Lima Puluh (pewarta.co) – Belum dibayarnya honor 25 pekerja di RSU Kabupaten Batu Bara terus mengundang perhatian anggota DPRD Sumut,SKPD dan praktisi hukum.
“Sebaiknya instansi terkait serius menuntaskan persoalan itu dan mendesak Plt Bupati Batubara memperhatikan nasib rakyatnya.”Bagaimana pun mereka sudah bekerja,upahnya harus dibayar,agar masyarakat itu tau hadirnya pemimpinnya,”ujar politisi Partai Demokrat tersebut.
Karena itu, lanjut Zulkifli , anggota DPRD, Instansi terkait dan Pemkab Batu Bara harus duduk bersama mencari solusi agar nasib 25 pekerja yang belum mendapatkan honor selama 10 bulan itu bisa dituntaskan.
Bungkam
Terpisah Praktisi Hukum asal Medan,Ahmad Yani,SH mengkritik sikap Kadis Sosial Batu Bara yang selalu diam untuk mengatasi nasib 25 pekerja honor tersebut. ”Seharusnya Dinas Sosial tidak bungkam saja, melainkan memberi solusi terhadap persoalan nasib pekerja itu,” jelas Sekjen Kesatuan Mahasiswa Batu Bara(Kembar) tersebut.
Sementara Kadis Sosial Batu Bara Bahrum menampik tuduhan tersebut. ”Seharusnya itu kewenangan Dinas Kesehatan , bukan Dinas Sosial,” ujarnya.
Menurutnya, Dinas Sosial bukan memberi bantuan kepada pegawai atau tenaga honor, melainkan kepada masyarakat umum. ”Tolong adinda tanyakan kepada Dinas Kesehatan bagaimana menuntaskan nasib 25 pekerja honor di RSU Batu Bara,” jelas Bahrum.
Sebelumnya puluhan pekerja honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, melancarkan aksi mogok kerja sebagai protes dan tuntutan pembayaran gaji (honor) mereka yang selama 10 bulan tidak kunjung dibayar. Aksi berlangsung, Selasa (16/10/2018), menyebabkan beberapa kinerja di rumah sakit itu terkendala.
25 tenaga honorer tersebut terdiri dari tenaga di bidang kebersihan, keamanan dan teknisi. Dalam aksi yang digelar di depan RSUD Batu Bara tersebut, mereka membentangkan sejumlah poster dengan berbagai keluhan dan protes.
Poster-poster yang dipajang, selain tuntutan pembayaran gaji, juga berisi ungkapan ketidakpercayaan kepada DPRD Batu Bara yang duduk pada periode ini. Menurut keluhan dari sementara mereka, tersendatnya pembayaran gaji tersebut akibat ketidakbecusan DPRD dalam penyusunan RAPBD yang menjadi APBD Tahun Anggaran 2018. Selain itu, juga mereka menganggap DPRD mandul dan tidak punya perhatian pada nasib mereka kaum pekerja kecil yang berstatus honorer tersebut.
“Kami kecewa dengan kinerja DPRD Batu Bara yang sifatnya mandul”, “Kami tidak percaya dengan DPRD yang duduk sekarang karena tidak bisa memperjuangkan gaji kami”, “Kami tidak akan memilih kembali DPRD yang sudah duduk sekarang karena tidak memperjuangkan nasib kami”, begitu antara lain tiga poster yang mereka pajang. “Keluarkan gaji kami…!” tulis pada poster lainnya.
Lalu ada poster yang menyebut wakil rakyat kumpulan orang hebat, seraya berharap dapat mengeluarkan gaji mereka. “Wakil rakyat seharusnya merakyat,” lanjutan isi poster tersebut.
Kendati demikian, di antara keluhan yang dilontarkan, mereka juga mengungkapkan harapan dengan nada pilu agar DPRD Batu Bara tetap terketuk hati nuraninya untuk memperjuangkan nasib mereka. “Pak dewan, tolong perjuangkan nasib kami. Keluarkan gaji kami,” lirih di antara mereka.
Dalam bincang dengan pers, kebanyakan para tenaga honorer tersebut tidak mengetahui pasti mengapa gaji mereka sejak Januari 2018 hingga Oktober ini tidak kunjung dibayar. Padahal mereka tetap bekerja dengan tekun, mengeluarkan tenaga dan mengucurkan keringat untuk sebuah instansi yang befungsi melayani kemanusiaan, yaitu kepentingan dan kebutuhan orang sakit.
