Kaban. (red)