Parapat (pewarta.co)-Daya serap industri terhadap inovasi yang dihasilkan lembaga penelitian perguruan tinggi (PT) masih sangat rendah dan kurang optimal.
Rendahnya daya serap industri terhadap inovasi dan hasil penelitian membuat banyak hasil penelitian pada akhirnya hanya tersimpan di kampus.
Selain rendahnya daya serap hasil inovasi, hal lain yang menjadi masalah besar dalam persoalan riset adalah banyaknya hasil penelitian yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
“Akibatnya banyak hasil riset tidak diminati dunia industri,” ujar Direktur Sistem Inovasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Dr Ir Ophirtus Sumule DEA saat tampil sebagai pembicara pada Rapat Kerja Wilayah di lingkungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah I Tahun 2019 di Inna Parapat Hotel, Jalan Marihat Parapat, Kamis (14/3/2019).
Rakerwil bertema Peningkatan Mutu PTS Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0 itu dibuka Kepala LLDikti Wilayah I Prof Dian Armanto.
Ophirtus Sumule mengungkapkan, daya serap hasil inovasi perguruan tinggi ke dunia industri masih berkisar tiga persen dan paling tinggi secara nasional.
Menurutnya riset harus berbasis pada kebutuhan pasar dan hasil-hasil riset diharapkan bermanfaat untuk perekonomian masyarakat, sehingga industri pun pasti akan datang dengan sendirinya.
Dia menyayangkan hasil-hasil penelitian hanya tersimpan di kampus dan belum bisa ‘menyeberang’ ke industri.
Ini lantaran universitas dan industri seolah berjalan masing-masing, tidak saling bersinggungan dan tidak saling mendapatkan manfaat.
“Selama ini hasil riset para akademisi dan mahasiswa di perguruan tinggi belum banyak dimanfaatkan dunia industri dikarenakan disinyalir tidak pas dengan kebutuhan,” katanya.
Oleh karena itu, untuk membangun hubungan yang harmonis antara dunia industri dengan dunia riset, diperlukan saluran interaksi yang khusus melakukan mediasi kebutuhan kedua pihak.
Dalam hal ini kelembagaan manajemen inovasi ini perlu dibangun dan dikembangkan untuk menunjang penguatan inovasi.
Selain untuk mediasi hubungan antara lembaga litbang dan perguruan tinggi dengan dunia industri, kelembagaan manajemen inovasi juga perlu dibangun untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan para peneliti dan pengelola perguruan tinggi tentang komersialisasi hasil riset.
Lalu pada akhirnya tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan jumlah produk inovasi dari perguruan tinggi dan lembaga litbang yang dimanfaatkan di industri dan ketermanfaatannya secara ekonomi dan sosial.
Dikti mendorong produk-produk inovasi yang ada di perguruan tinggi dihilirkan, kemudian dikembangkan dan diajukan ke Kemenristekdikti agar bisa dipergunakan untuk industri.
Disebutkannya, Peraturan Menteri (Permen) terkait manajemen inovasi sudah keluar untuk hilirisasi hasil-hasil penelitian.
Apalagi, kata dia, setiap perguruan tinggi pasti memiliki produk inovasi yang sangat beragam.
Ditegaskannya, sebuah riset yang dilakukan perguruan tinggi harus melibatkan pemerintah daerah yang mengetahui persis potensi daerahnya.
Selain itu, riset butuh teknologi dan kebijakan dari pemerintah.
Ditegaskannya, harus ada sinergi dan bangun komunikasi antara perguruan tinggi, masyarakat dan pemerintah.
Perlu juga dibangun partnership dan keterbukaan supaya perguruan tinggi menjadi agen perubahan, iklim inovasi harus dibuat dengan menyiapkan SDM, prodi, dan memiliki leadership yang baik diterapkan dalam membangun industri 4.0.
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah I Prof Dian Armanto menyatakan perlu untuk memastikan bahwa perguruan tinggi itu melakukan riset yang orientasinya inovasi.
“Jadi, kita mendorong dosen lakukan penelitian dan proposal lalu upayakan supaya tingkat keterapan teknologinya tinggi,” kata Dian Armanto seraya menambahkan harus ada institusi yang mengelolanya.
Menurutnya, penting membentuk sebuah organisasi manajemen inovasi di setiap PTS sehingga itu bisa menjadi wadah menyerahkan inovasinya untuk dikelola, dikembangkan, sekaligus dikomersilkan.
Dian Armanto juga mengakui daya serap industri terhadap inovasi di perguruan tinggi di Sumut secara keseluruhan masih rendah. Dengan jumlah dosen sekira 10 ribuan, dan 269 PTS, inovasi yang dihasilkan tidak satupun yang didaftarkan atau disampaikan ke Dikti.
“Kita akan buat surat permohonan kepada semua perguruan tinggi di Sumut untuk menuliskan atau mendaftarkan inovasi apa saja yang sudah dibuat, untuk diteruskan ke lembaga kita atau Ristekdikti,” sebutnya.
Menurutnya, diperlukan hilirisasi yakni bagaimana mengantarkan hasil riset universitas masuk ke sektor Industri.
Hal ini penting karena telah banyak kegiatan riset yang menghasilkan berbagai inovasi di berbagai bidang fokus dan sektor akan tetapi masih belum banyak yang dimanfaatkan oleh industri. (gusti)