Medan (Pewarta.co) – Komisi II DPRD Kota Medan memanggil Dinas Kesehatan Medan, 10 pihak managemen rumah sakit dan BPJS Kesehatan Kota Medan untuk mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) di Ruang Badan Anggaran DPRD Medan, Senin (30/7/2018). Rapat ini digelar dalam rangka menyahuti aspirasi masyarakat yang sering mengeluhkan pelayanan rumah sakit maupun BPJS Kesehatan.
Ke 10 rumah sakit yang hadir dalam RDP yang dipimpin oleh Ketua Komisi B DPRD Medan Rajuddin Sagala ini yakni RSUP H Adam Malik, RS Martha Friska, RS Murni Teguh, RSU Bunda Thamrin, RSU Royal Prima, RSU Bina Kasih, RSU Elisabeth, RSUD Pirngadi, RSU Harapan Bunda dan RSU Herna.
Selain itu turut hadir Kadis Kesehatan Kota Medan Usma Polita, Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Suprianto Syahputra dan Kabid Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan dr Asnila Dewi Harahap.
Dalam rapat, anggota Komisi II Jumadi minta penjelasan kepada BPJS Kesehatan terkait pasien BPJS Kesehatan datang berobat namun lupa membawa kartu. Karena pasien belum dapat menunjukan kartu, akhirnya pasien dikatagorikan pasien umum. Sementara mereka pasien Penerima Bantuan Iuran (PBI).
“Setelah mereka menunjukan kartu BPJS PBI nya, barulah dihitung peserta . Sebelumnya, mereka dihitung sebagai pasien umum. Kita mohon penjelasan,” pintanya.
Di kesempatan itu, Jumadi juga menyampaikan keluhan dokter terkait honor yang diterima terhadap tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien BPJS Kesehatan, masih sangat kecil. Dokter merasa honor yang mereka terima untuk menangani kasus medis yang berkaitan dengan BPJS sangat kecil. Dengan kondisi seperti ini membuat para dokter malas menangani pasien BPJS. “Ini realita yang dihadapi pasien sehingga saat pasien menggunakan BPJS Kesehatan berbeda penanganannya dengan pasien umum,” tegasnya.
Anggota Komisi II lainnya, Herri Zulkarnain mengungkapkan, setiap melaksanakan reses, dewan sering menuai keluhan dari konstituen terkait pelayanan rumah sakit. dengan kondisi ini dewan kadang-kadang minta informasi dari BPJS Kesehatan hanya memahami bahwa pasien harus dirawat sampai sehat, sampai sembuh. “Inilah yang menjadi pegangan dewan untuk menyampaikan kepada masyarakat yang ada di dapil anggota dewan masing-masing,” ujarnya.
Pihaknya, lanjut Plt Ketua Partai Demokrat Sumut ini, ingin mengkroscek di mana sebenarnya kesalahan terjadi. Apakah di BPJS Kesehatan, pengelola rumah sakit, atau BPJS tidak mau membayar, atau pengelola tidak mau melayani karena tidak dibayar, sehingga tidak memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Menjawab pertanyaan Jumadi, Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Medan Suprianto Syahputra mengungkapkan, secara regulasi Permenkes No. 28, pemberlakuan pengurusan administrasi saat berobat yakni, tiga kali 24 jam hari kerja.
Namun, fakta di lapangan yang sering terjadi, kadang banyak peserta yang berjanji dan mengatakan bahwa mereka punya kartu BPJS. Hanya saja, BPJS nya tidak diketahui aktif atau tidak. “Tapi secara pengurusan administrasi itu tiga kali 24 jam hari selama hari kerja,” jelasnya.
Menurutnya, sampai saat ini di lapangan masih banyak juga masyarakat yang belum paham mengurus kartu BPJS. Masyarakat berpikir begitu mengurus kartu, bisa langsung aktif. Tidak seperti itu, yang berlaku setelah diurus, 14 hari kemudian, kartu baru aktif dan bisa digunakan.
“Terkait PBI secara regulasi sudah pasti dijamin, karena sudah terdaftar menjadi peserta. Jika tidak membawa kartu memang ada standar administrasi tiga kali 24 jam,” cetusnya.
Sementara pihak rumah sakit, dr Maria Kristina dari dr RSU Santa Elisabeth Medan mengungkapkan terkait persoalan pelayanan JKN, permasalahan rata-rata hampir sama dengan rumah sakit lainnya di Medan. Di RSU Elisabet, mengenai status kepesertaan, memang diberlakukan menungggu tiga kali 24 jam. Walaupun pasien datang, barangkali tidak dengan kartu atau mengatakan pasien pakai umum dulu. “Kami tetap menunggu tiga kali 24 jam, ada kesempatan kalau nanti datang dengan kartu BPJSnya. Namun kalau sudah lewat tiga kali 24 jam, kami mohon maaf, kami tidak bisa menggunakan kartu BPJS sebagai pejamin,” katanya.
Terkait pasien disuruh pulang, semoga di rs tersebut tidak ada. Hanya kadang-kadang pasien yang barangkali merasa belum layak pulang, namun diputuskan dokter penanggungjawab pelayanan sudah bisa pulang. Tentu kita pulangkan. BPJS juga tidak mau membayar klaim apabila pasien sudah dibolehkan pulang oleh dokter, namun tidak juga pulang.
“Jadi kondisi-kondisi sembuh atau tidak dokterlah yang menilai. Bukan judgmen dari kelurga ataupun rumah sakit,” cetusnya. (Dik/red)