Tapsel (Pewarta.co) – Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batangtoru,Tapanuli Selatan Sumut, berkapasitas 510 MW ramah lingkungan.
Hal itu diungkapkan Dirjen Ketenagalistrikan Rida Mulyana saat kunjungan kerja ke lokasi PLTA Batangtoru Sabtu (17/3/2019) melalui Hendra Iswahyudi, Direktur Bina Usaha Ketenagalistrikan.
Menurutnya, PLTA ini membutuhkan lahan yang sedikit artinya dari 600 Hektare (Ha) Areal Penggunaan Lain (APL) yang telah dibebaskan cuma butuh sekitar 122 Ha untuk bangunan permanen yang 66 Ha yang digunakan untuk genangan air dan sisa yang 400 Ha nantinya akan dihutankan kembali sebab keberadaan hutan sangat penting menjaga air sebagai bahan baku keberlangsungan PLTA ke depan.
Dikatakan Proyek tersebut, juga meningkatkan porsi pemerintah mewujudkan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang saat ini baru mencapai 13 persen dan diharapkan akan mencapai 23 persen pada tahun 2025.
“Bayangkan saja 510 MW itu bukan kecil, dia bisa memberikan penerangan kepada 510 ribu rumah tangga 900 watt,” katanya. Kemudian energi listrik dihasilkan PLTA ini akan disalurkan interkoneksi Sumatera, dan penggunaan hanya pada beban puncak.
Gus Irawan ,Ketua Komisi VII DPR RI juga pernah menyatakan PLTA Batangtoru akan mampu mengatasi krisis listrik Sumatera Utara. Ke depan dapat menggantikan peran pembangkit Kistrik tenaga diesel (PLTD) yang biaya produksinya relatif lebih mahal yang sampai saat ini masih diperlukan untuk mencegah pemadaman.
Hendra mengatakan pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik masyarakat dan industri pasti akan bertambah. Karena itu PLTA Batangtoru diharap akan menjawab kebutuhan itu nantinya di samping sumber EBT lainnya.
Terpisah, Agus Djoko Ismanto, Senior Advisor Lingkungan PT NSHE menyebut luas lahan yang dipakai PLTA 510 MW sangatlah kecil cuma 0,07 persen atau seluas 122 Ha dibanding total ekosistem Batangtoru berstatus APL seluas 163.846 Ha.
“Dengan mengikuti regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan menggandeng Universitas Sumatrea Utara (USU), PT NSHE memiliki program reboisasi dan pelestarian lingkungan sepanjang daerah aliran sungai Batangtoru,” ujarnya.
Bahkan kata dia, dalam menjalankan program tersebut NSHE yang memiliki sejumlah pakar ahli lingkungan juga melibatkan kelompok pecinta alam. “Nyawa PLTA itu adalah air, dan sangat tidak mungkin kami merusak lingkungan sebagai penyangga air,” terang Agus.
“PLTA Batangtoru juga memberikan kontribusi sistem penyangga kehidupan dan keberlanjutan suplai air, selain pengendalian erosi pada tebing dan bukit juga meningkatkan daya dukung lingkungan dan konservasi habitat Orangutan Tapanuli serta satwa lainnya,” ujarnya.
Menurut Agus, sebuah investasi pembangunan yang besar hingga mencapai Rp21 triliun tak mungkin untuk di sia-siakan.Banyak potensi ekonomi yang terberdayakan dari proyek PLTA ini,” Ujarnya. (Rts/red)