Pematangsiantar (Pewarta.co)-Hak angket yang diajukan DPRD Pematang Siantar terkait mutasi 88 pejabat yang dilakukan walikota ,awal September 2022 silam dinilai membingungkan masyarakat dan tidak beralasan.
Karena kebijakan mutasi merupakan pelanggaran administrasi, dan bukan tindak pidana,serta tidak berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.
Hal itu dikemukakan Direktur Institute Law and Justice (ILAJ) Fawer Full Fander Sihite, Selasa (31/1/2023).
Fawer berharap hak angket yang dilakukan DPRD Pematang Siantar jangan dipaksakan hanya karena adanya kepentingan tertentu, karena akan membingungkan masyarakat.
” Saya selaku masyarakat Pematang Siantar bingung juga ada hak angket yang diajukan DPRD Pematang Siantar terkait mutasi pejabat,apakah tidak salah itu,karena dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR,DPRD dan DPD (MD3) ,sesuai pasal 79 ayat 3 hak angket adalah hak DPR atau legislatif untuk melakukan penyelidikan ,terhadap pelaksanaan suatu undang-undang, atau kebijakan pemerintah berkaitan dengan hal lenting,strategis,dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat,berbangda dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”, sebut Fawer.
Padahal jikapun DPRD Pematang Siantar menemukan adanya masalah dalam mutasi pejabat, itu merupakan pelanggaran administrasi ,dan bagi pihak-pihak atau ASN yang tidak puas, atau merasa dirugikan, dapat menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ,mengadukan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Apalagi menurut mahasiswa program doktor Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung itu, terkait mutasi Pemko Pematang Siantar sudah melaksanakan rekomendasi dan sarah baik dari BKN dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ,dengan melantik kembali para ASN pada jabatannya.
Jadi Fawer berharap hak angket yang diajukan DPRD Pematang Siantar ,sebaiknya dikaji dengan tepat, sehingga tujuannya benar-benar untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pihak tertentu. (red)