Medan (pewarta.co) – Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw meninjau Zona Merah Gunung Sibanung dalam rangkaian kunjungannya ke Kabupaten Tanah Karo sejak Sabtu (5/8/2017) hingga Minggu (6/8/2017).
Peninjauan itu didampingi Bupati Tanah Karo, Terkelin Brahmana bersama Dandim Tanah Karo serta Kepala Badan Penanggulangan Bencara Daerah (BPBD) Provinsi Sumut, Martin Sitepu dan masyarakat Kuta Tengah Kabupaten Tanah Karo.
Kapolda mengatakan, pengecekan langsung zona merah Gunung Sinabung tersebut bertujuan untuk upaya mencari solusi dan jalan ke luar dari permasalahan yang dihadapi masyarakat korban erupsi Gunung Sinabung.
“Saya berpikir, untuk apa hadir di sini kalau tidak bisa mencari solusi yang dihadapi saudara-saudara kita yang terkena bencana erupsi Gunung Sinabung ini. Karena itu, saya merasa harus melihat langsung untuk mencari tau apa solusinya,” ujar jenderal bintang dua tersebut.
Kapolda berharap, masyarakat bisa menyampaikan saran dan ide kepada pemerintah daerah setempat agar menjadi rangkuman opsi dalam upaya pencarian solusi untuk kepentingan bersama masyarakat Tanah Karo, khususnya bagi para pengungsi erupsi Gunung Sinabung yang hingga saat ini masih hidup di pengungsian.
“Masyarakat dan kelompok yang ada di sini jangan sungkan berbicara dan memberi ide yang nantinya akan dibicarakan dengan Pemkab Karo. Dandim dan Kapolres Tanah Karo akan memfasilitasinya untuk dirembukkan, dan apabila disetujui sangat memungkinkan akan dijadikan solusi,” katanya.
Kapolda menyebut, bencana alam seperti erupsi Gunung Sinabung tidak bisa diperkirakan secara pasti kapan kemunculan dan akhir terjadinya. Tidak mungkin masyarakat korban bencana selamanya tinggal di pengungsian.
“Saya membayangkan ketika Tsunami di Aceh terjadi, waktu itu cepat sekali penanganannya. Menjadi pertanyaan kenapa di Tanah Karo bisa begitu lambat penanganannya. Ini yang harus kita jawab bersama. Kami dari kepolisian juga harus punya peran untuk membantu sudara kita yang mengungsi,” tegas Paulus.
Ditambahkan Paulus, untuk zona merah, Polda Sumut akan mencari solusi cara bertindak serta langkah lebih efektif yang bisa dilakukan untuk membawa ke luar masyarakat yang terkena bencana apabila sewaktu-waktu terjadi tanpa perkiraan.
“Hasil diskusi yang kita lakukan, ada beberapa catatan kendala mengapa demikian lama penyelesaian masalah pengungsi ini terjadi. Tim pemerhati peduli Sinabung banyak berkontribusi, tapi dari yang saya lihat keadaan di pengungsian yang sudah sejak tahun 2010 ini memerlukan sebuah konsep pemikiran bagaimana mempercepat penanganan. Saya mungkin akan berkali kali ke sini, karena ini menjadi perhatian nasional, secara bersama-sama kita menangani permasalahan ini,” pungkasnya.
Bantuan
Sebelumnya, Sabtu (5/8/2017), Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw didampingi istri Roma Pasaribu memberikan bantuan kepada para korban dampak erupsi Gunung Sinabung yang tinggal di posko pengungsian.
Bantuan itu dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kapolda Sumut Irjen Pol Paulus Waterpauw. Bantuan itu berupa gula pasir 10,5 ton, beras 17 ton, minyak goreng 8,7 ton, mi instan 1.325 kotak dan air mineral 300 kotak.
“Bantuan diberikan ke dua posko pengungsi yakni Posko GOR KNPI (350 Kepala Keluarga dengan rincian 1243 jiwa) dan Posko GBKP (435 KK atau 1549 jiwa),” terangnya.
Selain bantuan, sambung MP Nainggolan, Polda Sumut juga memberikan pengobatan gratis kepada para pengungsi. Polda Sumut mengerahkan 60 personel dokter dari Bidang Kedokteran Kesehatan (Bid Dokkes) Polda Sumut, dokter Rumah Sakit Bhayangkara Medan kerjasama dengan Dinas Tenaga Kesehatan Kabupaten Karo.
“Kalau ada pasien yang sakitnya parah atau butuh penangan intensif, segera kami bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan untuk ditangani,” timpal Kabid Humas Polda Sumut Kombes Rina Sari Ginting.
Pengungsi
Kebosanan terus meratapi hati para pengungsi Sinabung. Mereka gelisah dan berharap bisa segera direlokasi ke tempat hunian baru. Sayangnya sampai hari ini belum ada kepastian.
Jaya Sitepu (53), pengungsi dari Desa Sukanaluh, Kecamatan Namanteran mengantre di posko bakti sosial pengobatan untuk mengecek kesehatannya.
Selama tinggal di posko pengungsian, dia mengaku sering sakit-sakitan. Badannya terkejut karena dari terbiasa bangun pagi dan kerja di ladang, tiba-tiba aktivitasnya makan dan tidur di posko.
“Kaki dan tangan saya kebas-kebas. Kadang-kadang tangan ini kesemutan. Kalau dulu selama kerja ke ladang nggak terasa, karena kerja terus. Tapi sekarang jadi sakit-sakitan,” katanya kepada wartawan di Posko KNPI Tanah Karo, Sabtu (5/8/2017).
Selain kebas-kebas, ibu ini juga menuturkan betapa jenuhnya tinggal di pengungsian dengan segala kesumpekannya. Perubahan situasi ekonomi keluarganya juga semakin tak punya kepastian.
Anak-anaknya, bahkan harus sekolah di sore hari. Celakanya, pihak pemerintah setempat belum juga memberi kepastian sampai kapan mereka tinggal di posko dan kapan direlokasi.
“Kami sangat ingin mandiri. Ingin bisa kerja berladang lagi. Bosan begini-begini terus,” sesalnya. (DA)