Medan (Pewarta.co) –
Sebanyak 9 Fraksi di DPRD Kota Medan menggunakan hak inisiatifnya mengusulkan adanya peraturan terkait penggusuran rumah di Kota Medan. Usulan tersebut diajukan dalam Rapat Paripurna Penjelasan atas Ranperda Kota Medan tentang Larangan Penggusuran Rumah Tanpa Penyediaan Rumah Pengganti, Senin (6/8/2018) di ruang Paripurna, gedung DPRD Kota Medan yang dibuka Wakil Ketua DPRD Medan, Ihwan Ritonga.
Ke-9 Fraksi pengusul tersebut yaitu Fraksi PDIP (Wong Chun Sen Tarigan, MPd.B), Fraksi Golkar (Mulia Asri Rambe, SH), Fraksi Gerindra (Dame Duma Sari Hutagalung, SE), Fraksi Demokrat (Anton Panggabean), Fraksi PKS (H. Asmui Lubis, S.Pdi), Fraksi PPP (Hj. Hamidah), Fraksi PAN (Kuat Surbakti, S.Sos), Fraksi partai Hanura (Drs. Hendra, DS) dan Fraksi Persatuan Nasional (Beston Sinaga, SH, MH).
Dalam penjelasan usulan peraturan ini yang dibacakan Ketua DPRD Kota Medan, Henry Jhon Hutagalung, disebutkan dasar hukum dan rujukan ranperda ini yakni UU D 1945 Pasal 18 Ayat 6. Kemudian UU No 39 Tahun 1999, UU No 11 Tahun 2005, dan UU No 12 Tahun 2005.
Lalu UU No 17 Tahun 2014, UU No 23 Tahun 2014, dan UU No 22 Tahun 2009. Selanjutnya UU No 12 Tahun 2011, Permen No 43 Tahun 1993, dan Permen 34 Tahun 2006. Juga Permen No 6 Tahun 2010, Permen No 2 Tahun 2009, dan Permen No 13 Tahun 2011. Terakhir Pasal 2 Tata Tertib DPRD Medan No 171/3749.
Menurut Henry Jhon, penggusuran rumah boleh saja dilakukan, akan tetapi harus ada penggantinya. “Karena mereka juga mempunyai status sosial dan pantas mereka mendapat tempat yang layak agar bisa berinteraksi,” sebutnya.
Namun diakuinya, pemerintah tidak akan mudah untuk menjalankan program ini. Tetapi dapat dilakukan karena mendapat satu aturan yang baku dengan peraturan daerah yang nantinya menjadi solusi bagi pemerintah untuk menerapkan program selanjutnya.
“Dalam penataan Kota Medan ke depan, peraturan ini dapat diselaraskan dengan sinergi peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata (RDTR) yang sudah ada sehingga dapat tercipta kehidupan yang layak dan humanis, karena itu Ranperda ini dapat dilanjutkan menjadi Perda,” ucap Henry Jhon.
Dikatakanya juga, manusia sebagai mahluk Tuhan yang paling mulia seharusnya diperlakukan sebagai manusia yang menjunjung tinggi harkat dan martabatnya. “Undang-undang tentang hak azasi manusia setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat,” tandasnya. (Dik/red)