Medan (pewarta.co) – Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, peristiwa banjir bandang di Kota Padangsidimpuan seharusnya tidak dimaknai sebagai peristiwa biasa.
Berbagai material yang ditemukan di sepanjang area yang terkena dampak banjir seperti kayu, lumpur, pasir menjadi bukti bahwa kawasan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi rusak.
Peristiwa meluapnya air Sungai Batang Ayumi pada Minggu 26 Maret 2017 malam kemarin, merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Bahkan peristiwa banjir bandang tersebut diyakini menjadi yang terbesar dan terparah sepanjang sejarah.
Kerusakan hutan di hulu Sungai Batang Ayumi yang meliputi Gunung Lubuk Raya dan Gunung Sibualbuali diyakini sebagai penyebab utama banjir bandang. Alih fungsi hutan menjadi lokasi wisata di Aek Sabaon, perkebunan sawit, penambangan liar dan pengambilan kayu secara ilegal menjadi faktor utama ketidakmampuan daerah resapan air menampung air hujan.
Peristiwa tersebut, kata Sutrisno akan menjadi peristiwa awal jika pembalakan liar dan konvesi hutan tetap terjadi secara terstruktur, sistemik dan masif.
“Maka terkait peristiwa ini perlu disampaikan catatan. Pertama, pemerintah, baik pusat maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beserta Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel), Pemko Padangsidimpuan beserta jajaran TNI dan Polri diminta melakukan penanganan secara serius terhadap seluruh korban. Pendataan penduduk terkena dampak sangat penting untuk memastikan tidak ada lagi korban yang hilang, baik terseret arus sungai maupun tertimpa material kayu, lumpur, pasir,” tegasnya.
Kedua, pemerintah diminta segera melakukan investigasi menyeluruh atas peristiwa tersebut. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu, pembukaan lahan sawit, pembukaan lokasi wisata, penambangan liar di sekitar Gunung Lubuk Raya dan Sibualbuali dan kawasan hutan sebagai daerah tangkapan air di hulu Sungai Batang Ayumi diduga sebagai faktor utama banjir bandang tersebut.
Investigasi secara menyeluruh dari aspek izin penguasaan lahan, izin lingkungan, izin usaha berbagai aktivitas pemakaian dan pengelolaan hutan akan memberi bukti-bukti penyebab banjir bandang.
“Kapolri diminta untuk segera menugaskan tim dari Mabes Polri, Polda Sumut untuk memeriksa seluruh pihak yang terkait dengan izin penguasaan/pemanfaatan hutan, baik izin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara, maupun Bupati/Walikota di kawasan hulu Sungai Batang Ayumi,” kata politisi PDIP ini.
Alih fungsi kawasan hutan di kawasan hulu Sungai Batang Ayumi, lanjut Sutrisno, diduga melibatkan oknum kepala daerah dan oknum Anggota DPRD.
Alih fungsi lahan yang dilakukan tanpa proses dan tahapan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan dan melibatkan oknum penyelenggara pemerintah daerah adalah kejahatan kemanusiaan.
Dampak dari tindakan penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang mengakibatkan kehilangan nyawa, kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, trauma, beserta kerugian immateril bagi masyarakat. Maka oknum penyelenggara pemerintah daerah tersebut harus diproses secara hukum.
“Alih fungsi hutan heterogen menjadi hutan homogen atau bentuk lain akan tetap berlanjut di hulu Sungai Batang Ayumi. Pemerintah diminta untuk tidak mengeluarkan izin baru terkait alih fungsi hutan di hulu Sungai Batang Ayumi. Segala aktivitas ilegal di hutan hulu Sungai Batang Ayumi juga harus segera dihentikan terkait pengambilan kayu, penambangan liar maupun aktivitas lain yang dapat mengubah fungsi hutan di hulu sebagai daerah tangkapan air,” terang Sutrisno. (drc/red)