Batubara (Pewarta.co)-Gerakan masyarakat Menuju Kesejahteraan Kabupaten Batubara (Gemkara) menyikapi pemasangan ornamen Gorga di Mapolres setempat.
Hal itu dilakukan Gemkkara lewat rapat yang digelar di Rumah Makan Banyu Wangi Kecamatan Lima Puluh, Kamis (5/9/2019).
Dalam rapat itu, dibahas sejumlah hal penting, termasuk persoalan budaya Batubara.
Ketua Gemkara Batubara Khairul Muslim menjelaskan, kebijakan penggunaan motif ornamen ‘Gorga’ pada pembangunan Kantor Mapolres Batubara perlu dipertimbangkan.
Sebab, setelah persoalan ini muncul ke media massa banyak pihak menjadi berang dan diduga menyulut perasaan warga.
“Penggunaan simbolik ornamen ‘gorga’ ini tidak mencerminkan kearifan lokal. Ini perlu menjadi pertimbangan oleh kapolres Batubara,” ujar Khairul Muslim didampingi Sekretaris Umum Syarkowi Hamid, Ketua Harian Zulkarnain Achmad, Bendahara Umum Taufik Doban,Wakil Ketua Arsyad Nainggolan, Sahril Hasanel Basri dan pengurus Gemkara lainnya antara lain Ir Hidayat, Hs, Ahmadan Chair, Taufik Abdi Hidayat, Rajali RE Hasibuan, Evi Sikumbang, Agusdiansyah Hasibuan, Zulkifli Nasution, Fauzi Ahmad Dahlan, Muhammad Ali, Bambang Novianto.
Saat ini, kata wartawan senior itu, beberapa elemen dan masyarakat seperti Masyarakat Adat Budaya Melayu (MABMI) sudah melayangkan surat protes yang dipublikasikan di media masa. Langkah persuasif itu penting untuk dipertimbangkan sebelum persoalan ini menimbulkan keresahan masyarakat secara massif.
Ditegaskannya, persoalan ini diharapkan disikapi dengan serius, tidak anggap sepele.
“Karena itu, Gemkara ingin solusi terbaik agar persoalan ini tidak berlarut- larut, bukan mencari siapa yang salah. Lebih baik dan bijak, bongkar secepatnya ornamen Gorga tersebut,” tegas Khairul seraya menambahkan ini persoalan kearifan lokal dan perlu sensifitas.
Lebih jauh Khairul memaparkan, bangunan kantor Mapolres Batubara adalah fasilitas nasional, karena itu, tidak perlu diberikan motif atau corak ornamen tertentu.
“Jangan berikan sedikitpun ruang dan potensi untuk memicu konflik sosial dan SARA (suku, agama, ras dan antargolongan),” paparnya.
Sementara itu Wakil ketua Gemkara Arsyad Nainggolan meyakini Kapolres tentu lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi persoalan ini.
Menurutnya, tidak mungkin Kapolres Batubara mempertahankan kebijakan tidak disadari dapat menimbulkan konflik.
“Ini adalah persoalan etika, bisa diselesaikan secara sederhana,” sebutnya.
Senada dengan itu, Sahri Hasanel Basri menambahkan, dalam waktu dekat, Gemkara akan menyerahkan pernyataan sikap ke Polres Batubara.
Oleh karenanya, Sahri mengajak semua pihak untuk saling menjaga kekompaan.
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Kearifan seorang tukang, tidak banyak kayu yang terbuang,” tambahnya. (ril)