Tersirat keluhan, mengatakan instansinya melayani pasien dengan penuh rasa kemanusiaan tetapi terhadap mereka yang memeras keringat mendukung terlaksananya kinerja kemanusiaan tersebut justru seolah dianggap bukan manusia sehingga gaji sebagai kebutuhan mutlak untuk kehidupan diri dan keluarga mereka pun selama 10 bulan tidak dibayar.
Dalam amatan pada masa aksi mogok kerja itu berlangsung, memang beberapa bagian kinerja terkesan terkendala. Misalnya bagi kebersihan, sejumlah PNS dan tenaga medis terpaksa diberdayakan mengepel dan membersihkan ruangan masing-masing.
Salah seorang honorer di ruang Loundry RSUD, Sugiani yang bernasib lebih baik dari 25 rekannya yang berunjuk rasa, mengaku prihatin dengan nasib rekan-rekan seprofesinya tersebut. Dia mendo’akan gaji 25 honorer yang tertunda dapat segera dibayar.
“Kasihanlah, kayak mana rasanya kalau kita yang tidak bergaji,” ujar Sugiani dengan nada satiris.
“Mudah-mudahan gaji mereka cepat dibayar. Kalau tiap hari kami ngepel ya enggak sanggup lah. Ini aja uda sakit pinggangku”, timpal salah seorang petugas medis di ruang inap RSUD tersebut.
Karena Outsourcing
Direktur RSUD Batu bara dr Juri Freza, di sela kegiatannya membenarkan adanya puluhan tenaga honorer mogok kerja. “Iya, karena gaji mereka tidak dibayar puluhan honorer hari ini mogok kerja,” katanya.
Ia mengakui, aksi mogok tersebut berakibat pelayanan kesehatan terhambat. Sebab PNS dan tenaga medis, misalnya, harus diberdayakan untuk merangkap tugas kebersihan.
Direktur yang menjabat sejak Januari 2018 itu menjelaskan, persoalan tidak dibayarnya gaji honorer disebabkan adanya program outsourcing 25 honorer yang diusulkan tahun 2017 lalu. Program itu tidak berjalan sehingga pembayaran gaji 25 orang honorer tidak dicairkan hingga memasuki 10 bulan ini.
Dalam dunia ketenagakerjaan, outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing. Artinya, outsourcing adalah tenaga kerja kontrak dari pihak ketiga. Ini berbeda dengan tenaga honor yang langsung masuk dalam administrasi instansi yang menggunakan jasa tenaga kerjanya.
Direktur RSUD Batu Bara dr Juri Freza berharap para honorer tersebut bersabar dan tetap bekerja sampai gaji mereka dibayar.
Hingga tadi malam belum diperoleh konfirmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Batu Bara dr Dewi Chaylati M.Kes, selaku kepala dinas yang membawahi RSUD tersebut sehingga seharusnya bertanggung jawab atas terkendalanya pembayaran gaji mereka.
Sebelumnya, diberitakan, Kadis Kesehatan Batu Bara dr Dewi Chaylati M.Kes mengakui terkendalanya pembayaran gaji 25 honorer yang disebut sebagai Tenaga Kerja Sukarela (TKS) dimaksud akibat pada 2017 mereka sempat dialihkan menjadi outsourcing (dipihakketigakan).
Ternyata program outsourcing itu tidak berjalan sesuai rencana, sehingga dana yang sudah dianggarkan tidak dapat disalurkan. Namun demikian, ia mengatakan sudah mengajukan usulan perubahan judul pembayaran honor TKS untuk dibahas DPRD.
“Ini sedang kita upayakan dan kita berharap masalah ini cepat terselesaikan,” ujarnya seperti dikutip sebuah media.
Sekretaris Dinas Kesehatan Batu Bara dr Deny Syahputra juga menyebutkan bahwa sekitar Rp300 juta anggaran untuk pembayaran honor TKS tidak dapat disalurkan, akibat judul nomenklaturnya adalah outsourcing.
“Dananya ada dan tidak terpakai. Cuma saja dana itu tidak bisa disalurkan lantaran judulnya (outsourcing) belum berubah. Jika pembayaran (dilakukan) tanpa perubahan judul maka bisa menjadi temuan,” katanya.
Salah seorang pengamat yang menyaksikan aksi mogok itu juga membisikkan rasa prihatinnya. “Sedih nian kawan-kawan ini, hanya gara-gara judul nomenklatur puluhan keluarga tertimpa nasib buruk. Sungguh menyedihkan, apalagi kalau honor mereka yang tidak seberapa dibandingkan dengan penghasilan anggota DPRD yang puluhan juta perbulan berbayar lancar, padahal DPRD itulah yang termasuk berwenang menyetujui perubahan ‘judul’ itu,”ujarnya. (red)