Medan ( pewarta.co) – Effendi Syahputra alias Asiong terdakwa penyuap Bupati Labuhan Batu nonaktif Pangonal Harahap menangis membongkar kasus suap Pangonal sehingga orang yang terlibat bisa ditangkap.
Hal tersebut dikemukakan terdakwa Asiong dalam nota pembelaannya yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim Tipikor Medan diketuai Irwan Effendi dan JPU KPK, Doddy, Senin(3/12/2018).
Menurut dia, sejak penyidikan Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini sudah kooperatif dan membantu penyidik KPK untuk mengungkap kasus suap tersebut.
Dengan kerjasaamanya lanjut Asiong, Operasi Tangkap Tangan (OTT) senilai Rp 500 juta yang tidak memiliki barang bukti tersebut karena penerima uang Umar Ritonga (orang kepercayaan Pangonal) masih melarikan diri, pun menjadi kasus pemberian uang kepada Pangonal yang nilainya melebihi Rp 42 miliar.
“Saya ungkap semua, tidak hanya pada 2018, tapi juga pemberian pada 2016 dan 2017,” jelas Asiong.
Namun upaya Asiong turut membantu penyidik dan berharap Justice Collaborator (JC) tidak dikabulkan JPU,
bahkan tuntutan saya terlalu berat. Padahal untuk berharap mendapatkan JC tersebut, Asiong harus dimusuhi teman-temannya dan anak yang harus kuliah terpaksa cuti sementara.
Belum lagi ratusan karyawan yang selama ini bergantung kepada perusahaan Asiong terancam di PHK.
“Inilah perjuangan saya untuk mendapatkan JC tersebut,” ujarnya seraya menyeka air matanya yang membasahi pipinya.
Suaranya parau saat menyampaikan terima kasih kepada istrinya yang setia mendampingi. Dia juga meminta maaf kepada seluruh keluarganya yang turut menanggung akibat dari kasus ini.
Sementara Fadli Nasution,SH, Pahrozi,SH dan Pranoto,SH selaku Penasihat Hukum terdakwa Asiong dalam nota pembelaannya berharap Majelis Hakim membuat keputusan JC bagi terdakwa Asiong.
“Walau mengeluarkan JC itu kewenangan JPU,tetapi tidak salah Hakim mengeluarkan JC pula karena jasa-jasa terdakwa mengungkap kejahatan yang melibatkan Bupati tersebut.
Selain itu Fadli Nasution berharap,jika majelis hakim berpendapat lain, tolong terdakwa Asiong dihukum seringan-ringannya.
Sebelumnya terdakwa Asiong bercerita, jerat hukum yang dihadapinya berawal saat Thamrin Ritonga, salah seorang tim sukses Pangonal Harahap, datang menemuinya pada 2016. Ketika itu Pangonal sudah terpilih, namun belum dilantik sebagai bupati.
Thamrin meminta Asiong memberikan Rp 7 miliar untuk membayar utang-utang Pangonal semasa kampanye. Pengusaha ini kemudian dipertemukan dengan Pangonal di salah satu hotel di Medan, untuk membicarakan mekanisme pengembalian uang itu nantinya.
Berdasarkan dakwaan, uang itu dibayar dengan proyek yang akan didapatkan Asiong. Uang yang diberikan kepada Pangonal merupakan bagian atau fee proyek untuknya.
Setelah pertemuan itu, Asiong mengatakan dia bertemu lagi dengan Pangonal. Pertemuan itu dilakukan di pendopo Bupati Labuhan Batu, setelah pelantikan.
Asiong mengaku pihak Pangonal kerap meminta uang. “Saya terkadang kesulitan untuk memenuhinya, bahkan saya harus berutang,” ucapnya.
Meskipun pengembalian uangnya diberikan dalam bentuk proyek, Asiong mengklaim pengerjaannya tetap sesuai ketentuan. “Saya tetap menjaga kualitas proyek karena itu untuk kepentingan masyarakat Labuhan Batu,” ucap Asiong.
Dalam perkara ini, Asiong merasa bukan pelaku utama. “Saya tidak pernah menyuap bupati. Mereka datang kepada saya untuk meminta uang,” ucapnya.
“Saya tidak menyuap uang, tapi diminta. Tak pernah meminta proyek, tapi diberi proyek,” sebutnya.
Sebelumnya, penuntut KPK menuntut Asiong dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Pengusaha ini didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (TA/red)