Medan (Pewarta.co) – Insentif tenaga kesehatan RSUD Pirngadi Medan yang merawat pasien Covid-19 sejak Maret 2020 tertunda pencairannya hingga berbulan-bulan. Bahkan, oleh Pemko Medan insentif para nakes tersebut juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) 5 hingga 15 persen sesuai golongan.
Anehnya lagi, nakes yang tercatat sebagai pegawai honorer yang tidak memiliki golongan juga dikenakan pemotongan PPh.
Padahal, Presiden RI Jokowi telah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9/2020 tentang fasilitas PPh dalam penanganan Covid-19. Salah satu jenis insentif untuk lima kegiatan tersebut salah satunya tambahan penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 tidak dikenakan pemotongan PPh.
Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Medan Sudari minta Dinas Kesehatan Kota Medan untuk memastikan ke bagian keuangan Pemko Medan apakah memang seharusnya PPh insentif nakes tersebut dipotong 5 hingga 15 persen.
“Jika kita lihat insentif yang mereka terima baru bulan Maret dan April. Berdasarkan PP yang dikeluarkan Presiden RI tersebut, dikeluarkan pada Juni 2020. Mungkin Dinas Kesehatan berasumsi insentif yang diberikan kepada nakes itu sebelum dikeluarkannya PP No.29/2020 tersebut,” ujar Ketua Fraksi PAN ini.
Karenanya, lanjut Sudari, pihaknya minta Kadis Kesehatan Kota Medan agar segera berkonsultasi ke bagian keuangan di bidang perpajakan. Jika seandainya insentif ini memang tidak dipotong meski PPnya keluar setelah insentif Maret dan April dibayarkan, kita minta PPh tersebut direstitusi atau dikembalikan sesuai peraturan Kementerian Keuangan. “Jadi insentif yang sudah dipotong harus dikembalikan Pemko Medan kepada nakes,” sarannya.
Berdasarkan informasi yang didapat Sudari dari nakes yang bekerja di beberapa rumah sakit lain di Kota Medan, para nakes memastikan insentif yang mereka terima sama sekali tidak dipotong PPhnya.
“Jadi pemotongan insentif yang dilakukan oleh Pemko itu dikarenakan kurangnya koordinasi antara Dinas Kesehatan ke bagian keuangan. Ini kelemahan daripada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka pengelolaan keuangan di Dinas tersebut. Kadis Kesehatan Medan pasti tahu adanya PP No.29/2020 itu, tapi mereka tidak mau berkonsultasi ke bagian keuangan. Mereka berasumsi insentif yang dipotong PPh Maret April itu sebelum keluarnya PP yang No.29 tersebut. Ini adalah kelemahan mereka dalam mengorganisir stafnya agar proaktif terhadap peraturan pemerintah yang dikeluarkan di masa pandemi,” tegasnya.
Terpisah Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman menanggapi pemotongan PPh insentif para nakes RSUD Pirngadi yang merawat pasien Covid-19, berjanji akan mengecek ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). “Kalaupun nanti insentif itu memang tidak wajib dikenakan pemotongan PPh, harus dikembalikan itu. Jadi saya tidak berani menjawab apa alasan pemotongan itu. Saya akan panggil Kepala BPKAD dan mempelajarinya,” tegas mantan Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan tersebut.
Sementara, berdasarkan pengakuan salah seorang nakes yang bertugas di RSUD Pirngadi Medan Buala Zendrato, insentif yang mereka terima baru dua bulan turun untuk Bulan Maret dan April dikenakan pemotongan PPh. Pemotongan yang diberlakukan kepada Nakes beragam disesuaikan dengan golongan. Untuk golongan II tidak dikenakan pemotongan PPh. Sementara untuk golongan III dipotong 5 persen, untuk golongan IV dipotong sampai 15 persen. “Anehnya pegawai honorer juga dipotong, padahal kami tak punya golongan,” katanya. (Dik/red)