Medan (pewarta.co) – Kebijakan Walikota Medan, Dzulmi Eldin dan Wakilnya Akhyar Nasution dinilai masih jauh dari janji-janji politik, terutama dalam sektor pembangunan ekonomi masyarakat. Pedagang tradisional yang merupakan penopang ekonomi mikro ternyata tidak mendapat prioritas dalam rencana kebijakan umum pembangunan Medan tahun 2017.
“Kebijakan umum yang disampaikan Pemko Medan tadi masih terlalu umum, masih jauh dari janji dan komitmen politik. Secara umum masih
normatif,” ketus anggota Badan Anggaran (Banggar), M Nasir, usai pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja (R-PAPBD) Medan 2017 bersama tim anggaran Pemko Medan di gedung dewan, Senin (14/8/2017).
Politisi PKS ini mencontohkan, pedagang pasar tradisional merupakan pelaku ekonomi mikro yang sudah teruji mampu bertahan saat krisis.
Sayangnya Pemerintah Kota (Pemko) Medan tidak memberikan prioritas terhadap keberadaan pedagang di pasar tradisional dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
Pemko Medan mengabaikan fakta-fakta bahwa, saat ini banyak pedagang yang justru berjualan di pinggir jalan, menggunakan fasilitas umum (fasum), karena ketidaksanggupan pasar menampung pedagang atau pasar yang ada tidak layak dijadikan tempat berjualan.
“Banyak pelaku ekonomi menggunakan fasum. Pemko Medan seharusnya memberikan perhatian, melalui revitalisasi pasar dan memberikan mereka (pedagang) tempat berjualan,” katanya.
Dia mencontohkan, pedagang menggunakan fasum hampir terlihat di pasar-pasar tradisional. Contoh, Pasar Sei Sekambing, Pasar Palapa di
Pulo Brayan. Saat ini juga banyak pedagang berjualan di Jalan Rawe Kelurahan Tangkahan, Jalan Bukit Barisan Pekan Labuhan.
“Pedagang meletakkan dagangan di pinggir rel. Seharusnya pemerintah menyiapkan tempat untuk para pedagang ini,” katanya.
Kesempatan itu disampaikanya juga, belum ada kebijakan kongkrit terkait komitmen Dzulmi Eldin dan Akhyar Nasution membangun kawasan Utara Kota Medan.
Padahal, Belawan merupakan gerbang ekonomi Medan dan Sumut. Pemko Medan beralasan pengembangan Medan bagian Utara terkendala Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Di mana kawasan pesisir belawan merupakan ruang terbuka hijau.
“Faktanya, saat ini kawasan pesisir yang masuk register (hutan lindung) sudah dijadikan tempat kontainer. Jadi, alasan itu (terganjal RTRW) tidak tepat,” katanya.
Di bidang pendidikan, Pemko Medan juga tidak memberi perhatian kepada masyarakat Medan bagian Utara. Pada penerimaan siswa baru dua tahun terakhir, Pemko Medan mengedepankan zonasi atau prioritas warga yang dekat degan lokasi sekolah. Namun, di Belawan sampai saat ini masih ada satu seklah menengah pertama (SMP) negeri, dan lokasinya ke pelosok dan susah angkutan umum.
“Kalau kebijakan umum tak punya dasar kuat, kekmana (bagaimana) pelaksanaanya. Perlu kajian matang dan akurat,” tandasnya. (red)