Medan (pewarta.co) – Mengenai adanya oknum Biku yang ikut terlibat melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap para anak-anak dan orangtua disana, adalah tak sesuai dengan apa yang mereka anut.
“Adanya oknum Biku yang ikut membantai, kalau menurut saya tidak sesuai dengan ajaran kita dan itu bukan ajaran Budis. Jelas-jelas ajaran kita menentang hal itu. Pengurus pusat kami juga sudah menyalurkan pernyataan tentang penentangkan ajaran Biku disana,” jelasnya, Sutopo dari Majelis Budayana Indonesia (MBI) di Hotel Darma Deli Medan, Selasa (5/9/2017).
Dukungan serta perbedaan perilaku Biku di Myanmar itupun di rasa sesat dan menyalahi aturan seperti yang dikatakan, Thitavwangso. Dirinya yang merupakan seorang Biku, bahkan mengutarakan ajaran agamanya yang diwajibkan bagi seorang Biku adalah mentaati 227 aturan yang tak boleh dilanggar. Bahkan ajaran Budha diterapkan menjaga hewan, apalagi hanya manusia agar tidak menyakiti.
Dirinya juga sependapat dengan para tokoh agama lain yang hadir, kalau pembantaian dan pembunuhan masyarakat Rohingya di Myanmar bukanlah masalah agama.
“Dari 227 aturan itu, salah satunya adalah membunuh, ke ikut sertaanya dalam politik. Itu gak boleh bagi Biku. Apabila itu dilanggar, akan diusir dari kebiksu-annya. Jadi, kalau itu memang benar, kami mengatakan bahwa itu bukan Biku. Namun umat Budha di Indonesia turut prihatin. Kita tidak menghendaki apa yang terjadi di Myanmar,” kata dia, saat mendengar keterlibatan Biku dalam pembantaian di Myanmar.
Sedangkan dari Tokoh agama Kristen, dari Ketua BKG, Pendeta Tulus Siahaan, menyepakati keharmonisan antar agama dimanapun berada khususnya di Kota Medan, hendaklah terjaga dengan baik. Sehingga keberagaman bisa dijalankan bersama.
“Saya disini ingin mengatakan dengan permohonan maaf, rela atau tidak, kita disini semua harus mengakui bahwa Muslimlah abang kita ini. Maka jika hendaklah apa yang dirasakan saat ini seperti yang terjadi di Myanmar, kita juga merasakan. Kita tersakiti, abang kita yang Muslim ini merasakan, begitulah sebaliknya,” ikrarnya.
Pembantaian di Negara Mynmar, perwakilan BKG ini mengakui tak tau persis. Namun menurutnya, malapetaka itu muncul dan semakin berlarut apabila ditungganginya ataupun di tumpangi Politik.
“Rohingya itu mayoritas muslim, tapi agama yang lain juga ada disana. Laporan yang saya dapat, namun belum begitu jelas kepastiannya, bahwa agama kristen juga ada yang diusir disana. Maka kita dalam satu sikap bersama, menolak pelanggaran HAM disana,” ungkapnya.
Untuk itu, dia mengajak seluruhnya bahwa apa yang menimpa masyarakat Rohingya di Mynamar adalah tragedi kemanusiaan. Sehingga dirinya dan BKG menyatakan siap untuk melakukan aksi agar mendesak Kedutaan dan kejadian disana tidak sampai ke Indonesia. Namun dirinya menekankan harus tertib dan jangan anarkis.
Dukungan yang sama juga disampaikan, Selua Kumar dari Majelis Hindu Kota Medan, (PHDI) yang menyatakan bahwa ajaran mereka bertentangan dengan perilaku Pemerintah Myanmar dan menyatakan dengan tegas kalau ajaran Hindu mempelajari hungan manusia dengan alam untuk menjaga ekosistemnya.
“Karena kami melihat ini ada ketimpangan. Untuk itu kami mengutuk dan menyesalkan perbuatan pemerintahan Myanmar. Harusnya pemerintah disana melakukan musyawarah untuk pemufakatan. Salah satu contoh, untuk kerukunan itu, kami agama minoritas di Aceh merasa terlindungi oleh umat islam disana. Mereka mendukung dan menjaga kami,” katanya.
Hingga diakhir kesimpulan dalam pertemuan itu, seluruh pihak dan tokoh dari berbagai alamat yang dihadirkan, sepakat untuk melakukan tindakan, tekanan bahkan pembentukan Komite atau persautan dalam mendukung warga Rohingya yang dibantai dan mengecam pemerintah Myanmar dan Tentaranya serta yang ikut terlibat dalam pembantaian tersebut. (red)