Medan (pewarta.co) – Kasus dugaan pemalsuan surat tanah yang berujung pada penyerobotan lahan milik mantan Bishop (pemimpin pendeta) Gereja Methodist Indonesia, RPM Tambunan, hingga kemarin tak kunjung tuntas.
Karena itu, RPM Tambunan didampingi pengacaranya, Rinto Maha, Kamis (4/5/2017) mendatangi gedung Direktorat Reskrimum (Dit) Reskrimum Poldasu untuk mempertanyakan kasus yang dilaporkan ke Polda Sumut pada 22 Agustus 2016 lalu, dengan bukti Laporan Polisi Nomor: LP/1083/VIII/2016 SPKT “II” diterima Bripka Rudi Bangun.
“Kedatangan kami ke sini untuk menanyakan perkembangan kasus pemalsuan yang kemudian terjadi penyerobotan lahan milik saya. Sudah 10 bulan ini belum ada kejelasan,” kesal RPM Tambunan.
Dia menjelaskan, kasus yang dilaporkannya itu bermula, ketika Camat Medan Tuntungan, Gelora Ginting menerbitkan Surat Keterangan (SK) Camat atas tanah yang sudah bersertifikat milik Ir Tumiar Sianturi, almarhum istrinya.
Namun, ada komplotan (mafia) yang mengklaim tanah tersebut. Untuk menguatkan kepemilikan tanah tersebut, mafia tanah itu membuat SK Camat menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu atas nama Tumiar, berjenis kelamin laki-laki.
Selanjutnya, pihak Kecamatan Medan Tuntungan mengeluarkan SK Camat Tuntungan No.260/LEG/MTT/IX/2013 tanggal 24 September 2013.
“Jadi, tanah itu sudah kami beli dan tempati selama puluhan tahun, sudah ada Surat Hak Milik (SHM) No.3 tahun 1982 dan No.5 tahun 1982 yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan. Tapi, ada SK camat lagi yang terbit di tanah kami itu. Sekarang tanah itu sudah dijual lagi sama mafia tanah ke oknum berpangkat letnal kolonel (letkol) di Kodam (RS),” sebutnya.
Terkait penjualan tanah miliknya itu, RPM Tambunan menyebut, dia sempat mengundang oknum perwira menengah (pamen) di Kodam itu untuk datang ke rumahnya.
Saat itu, sekira 5 Januari 2014 lalu, RS datang ke rumahnya. Ketika itu, RS sempat marah-marah kepada RPM Tambunan.
“Melalui perhimpunan marga, kemudian saya undanglah beliau (RS) ke rumah. Dia datang, saat itu ibu (istrinya, Tumiar Sianturi) sedang sakit. Dia datang bilang begini, mana suratnya biar kita cek. Lantas saya kasih tahu suratnya, dan saya bilang kalau bapak selaku aparat negara untuk sama-sama menegakkan keadilan. Dia marah, dia minta saya cabut ucapan saya. Saya bilang, apa yang saya sampaikan adalah kebenaran. Kenapa dia yang seorang aparat negara harus pasang badan untuk mafia. Dia langsung keluar begitu saja,” kecamnya.
RPM Tambunan menegaskan, selaku mantan Bishop, dia menjunjung kebenaran. “Saya mantan Bishop, saya yakin benar. Karena saya selalu menyampaikan kebenaran. Saya tidak mungkin mengakui apa yang bukan milik saya. Kalau begitu, percumalah khotbah saya selama ini. Selama ini saya menyampaikan kebenaran, jadi saya yakin benar ini apa yang saya sampaikan ini adalah kebenaran. Tapi mencari kebenaran di sini (Polda Sumut) sepertinya susah,” sesalnya.
Sementara, Rinto Maha menegaskan, jika dalam dua minggu ke depan kasus ini tidak kunjung tuntas, maka dia akan mencabut perkara tersebut dan membawanya ke Mabes Polri.
“Yang simple-simple saja, jangan diputar-putar. Ini sudah terang benderang, ini kasus pemalsuan. Hadirkan saja Tumiar itu, bisa tidak? Sudah jelas itu bodong. Ini sudah jelas barang buktinya, petunjuknya, saksi-saksinya, mau apa lagi? Kita minta tangkap semua pelaku pemalsuan dan penyerobotan lahan klien (RPM Tambunan) kami. Jika dua minggu ini tak tuntas juga, akan kami cabut kasus ini dan akan kami lapor ke Mabes Polri,” tegasnya.
Pjs Kasubdit II/Harda-Bangtah, AKBP Jistoni Naibaho yang dikonfirmasi wartawan terkait masalah itu, mengaku belum bisa berkomentar. “Besoklah ya, saya belum tahu lagi perkembangan kasus itu sekarang. Besok saya jelaskan,” tandasnya. (red)