Medan (Pewarta.co) – Pengamat Lingkungan asal Universitas Sumatera Utara, Ir. Jaya Arjuna, M.Sc menilai DPRD Kota Medan memiliki peran penting dalam penanggulangan Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang merupakan suatu program pemerintah untuk mewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan dengan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh dan penurunan kemiskinan.
“Kondisi kumuh sangat tergantung pada penyebab terjadinya kekumuhan seperti, perancangan ruang kota, kualitas penduduk, aktivitas penduduk, pengawasan dan ketersediaan fasilitas,” kata Jaya Arjuna pada acara Hearing Seminar Sehari bersama Komisi B DPRD Kota Medan, Selasa (18/12/2018) yang digelar di Medan Club, Kota Medan.
Dijelaskannya, penanggulangan kota tanpa kumuh sendiri sudah terdapat pada beberapa pasal yang sudah tertera pada Undang-Undang (UU), yakni pasal 28H UUD Negara Republik Indonesia, pasal 65 ayat 1 UU No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pasal 9 ayat 3 UU No.30 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), pasal 44 UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pemgelolaan lingkungan hidup RI), pasal 65 ayat 3 UU No.32 tahun 2009 dan pasal 66 UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup RI.
Lanjut Jaya Arjuna, masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan hidup. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan atau penyampaian informasi dan laporan.
”Peran masyarakat dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, kemitraan, menumbuh kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial dan mengembangkan serta menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kemudian, indikator kumuh dapat dilihat dari bangunan gedung, jalan lingkungan tidak aman dan tidak nyaman, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, pengamanan kebakaran dan bencana, ruang terbuka publik dan upaya penanganan atau eliminasi kawasan kumuh ke perumahan terkawal dan manusiawi,” paparnya.
Dari 27 daftar kota yang berperan dalam penanggulangan KOTAKU, dari segi dan posisinya, saat ini Kota Medan berada di peringkat ke-26 dengan tingkat kekumuhan sekitar 56.1%. Kriteria penilaian itu dapat dilihat dari ketersediaan kebutuhan dasar (air bersih, jaringan listrik, hingga ketersediaan perumahan layak untuk masyarakat), adanya fasilitas sosial dan umum (taman, transportasi publik, fasilitas kesehatan dan lainnya), ketersediaan ruang publik untuk interaksi berbagai komunitas, keselamatan dan keamanan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, dukungan fungsi sosial ekonomi, budaya kota serta kualitas lingkungan.
”95% dari kota layak huni dunia yaitu berasal dari kota yang negaranya menjalankan ajaran agama Islam,” ujar Jaya.
Sementara itu, untuk mewujudkan KOTAKU sebagai permukiman layak huni dan berkelanjutan diperlukan kualitas, kesadaran dan kerjasama pemimpin serta masyarakat.
”Pemerintahan Tiga Jalur (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) dan masyarakat yang dibutuhkan untuk menjadi sebuah Kota Tanpa Kumuh. Untuk pemimpin, tetap dalam jalur kebenaran (visi, pola fikir, kebijakan, perilaku), dapat dipercaya, komunikatif dan cerdas. Rakyat juga harus taat azas dan taat hukum. Klasufikasi kota layak huni dunia yaitu tidak korupsi, patuh menjalankan ajaran agama Islam, memiliki pilihan atas pendapatan, kesehatan dan pendidikan yang baik,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara, perwakilan Ketua DPRD Kota Medan Henry Jhon Hutagalung, Wakil Ketua DPRD Medan Burhanuddin Sitepu SH dan anggota dewan dari Komisi B, Perwakilan Walikota Medan, Sekretaris DPRD Medan, Drs. Abdul Azis dan sejumlah undangan lainnya. (Dik/red)